14. Took step

47.7K 4K 387
                                    

Ngomong-ngomong, kalian punya Olshop langganan buat beli novel-novel wattpad? Boleh dong kasih tau gue, atau kasih tau mereka buat menghubungi gue biar kalian bisa beli novel ini di sana 😚😚

Akhir bulan ini yah, buka po.

Terima kasih 🙆‍♀

***

PAGI datang lebih cepat dari yang aku inginkan. Aku masih ingin tidur, tidak ada pikiran, dan melupakan apa yang aku temukan semalam. Tetapi waktu terus berjalan tidak peduli aku menerima kenyataan atau tidak.

Aku tidak mau sakit hati karena Jeha berhasil mengelabuiku. Karena kalau aku sakit hati, berarti aku peduli padanya, pada apa yang ada di antara kami. Aku tidak mau. Biasanya mudah bagiku untuk tidak memedulikan sesuatu karena aku tidak pernah membiarkan diriku memedulikan apa pun ataupun seseorang. Namun ternyata  semakin sulit buatku untuk tidak memedulikan seseorang dari masa lalu, yang ternyata tidak pernah absen dari keseharianku di masa kini.

Memasukan seragam untuk kompetisi, aku berdebat mau membawa ponselku atau tidak. Akhirnya aku melempar ponselku ke tempat tidur sebelum turun dari kamar. Aku sedikit terkejut menemukan Adam sudah bangun dan sedang melemparkan ransel besar ke bagasi mobilnya.

“Mau ke mana lo jam segini?” tanyaku begitu mendekat. Waktu bahkan belum menunjukkan pukul lima pagi dan Adam sudah bangun.

“Rumah Ale,” jawabnya sambil membanting pintu bagasi.

“Dan buat apa ransel gede itu?”

“Camping,” jawabnya singkat.

Aku memutar bola mata. Kata camping dalam kamus Adam mempunyai banyak arti, seperti getting high, hooking up, dan mabuk-mabukan di hutan. Dulu aku pernah diajak dan sekarang  trauma. Merasa jijik sampai membuatku kabur pulang tengah malam menumpang truk yang kebetulan lewat.

Aku menunggunya sampai dia menyalakan mesin mobil sebelum membuka pintu mobil lalu duduk di kursi penumpang Jaguarnya. Dia melihatku tidak suka dan curiga.

“Mau ngapain lo? Gue nggak bakal ngajak lo.”

Ternyata aksi kaburku waktu dulu itu membuatnya malu dan diejek sama teman-temannya. Sejak itu dia semakin bersikap ala antagonis terhadapku.

Aku memutar bola mata. “Gue juga ogah ikut camping kalian. Gue cuma mau numpang sampai rumah Luna. Toh, sejalan sama rumah Ale.” Dia masih mengamatiku dengan tidak percaya. “Suer gue nggak ikut. Ada kompetisi menari juga. Cek twitter Miss Marina kalau nggak percaya.”

Akhirnya, walau dengan enggan, Adam tidak mengusirku dan mulai melajukan mobilnya. Sementara aku menggumam mengikuti alunan musik dari radio. Adam hanya diam. Well, setidaknya sampai seperempat jarak perjalanan. Dia memang tidak suka berbicara padaku kalau bukan untuk mengejek atau melampiaskan kemarahan, jadi aku agak heran dan sedikit terhibur saat melihatnya duduk tidak tenang dan sering sekali melirikku seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak tahu bagaimana caranya.

Aku menghela napas. “Kalau mau ngomong, ya, ngomong aja, deh,” kataku pada akhirnya karena tidak tahan melihat tingkah lakunya yang lama-lama mengesalkan juga.

Dia berdeham, menjaga matanya tetap menatap jalanan saat berbicara. “Soal Mr. Roseman itu, dia nyata?”

“Senyata lo dan ritual camping lo.” Aku pikir aku akan melihatnya marah, tapi ternyata dia hanya melirikku dengan ekspresi tidak nyaman dan cemas di wajahnya. Sepertinya ekspektasiku terlalu tinggi.

“Dan dia bisa masuk ke kamar lo?”

Aku pura-pura terkejut dan menoleh sambil terkesiap. “Lo khawatir sama gue? Ya ampun .…”

Sebelum SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang