p a r t 21

139 13 1
                                    

"Jangan biarkan tangan kotornya lepas dari cengkraman borgol atau tembak dia ditempat."

Pria dengan seragam lengkap, lebih lengkap dari pria lainnya, berada di belakang kedua polisi yang mengawal sosok tahanan berseragam oranye. Kulit pucat di tubuh si tahanan bercorak ungu-kebiruan, bercorak merah lengket di bagian hidung.

Setiap kepalanya hendak menoleh ke samping, moncong pistol selalu berhasil mendahului. Lelaki itu hanya mendengus seiring dorongan kasar kedua polisi yang mengawalnya berjalan menuju luar penjara.

"Aku selalu hafal tipikal semacam apa mereka bertiga." polisi berseragam lengkap, kembali bersuara.

Dengan ayunan sebelah tangan, membuat kedua polisi itu mendorong si tahanan menubruk pintu helikopter yang terbuka. Dia meringis saat pangkal hidungnya menabrak kaki kursi helikopter. Terasa perih, tapi dia tersenyum begitu mengecapnya, asin-manis-dia menyukainya.

"Kalian berdua menunggu apa?" tanpa suara lebih lanjut si ketua, kedua polisi tadi beringsut naik. Menarik kasar tubuh tahanan naik ke kursi, mengikat tubuhnya dengan rantai yang menempel pada kursi dan menggemboknya seperti seekor kambing. Kunci itu mereka serahkan pada si ketua.

Pria berseragam lengkap itu tersenyum dan membuat dua bawahannya kembali masuk ke penjara. Kaki pendeknya memanjat tangkas menuju helikopter, memasang semacam alat keselamatan hanya pada tubuhnya, lalu terbang.

"Sulit mengatakannya, tapi kau spesial di sini. Jadi tempat mu juga istimewa." pria itu berdeham. Melajukan helikopternya ke arah barat. Semakin naik, melintasi petak petak hutan di bawah, di belakang penjara.

Si tahanan tidak berniat menanggapi. Pandangannya terarah ke bawah, ke arah awan yang berarak cepat bersama angin yang menubruk wajahnya. Pikirannya melayang, lama terpusat pada satu objek.

"Ice..." suaranya lirih. Diantara rasa sakit tubuhnya dan isakan yang tertahan. Pandangannya terputus oleh kegelapan saat salah seorang polisi memakaikannya tudung hitam yang mirip sebuah paper bag hingga menutupi seluruh kepalanya.

"Bagus, jangan biarkan dia mengetahui rutenya."

Matanya terpejam begitu helikopter mendarat pada sebuah lapangan di tengah-tengah daratan yang dikelilingi lautan biru. Kepulauan yang tampak asing di mata tahanan. Tanah kering, udara yang begitu panas dan tiga gedung besar yang berbeda. Salah satunya berbentuk seperti rumah sakit dan sisanya seperti penjara, tapi lebih besar.

Seseorang menarik kain hitam itu paksa, saat itulah wajahnya terasa dibakar. "Selamat datang di Alfonso Jail. Daerah yang akan menjadi tempat bersejarah bagimu. Kuharap kau menikmati setiap pelayanan yang kami berikan."

Pria itu tersenyum, senyuman licik yang biasa tahanan itu sunggingkan. Setelah dua tepukan tangan yang cukup mengangetkan, seorang bertubuh kekar membuka borgol. Melepas rantai dengan sekuat tenaga, tak jarang mengenai lebam si tahanan.

Pria itu berwajah monoton. Rambutnya dipangkas rapi, seperti sosok berseragam yang umumnya. Tapi dia tidak memakai seragam, dia hanya memakai kaus polos yang didominasi bercak keringat. Setelah si tahanan dia tarik dalam cengkeramannya, helikopter bergerak mengudara. Menjauh, meninggalkan segulung gulung debu coklat di lapangan itu.

"Fred! Kau harus mengurus anjing lainnya. Anjing baru serahkan padaku." pria itu mendorong si tahanan, atau si anjing, dalam cengkraman borgol oleh pria berseragam. Yang tampak lebih pucat, dari yang sebelumnya. Mereka sama sama menggunakan bahasa inggris dengan sedikit filter aneh.

Pria pucat mendorongnya ke dalam. Melewati sebuah gerbang besi yang dijaga oleh tiga pria kekar, berpawakan persis seperti Fred dan lebih hitam. Tatapannya masih sama, datar dan tidak peduli.

Horrible PersonDonde viven las historias. Descúbrelo ahora