5. FUCKta

10.3K 953 196
                                    


 "Kamu tahu darimana soal nama itu?" Sebuah suara terdengar di belakang Faris, ketika cowok itu berlari kalap mencari Aldi. Aldi sedang duduk manis, terpekur di dekat sungai dengan wajah ngantuk.

"Kamu dari tadi di sini?"

"Iya, aku kan udah bilang kalau aku males sekolah, mau bolos aja."

"Kenapa nggak bilang?" Nada bicara Faris terdengar menuntut. Aldi mengedikkan bahunya sebentar, lalu menghembuskan napas ogah.

"Kamu belum jawab pertanyaanku. Kenapa panggil nama itu?"

Faris bungkam. Apa ini saatnya dia menceritakan semuanya? Rean dan Tio juga pernah bertemu di masa lalu, begitu pula dengan dirinya dan Aldi. Kalau ini memang takdir, maka saat ini mereka berdua dipertemukan dengan takdir yang sama.

"Aku nggak sengaja denger Tio panggil pake nama itu."

"Nggak usah bohong, Tio nggak pernah panggil aku kayak gitu!" Langkah kaki Aldi mendekat. Matanya menatap Faris lurus-lurus. Sebelah lengannya mencekal pergelangan tangan Faris, menuntutnya dengan jawaban jujur. Mungkin ini terlalu cepat, namun Faris sudah nggak bisa menahan dirinya lagi.

"Aku pernah ketemu kamu."

"Hah? Kapan?!" Mata Aldi melotot sempurna. Dia memang pikun kalau menghafal wajah orang.

"Dulu. Pas aku dikeroyok. Kamu yang gendong aku ke rumah kamu, bikinin aku mie instan juga. Aku baca nama kamu di kulkas waktu itu."

"Kok aku nggak inget, ya?"

Faris kecewa mendadak.

Namun dia bisa apa? Mungkin kehadirannya dulu nggak begitu berarti di mata Aldi. Faris hanya sekedar cowok yang Aldi bantu. Hanya itu. Nggak lebih.

"Mungkin karena kebanyakan orang yang aku aniaya." Aldi manggut-manggut sok paham. Dia juga nggak ngerti kenapa dia harus tertarik dengan urusan seperti ini. Dia nggak terlalu mudah menghafal, jadi dia melupakannya begitu saja. Tapi kalau memang Faris pernah mampir ke rumahnya dan membaca nama sayangnya itu, tentu saja ada hal yang harus Aldi katakan padanya.

"Jangan panggil-panggil itu mulai sekarang!"

"Kenapa?" Faris balas bertanya.

"Geli! Nggak suka juga. Cuma mama yang boleh panggil aku dengan sebutan itu." Aldi memberikan penjelasan yang super masuk akal. Kalau memang Faris bandel, maka jangan salahkan dia kalau harus memukul cowok plontos itu. Tio saja nggak berani memanggilnya begitu!

Faris dan Aldi memang sudah mulai damai. Meski harus canggung dan juga ketus. Aldi ingin ngakak sekarang. Bagaimana bisa dia damai dengan cowok plontos itu, sementara cowok itu selalu saja judes padanya?

Mereka kembali bungkam hingga bus biru datang dan mengantar mereka pulang.

***

"Besok ke kelasku!" Tio menyahut dengan wajah geli. Aldi mendongak nggak terima. Kenapa dia harus ke kelasnya? Untuk ketemu Faris? Nggak mau!

"Kenapa? Ngapain?"

"Datang aja, deh ah!"

"Nggak mau!"

"Kenapa?"

"Tiap kali aku ke sana, kamu selalu aja mesra-mesraan sama si Rean! Aku diabaikan!"

Tio ngakak. Rean juga sama. Dia juga selalu mengajak Faris kalau ingin bermain. Masalahnya, Faris itu selalu menyanggupi ajakan Rean dengan satu syarat. Ada orang lain yang juga ikut. Tentu saja Rean tahu siapa orang itu.

Bus BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang