Part 9: Knock! Knock! Knock!

2.2K 301 67
                                    

Pintu ruang kerja divisi kejahatan berat terbuka tiba-tiba, menampakkan sosok Roni dan Elena yang berdiri. Keduanya bermaksud untuk menemui Erick tetapi tempat itu kosong melompong.

"Tak ada siapapun di sini," kata Elena.

"Kemana mereka semua?" gumam Roni.

Kemudian suasana hening sesaat, keduanya terdiam hingga sebuah suara ketukan pelan terdengar. Seperti suara pukulan tapi berirama. Roni mengambil ponselnya dan menghubungi Budi.

"Halo, Bud?"

"Panggil namaku secara lengkap!" Suara gerutuan Budi terdengar dan membuat Elena nyaris terbahak.

"Memangnya kenapa? Sama kayak cotton bud ya?"

"Kampret, aku disamain dengan pembersih telinga."

Roni tertawa terbahak-bahak. "Omong-omong Erick dan yang lain gak ada di sini nih," bisiknya, "apa yang harus kami lakukan?"

"Bisakah kau edarkan ponselmu ini ke sekeliling ruangan?" pinta Budi.

Roni mengangkat ponselnya ke udara dan membawa ponsel itu berjalan ke sekeliling ruangan. Tetapi dia berhenti begitu mendengar suara Budi yang menyuruhnya berhenti.

"Kalian mendengar suara pukulan itu?

"Ya," jawab Elena dan Roni, bersamaan.

"Siapapun yang melakukannya, dia membuat sinyal SOS. Ikuti suara itu!"

*****

Roni dan Elena terus berjalan di lorong kantor sambil menajamkan pendengaran. Beberapa kali mereka balik arah karena suara yang mereka dengar terasa menjauh. Hingga akhirnya mereka sampai ke pintu ruang arsip yang suara pukulannya terdengar paling keras.
"Aku heran mengapa tak ada seorang pun yang menyadari suara pukulan ini." Elena berbisik sambil membuka pintu ruangan itu dengan perlahan. Pintu kayu berwarna cokelat itu mengeluarkan suara berderit khas pintu tua. 

"Mungkin karena suara itu baru saja muncul, mungkin?" balas Roni sambil mengedikkan bahunya.

Elena masuk duluan diikuti dengan Roni yang kemudian menutup pintu. Dia melihat-lihat isi ruangan yang penuh dengan berkas. Rak-rak besi penampung map menjulang di kedua sisi mereka. Bisa dibilang nyaris seperti hutan kertas karena banyaknya file kasus dalam bentuk fisik yang disimpan di sini.

Duk! Duk! Duk! Suara pukulan itu kembali terdengar, kali ini lebih nyaring dari sebelumnya. Roni dan Elena saling berpencar, mencoba menemukan hal yang membuat bunyi tadi. Tapi tak membuahkan hasil.

Elena menunjuk sebuah pintu berwarna sama dengan pintu masuk yang berada tepat di ujung ruangan. Tertutupi oleh sebuah rak yang penuh dengan map membuat siapapun yang melihatnya hanya mengira bahwa pintu itu tidak terpakai. "Kita belum memeriksa pintu ini, Roni," bisik Elena, "bantu aku menyingkirkan rak ini."

Roni menggulung lengan jaket hijau tuanya lalu menggeser rak itu bersama Elena. Rak yang menutupi pintu itu berukuran lebih kecil dari rak lain sehingga mereka lebih mudah menggerakkannya. Setelah rak tersebut berhasil disingkirkan, keduanya mendapati pintu tersebut tidak terkunci.

Roni membuka pintu dan mendapati ada sebuah lorong sempit yang hanya dapat dilewati dua orang. Dia langsung menyalakan senter yang berhasil membuat lorong terang benderang. Elena melirik ke atas, sebuah lampu tergantung di langit-langit lorong tetapi tak menyala.

Keduanya berhenti serentak begitu mendengar suara rintihan pelan yang diiringi dengan suara pukulan. Roni dan Elena berjalan melintasi lorong kecil yang menghubungkan mereka dengan sebuah ruangan. Ruangan itu berbentuk kotak dengan ukuran yang kecil. Di sana ada sebuah meja kerja lengkap dengan kursinya, sebuah peta kota Jakarta yang dipenuhi tempelan kertas-kertas kecil beraneka warna, ember besar yang terguling di lantai, dan seorang pria yang bergelung di sudut ruangan. Wajahnya tak terlihat jelas karena rambut hitam yang menutupi.

A Black Fox (END)Where stories live. Discover now