Sepuluh ( revisi )

5K 488 4
                                    

" A .. Apa yang Pak Seta lakukan, lepaskan, " kataku gagap.

Bibirku rasanya perih dan bengkak karena ciuman brutalnya.

" Katamu aku tidak boleh menikah dengan Ratih, apa aku harus denganmu ? " matanya melihat ke manikku.

Masih dalam kungkungan tubuhnya.

" Itu ... " kelu lidahku.

" Kalau menginginkanku tidak perlu alasan menaikkan omzet atau memalukanku di depan si Han, tinggal kamu bilang, "

" Bukan itu maksud ku. "

Belum sempat selesai ku bicara, Pak Seta mencumbuku dengan bernafsu. Tenagaku tidak cukup untuk melawannya. Apa yang harus aku lakukan.

Tubuhku menegang, otakku berusaha ku jernihkan, aku berusaha menghindari rasa aneh yang mulai menjalari tubuh.

Tiba - tiba ia berhenti dan berbisik di telingaku, " Kalau kamu menginginkanku katakan saja, tanpa syarat, ingat tanpa syarat! "

Pria itu melepasku, pergi begitu saja tanpa melihat kebelakang lagi.

Tidak ada air mata keluar tapi tatapan kemarahan dari apa yang terjadi, melihat diriku mengenaskan.

" Kalau kamu menginginkanku katakan tanpa syarat, kenapa jadi begini , " lirihku tersendat.

Mengunci pintu dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah gontai.

Memandangi diri di cermin, kacau sekali wajah ini, pelecehan yang ku alami barusan membuat muak.

Mengguyurkan air dingin dari shower tanpa melepas piyama, pikiranku menerawang jauh.

Kenapa aku marah pada diriku, bukankah aku yang mulai semua ini, konsekuensi dari permainan, bermain api terbakar, bermain air basah.

Tapi seorang Turangga Seta si Kuda Putih itu aku kira tidak berbuat lebih gila dariku, ternyata aku salah.

Kenapa aku selalu berpikir dirinya, dia tak pernah tebar pesona, apa karena tubuhnya yang besar membuatku aman, membuatku merasa nyaman, berada dalam dekapannya tadi.

Aku ingin menertawai diriku, apa otakku telah bergeser, dilecehkan dan direndahkan malah menikmatinya, jangan bilang aku terpesona.

Lebih baik mengisi perut yang dari tadi keroncongan, membuat nasi goreng mungkin ide yang tidak terlalu buruk, setelah jadi aku duduk di depan tv, merubah chanel berita, film, olah raga, entahlah aku tak fokus, pikiranku kemana - mana.

Dreetttt

Nada panggil ponselku, kulihat nomer tidak dikenal, aku angkat saja.

" Halo, iya siang. "

" ..... "

" Benar dengan saya sendiri. "

" ..... "

" Alamatnya ..... "

" ..... "

" Baik, saya akan kesana, terima kasih. "

Bangkit berdiri dan dengan tergesa - gesa berganti pakaian, bersolek sekedarnya, menyambar dompet dan kunci mobil.

___________________________________

Sampailah aku di rumah sakit, ku parkirkan mobilku dan bergegas ke loby.

" Leon Helmer ? " tanyaku ke bagian informasi, setelah mendapat jawaban aku segera menuju lorong mempercepat langkahku.

Ceklek.

" Ich denke, ihre beine gebrochen ( aku kira, kakimu patah ) , " sungutku mendapati Leon duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya.

" Seperti yang kamu liat, kakiku terkilir dan sedikit lecet, " balasnya sambil tersenyum.

" Kamu tidak terlalu bagus berbahasa Inggris, bagaimana sampai Jakarta ? " tanyaku.

" Aku punya penggemar, " jawabnya santai.

" Vania ..... sepupu penghianat, kamu tahu Leon, dia menyukaimu ? " kataku pelan.

" Aku tahu, aku tidak menyalahkannya karena menyukaiku, tapi aku berharap dia mengerti kalau aku mencintaimu, " menatapku lurus dengan sorot mata memohon.

" Aku antar ke hotel mana ? " aku menatap balik Leon.

" Aku tinggal di apartemen Vania, " Leon bicara sambil nyengir.

" Apa, jangan bilang kamu berniat menidurinya ? "

" Kalau dia mau, ha ha. "

" Leon .... "

Aku menaikkan suaraku, sedang mataku melotot.

" Hanya becanda. "

" Itu tidak lucu, cepatlah ! "

Setelah dia duduk di kursi roda, aku mendorongnya keluar pintu kamar rawat.

" Bagaimana bisa sampai terjadi seperti ini, Leon ? "

" Ada orang terburu - buru membawa mobil dan tidak melihat aku menyeberang. "

Baru aku mau menutup kamar rawat sebuah suara yang ku kenal terdengar.

" Are you already Mr. Leon, Emily ..... " Pak Seta berkata.

Setelah membalikkan badan, suara Pak Seta berhenti dan kami saling menatap tidak percaya, bertemu lagi setelah kejadian tadi.

" Sie wissen ( kalian kenal ) ? "

Leon membuka suara, karena aku dan Seta hanya saling menatap.

" Aku dan Pak Seta sekantor, " jawabku akhirnya.

" Apa dia pacarmu ? " tanya Seta.

" Itu bukan urusan anda, " jawabku ketus.

" Wait, what are you talking ? " Leon gerah karena kami menggunakan bahasa.

" Leon kita pulang ! " perintahku.

" Mr. Leon kalau ada apa - apa hubungi saya ! " Seta menjabat tangan Leon.

" OK, " jawab Leon singkat karena aku terburu - buru mendorong menjauhi tempat itu.

" Em, aku bisa terjatuh kalau kau mendorongku seperti ini, " kata Leon kesal.

" Bagus kalau jatuh kakimu benar - benar patah dan tidak hanya terkilir, " jawabku asal.

" Jangan karena kamu kesal dengan lelaki itu, kamu tumpahkan semua kepadaku ! "

" Kamu kira aku tidak kesal padamu, pagi - pagi bikin orang marah, ke rumah sakit. "

" Apa kamu sedang bertengkar dengannya ? "

" Kelihatannya aku sedang bermanis - manis ? "

" Galak sekali, tapi menurutku dia pria yang baik, ya walau menabrakku tapi dia tanggung jawab. "

" Kamu baru bertemu sekali dan membuat kesimpulan. "

" Em, walaupun aku lebih tampan dari dia, " senyum dia di bibir membuatku mual.

" Tapi badannya tinggi besar dan tegap serta jantan, " kataku tidak sadar.

" Apa dia sehebat itu di ranjang, beruntungnya dia ? " kata Leon.

Ku pukul kepalanya, sampai ia mengaduh mengusap - usap kepalanya.

" Mesum, " kataku.

" Aku kira jantan dalam tanda kutip, " sungutnya dengan wajah cemberut.

***
Akhirnya ngebut revisi, jangan lupa comment and vote, sorry typo, diterror minta update, wkwkwk

Silahkan baca

The Scorpion Lady (Completed)Where stories live. Discover now