Tiga Belas

2.4K 154 27
                                    

Kenapa dia kembali lagi menjadi Greyson yang cuek? Jadi apa artinya peristiwa tadi malam? Di malam itu ia bahkan memelukku. Tetapi di saat ini ia cuek padaku. Aku merasa sangat bodoh. Seharusnya aku tidak berharap terlalu tinggi. Ia tidak mungkin berhenti untuk tidak mempedulikanku. Aku hampir menangis. Peristiwa tadi malam sangat berarti bagiku. Namun seketika dihancurkan oleh Greyson sendiri hari ini. Air mataku tergenang di pelupuk mataku. Astaga aku tidak boleh menangis di depan Austin! Kulirik Austin, yang ternyata sedang tersenyum miring. Aku tidak tahu mengapa. Jadi aku menunduk.

Kami telah memasuki kelas kami. Aku duduk di sebelah Austin, sambil membenamkan wajahku di atas meja. Air mataku perlahan turun. Aku memejamkan mataku untuk menghalau air mata untuk keluar lagi. Namun air mataku keluar semakin deras. Persetan dengan orang-orang di sekelilingku. Aku tidak perduli. Aku hanya ingin menangis. Hatiku hancur berkeping-keping.

"Hey, hey, kau kenapa?" tanya Austin sambil mengusap kepalaku. Aku menggeleng kuat-kuat. Aku tidak sanggup berkata apa-apa.

Austin menarikku ke dalam pelukannya. Kehangatan menjalar di seluruh tubuhku. Entah kenapa itu membuatku sedikit lebih tenang. Kubalas pelukannya dengan erat, sambil menangis tersedu-sedu. Austin pasti berpikir aku sudah gila karena menangis tanpa sebab. Aku sama sekali tidak peduli.

"Ssst..ssst.. tenanglah. Kau tidak harus bercerita." Ia membelai rambutku. Perlahan-lahan tangisku mereda. Ajaib sekali Austin bisa membuatku berhenti menangis.

Itu membuatku tersadar.

Austin tidak boleh kulepaskan. Ia begitu mencintaiku. Dan ia bahkan tidak memaksaku untuk bercerita. Seharusnya aku mencoba untuk mencintainya dari dulu. Kenapa aku bodoh sekali, sih? Aku berjanji pada diriku sendiri untuk belajar mencintainya. Aku harus.

Ia melepas pelukannya. Perasaanku membaik. Aku tersenyum padanya. Ia membalas senyumku. Kemudian kuedarkan pandanganku ke sekitar. Semua siswa yang ada di kelas sedang memperhatikan kami. Termasuk Maddi. Ia menatap kami dengan benci. Aku tidak tahu siapa yang dibencinya. Aku atau Austin.

Maddi menghampiriku. Ia menarikku keluar. Kukira ia ingin menamparku atau apa. Tetapi kemudian ia memegang bahuku, meremasnya dengan lembut. Cara yang selalu dilakukannya untuk membuatku tenang.

"Day, mengapa kau menangis? Gara-gara Greyson lagi?" tanyanya. Aku mengangguk lesu. Maddi berdecak.

"Apa lagi sih yang diperbuat oleh lelaki itu? Aku muak setiap kau menangis karena dia. Greyson benar-benar harus kuberi pelajaran!" katanya dengan bersungut-sungut. Aku tersenyum. Maddi yang dulu kembali. Maddi yang selalu marah pada Greyson kalau ia membuatku menangis. Akhirnya ia kembali. Aku memeluknya.

"Kau kembali," kataku.

"Aku kan tidak ke mana-mana!" katanya, membuatku terkekeh. Ia kemudian mengusap punggungku.

"Pokoknya kau kembali!" kataku lagi.

"Terserahmu saja. Yang pasti, Greyson akan mendapat pelajaran hari ini. Akan kupastikan kau melihatnya. Huh aku sudah tidak sabar lagi ingin menonjok wajahnya." Maddi benar-benar marah. Aku bersyukur karena itu pertanda dia memang kembali. Namun aku kurang setuju dengan bagian "menonjok wajahnya." Aku hampir protes sebelum ia bilang, "kali ini jangan protes!" Aku terkekeh dibuatnya.

Bel tanda masuk kelas berbunyi. Kami berdua memasuki kelas bersama-sama. Aku senang bisa bicara dengan Maddi seperti biasa. Kesedihanku sudah mulai berkurang. Kulihat Austin sedang melirik Maddi. Aku tidak tahu kenapa. Saat aku duduk di sebelahnya, ia memalingkan wajahnya ke arahku. Anehnya ia tidak berkata apa-apa. Kemudian ia menatap lurus ke papan tulis.

***

Aku berusaha untuk menghindari Greyson seharian ini. Saat di kantin, aku makan dengan cepat, kemudian buru-buru pergi sebelum Greyson melihatku. Kubilang pada Austin kalau aku ingin ke perpustakaan, yang diiyakannnya tanpa banyak bertanya. Aku segera berlari. Aku benar-benar ingin ke perpustakaan. Aku tidak akan membaca buku di sana. Aku hanya ingin menjauhi Greyson.

Namun sialnya aku lupa kalau perpustakaan adalah tempat favorit Greyson.

Baru saja aku masuk, aku sudah mendapati Greyson tengah duduk sendirian di salah satu bangku dengan kepala tertunduk karena membaca buku setebal catatan dosaku. Aku segera angkat kaki dari perpustakaan. Aku berlari lagi, kali ini lebih cepat, sebelum Greyson melihatku. Dan semoga saja ia benar-benar tidak menyadari ada aku di situ. Aku bersandar di dinding UKS sembari menarik napas.

Kuakui kalau aku memang senang melihat Greyson. Aku tidak bisa sehari saja tidak melihat Greyson. Namun aku harus menjauhinya. Demi diriku. Demi Austin. Masalahnya Greyson terlalu menggoda untuk dihindari. Aku bahkan selalu tersesat di mata tajamnya itu, meskipun rasanya kedua matanya serasa ingin melahapku hidup-hidup. Dia begitu menawan, sulit untuk ditolak.

Stop memikirkannya, Day!

Aku sudah mencoba untuk tidak memikirkannya, namun justru semakin membuat wajahnya bergelayutan di pikiranku. Memikirkannya terasa menyakitkan, seperti sesak di dada. Namun juga menyenangkan. Keduanya bercampur. Rasa cintaku kian hari kian bertambah besar. Bertambah dalam. Bertambah menyakitkan.

Dari sudut mataku, aku bisa melihat Maddi berjalan ke arahku. Aku tersenyum melihatnya. Ia juga ikut tersenyum. Sesaat ia sudah ada di hadapanku.

"Ayo ikuti aku!" ajaknya. Ia menarikku sebelum aku bisa protes. Ia membawaku ke... perpustakaan.

Astaga!

Jangan-jangan Maddi serius ingin memberi Greyson pelajaran?

Maddi Linn on mulmed.

Greyson oh greyson -_- hehehe :v vote + comment yaw.

My Beloved Senior✔ [SEGERA TERBIT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ