eighteen

1.6K 245 110
                                    

'For a while we pretended that we never had to end it. But we knew we'd have to say goodbye.'

Wherever You Are by 5 Seconds of Summer


Valerie's PoV

BUMI GONJANG GANJING. TSUNAMI DIMANA MANA. Astaga. Thomas Brodie-Sangster is my f*ckin boyfriend!

Gila, berlebihan kah jika aku sekarang berteriak histeris layaknya baru dapat tiket konser gratis dua menit sebelum konser dimulai? Thomas menembakku semalam tadi dan kau tahu rasanya? It's like kau jatuh dari ketinggian 999999km diatas permukaan bumi, otakmu telah menyangka sebentar lagi adalah akhir kehidupanmu yang malang, tapi tiba tiba seorang lelaki tampan bertampang campuran Robert Pattinson, Andrew Garfield, Dylan O'Brien, Luke Hemmings, Troye Sivan, Mac Harmon dan sebagainya menangkapmu dengan mudah.

Ya, terlalu berlebihan. Tapi, sungguh rasanya lega, mengetahui ia merasakan hal yang sama denganku, rasanya manis ia memilihku, rasanya hatiku terus terusan jatuh di lautan pesonanya.

Mana caranya menembakku manis sekali, ia datang ke rumahku sekitar jam 10 malam dengan wajah pucat nan gugup diterangi sinar bulan. Sungguh mirip Edward Cullen versi imutnya HAHAHA. Ia dengan wajah pucat dan tegang, mungkin takut ditolak.

"Val, mau gak jadi pacarku?" tanyanya di malam itu membuat hatiku melambung tinggi, menyusul malaikat. Aku mengangguk seraya tersenyum, memeluknya.

Pagi ini aku bangun dengan wajah sumringah tentunya, dan langsung menelpon y/n. Oh, tentu aku menelponnya. Memang temanku siapa lagi, huh?

Y/N's PoV

"Y/N!!!!" sapa seseorang dengan nada histeris di seberang telepon sana. Aku hanya bergumam menanggapinya. "Gue resmi pacaran sama Thomas, anjir gila gila, rasanya mau langsung ke surga aja gue!" cerocosnya dengan satu tarikan napas, aku tersenyum.

Gue tahu, Val. Gue tahu lebih awal, bahkan sebelum Thomas nembak lo.

"Anjir! Asik, congrats, coi." Ucapku, memberi selamat, walau hatiku hancur berkeping keping, berserakan di bawah kakiku. Setelah mendengar beberapa kalimat histeris Val, aku beralasan ingin mandi, sehingga hubungan telepon terputus.

Aku merebahkan kepalaku di bantal, menatap langit langit kamar seolah kejadian kemarin terputar dengan jelas disana.

Hatiku remuk? Ya tentu.

Belati tak kasat mata menusuk hatiku lagi? Sepertinya tambah banyak belati disana.

Darah tak kasat mata seolah terjun dari hatiku? Aku bisa merasakannya.

Ah, biarkan aku membagi cerita kejadian kemarin malam, agar hatiku tenang, agar belati ini berkurang, agar darah ini tidak lagi keluar. Walau tak mungkin membuatku normal lagi, setidaknya mengurangi rasa sakit kan?

"Gue serius. Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Thomas malam itu.

Kalimat terakhirnya membungkamku seribu bahasa, menyadari perasaanku tumbuh makin liar. Hatiku berkecamuk mendengarnya, ah, ingin sekali aku mengangguk dan langsung memeluknya saat itu juga. Tolong.

Dengan kekuatan yang tersisa, kutahan air mata. Aku tidak ingin terlihat lemah, aku kuat sebagaimana ia mengetahui perihal itu.

Aku tersenyum untuk menenangkan tubuhnya yang gemetar, ia gugup, aku tahu, karena aku merasakan pula. "Gimana kalo lo nembak Val aja, Tom?" ia terperanjat, lalu mendesah kecewa.

 "Gimana kalo lo nembak Val aja, Tom?" ia terperanjat, lalu mendesah kecewa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Unpredictable▶ Thomas SangsterWhere stories live. Discover now