Chapter 2

47 3 0
                                    


"Sebuah luka yang sudah tergores dalam, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengobatinya." -Author

***

Terdapat seseorang yang hampir satu tahun ini. Tengah coba ku lupakan dari pikiran dan hatiku. Dia tersenyum ke arahku, aku hanya memandangnya kosong. Dan segera aku beranjak dari dudukku. Dia meraih pergelangan tanganku dan menarikku untuk kembali duduk. Dia memegang tanganku dengan sangat kuat. Sudah beberapa kali kucoba melepaskannya, tapi hasilnya nihil. Aku menatapnya penuh dengan kebencian.

"Hey, apa kau tidak merindukan aku?" tanyanya dengan tersenyum manis,senyum yang dulu membuatku tergila-gila padanya. Tapi sekarang tidak akan lagi, itu hanyalah senyum palsunya. Aku sangat membencinya, sangat.

"Tidak sama sekali" jawabku dingin, ku alihkan pandaganku darinya.

"Tatap aku, Sandra!" bentaknya.

"APA LAGI YANG KAU MAU?! BELUM PUASKAH KAU MENYAKITIKU?!!" teriakku kesal diwajahnya. Dia mengeram kesal dan pegang tangannya mengedur. Itu kesempatan untukku melepaskan tanganku.

Dia membawa kedua tangannya ke kepalanya dan mengacak rambutnya asal. "Apa kau tau aku sangat mencintaimu" ucapnya tanpa melihat ke arahku.

Aku terdiam lalu tertawa mengejek "Mencintaiku? Hah! Jika kau mencintaiku kau tidak akan menyakitiku! Simpan semua omongan kosongmu." Dia terdiam dan menundukkan kepalanya. "Kenapa kau diam? Hah!" ucapku dengan tertawa meledek.

Dia mengangkat kepalanya, meraih tanganku dan memandang tepat di manik mataku. "Maafkan aku, aku tahu aku salah. Beri aku kesempatan sekali lagi. Aku tahu kau masih mencintaiku."

Aku hentakkan tangannya dari tanganku. "Tidak ada kesempatan lagi, luka yang kau torehkan terlalu dalam. Apa kau bilang aku masih mencintaimu?! Itu hanya mimpimu saja."

Aku ingin beranjak dari dudukku, dia kembali menarikku untuk kembali duduk. "Aku mohon Sandra, aku sangat mencintaimu." mohonnya.

"Sudah ku bilangkan TIDAK ADA KESEMPATAN LAGI. Jika kau benar-benar mencintaiku, PERGI DARI HIDUPKU! JANGAN PERNAH MUNCUL LAGI DI HADAPANKU, ITU HANYA MEMBUAT AKU SEMAKIN MEMBENCIMU!!!" Teriakku kesal dan kembali beranjak dari dudukku. Kali ini dia tidak mencegahnya. Aku berjalan meninggalkannya yang tengah berteriak kesal.

Omong kosong, aku tidak akan percaya lagi padamu. Kau telah menghancurkan kepercayaanku. Menghancurkan cinta dan kasih sayangku. Menghancurkan hidupku, kau menghancurkan semuanya. Aku sangat membencimu, kenapa kau datang lagi disaat aku ingin menghilangkan semua perasaan ini. Aku benci pada diriku sendiri yang masih menyimpan perasaan untukmu. Ya, aku pencundang tidak mengakui itu dihadapanmu. Lagi pula apa gunanya, aku mengatakannya. Jika aku mengatakannya juga, aku tidak akan memberi mu kesempatan lagi. Kau telah menghancurkan kesempatan yang dulu kau minta. Aku tidak akan memberikannya lagi, aku muak padamu.

Aku terus berjalan dengan mengumpat tentang Daniel. Ya,cowok bajingan itu bernama Daniel. Aku saja muak mengucapkan namanya. Tanpa kusadari aku menabrak seseorang "Hey, maaf aku tidak sengaja" ucap seseorang itu. Aku menatapnya dingin, lalu kembali berjalan. Tunggu, sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana ya? Entah lah tidak penting juga.

Aku melihat langit, hari sudah malam dan aku tidak tahu kemana tujuanku. Yang jelas aku tidak ingin kembali ke rumah.

"Hey tunggu!" panggil seseorang dari arah belakang, membuat langkahku terhenti. Aku memutar tubuhku untuk melihat seseorang itu. Dia berjalan mendekatiku, dengan langkah cepat.

"Kau menjatuhkan ini." ucapnya sembari menyodorkan sebuah dompet. Aku merogoh kantung jaketku, mencari keberadaan dompetku. Tapi dikedua kantung jaketku, aku tidak menemukannya.

"Terima kasih." Ucapku sembari mengambil dompetku dari tangannya. Dia menganggukan kepalanya dan tersenyum.

"Kenalkan namaku Andi." Ucapnya dengan mengulurkan tangannya.

Aku menatapnya dingin dan menyelidik, lalu dengan enggan membalas uluran tanganya. "Sandra." Ucapku dengan melepaskan uluran tangannya. Aku memutarkan tubuhku lalu kembali berjalan. Tunggu sepertinya aku pernah melihat nama itu, tapi dimana. Entahlah, nama seperti itu juga banyak didunia ini. Tanpaku sadari lelaki bernama Andi itu, berjalan bersebelahan denganku. Aku tetap berjalan biasa, tanpa memperdulikannya.

"Kamu ingin kemana?" tanyanya dengan melihatku.

"Entah." Jawabku singkat, tanpa melihatnya. Dia menolehkan kepalanya ke depan.

"Mau ikut makan bersamaku?" ajaknya, membuatku melihatnya sekilas. Aku hanya diam, tanpa ada niat menerima ajakannya. Dia yang menyadari aku hanya diam, dia mengembuskan nafasnya pelan. "Aku traktir deh, mau tidak?" ajaknya lagi.

"Baiklah." Jawabku akhirnya, ini bukan karena dia ingin mentraktirku. Tapi aku merasa kasihan padanya. Mungkin ini bisa dibilang rasa berterima kasihku, karena dia telah mengembalikan dompetku. Kalian pikir mungkin seharusnya aku yang mentraktirnya. Tapi ini mungkin pertama kalinya, aku menerima ajakan makan seorang lelaki.

"Sepertinya aku pernah melihatmu." Ucap Andi membuatku menoleh sekilas kearahnya. Aku diam, tanpa ada niat menanggapi ucapannya. Dia bergumam "Mungkin sebaiknya aku diam." Yang dapat terdengar diindra pendengaranku. Andi berhenti didepan sebuah kedai, lalu masuk kedalam. Akupun mengikuti dibelakangnya. Andi memilih tempat duduk yang berada dipojok ruangan.

"Kamu mau pesan apa?" tanyanya setelah kami berdua mendaratkan bokong kami ditempat duduk.

"Air putih saja." Jawabku sembari melemparkan pandangan kepejuru kedai.

"Masa cuma air putih, tidak mau makan?" tanyanya lagi. Aku menoleh kearahnya sekilas dan menggelengkan kepalaku. Andi menghembuskan nafasnya frustasi dan memanggil seorang pelayan. Andi menyebut beberapa menu, yang dia pilih dari buku menu yang dia pegang.

Aku merogoh kantung jaketku, mengambil ponselku. Terdapat sepuluh panggilan dan lima pesan, dilayar ponselku. Aku geser layar ponselku, untuk melihat pesan tersebut. Aku tersenyum miring saat membaca pesan tersebut, yang semuanya dikirim oleh kakakku. Aku mengunci layar ponselku dan memasukkanya kembali dikantung jaketku.

Aku dan Andi sama-sama terdiam, tidak ada tanda-tanda dari aku maupun Andi. Untuk memulai berbincangan. Dua orang pelayan menghampir meja kami, dengan nampan berisi pesanan ditangan mereka masing-masing. Andi mengucapkan terima kasih dan tersenyum kepada kedua pelayan itu dan kedua pergi dari meja kami. Aku hanya terdiam tanpa niat tersenyum maupun berterima kasih kepada kedua pelayan itu.

Andi menyodorkan sepiring nasi goreng dihadapanku. Aku memandangnya bingung. Seingatku aku tidak memesan ini.

"Aku sudah makan dan aku tidak memesan ini." Ucapku dan meyodorkan kembali piring berisi nasi goreng kehadapan Andi.

"Baiklah, setidaknya makanlah dessertnya." Ucapnya lalu menyodorkan piring berisi sepotong kue cokelat. Aku menerimanya dan mulai memakannya. Andi tersenyum lalu memakan pesanannya.

Setelah menghabiskan makanan aku berterima kasih dan pamit untuk pergi saat dia masih memakan pesanannya. Andi berniat pergi juga, tapi aku melarangnya dan berjalan pergi meninggalkan kedai. Setelah bertarung dengan egoku, aku memutuskan untuk pulang kerumah. Sesampainya aku didepan rumah, aku putuskan untuk memanjat masuk kekamarku melalui jendela. Ponselku berdering saat aku membaringkan tubuhku diatas kasur. Ku ambil ponselku dikantung jaket. Aku melihat nomor yang tidak ku kenali, tertera dilayar ponsel. Dengan malas aku menggeser tombol hijau dilayar ponselku.

"Halo, siapa?" tanyaku langsung. Mataku seakan ingin keluar dari tempatnya, mendengar nama itu. Betapa terkejutnya aku.

***

Gimana? Gimana? Tulis komentarnya, saran atau kritik juga boleh kok. Jangan lupa vomment buat lanjut ke part selanjutnya. Terima kasih. love u xx

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ColorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang