PART 4

10.9K 282 5
                                    

PART 4

Rara memandangi taman belakang rumah yang ditumbuhi berbagai tanaman seperti mawar merah, melati, aster, dan pepohonan seperti pohon flamboyan, pohon mangga, dan pohon rambutan. Rara menghela napas berat.

                Baiklah, dianggap saudara oleh Keane lebih baik daripada tidak dianggap sama sekali. Dan itu berarti ia menyayangiku seperti menyayangi Lucky. Dan itu berarti aku harus mencari cinta yang lain, pikir Rara sedih.

                Rara mengingat kejadian tadi pagi. Saat ia melepas kaos dan bra-nya, ia berharap Keane akan mencium dan memeluknya. Ia akan menerima semua resikonya dan ia takkan menyalahkan Keane. Tapi ternyata Keane malah memungut kaos dan bra Rara di lantai.

                “Pakailah, Ra. Aku tidak ingin melukaimu. Kau bukan teman kencanku, takkan pernah. Kau berarti bagiku dan bagi Lucky. Aku menyayangimu, sepupu. Dan aku tidak pernah menyayangi teman kencanku,” ujar Keane menatapnya tajam. “Aku akan membangunkan Lucky, dan kita akan sarapan bersama, oke.”

                Air mata Rara menetes. Mampukah ia jatuh cinta pada pria selain Keane?

***

“Hati-hati di puncak, jangan berbuat yang aneh-aneh.”

                “Tidak akan, Keane. Pengawasan para senior sangat ketat.”

                “Baiklah. Semoga ada cowok yang menyukaimu. Tapi kalau ia berbuat macam-macam, tendang saja.”

                “Berbuat macam-macam? Seperti mencium bibir seorang gadis pada pertemuan pertama?” sindir Rara.

                Tiga bulan telah berlalu sejak Keane menolak Rara dan menyatakan terang-terangan bahwa ia hanya menyayangi Rara sebagai saudara.

                Keane menyentil hidung Rara. “Aku hanya ingin menggodamu waktu itu, hanya ingin mengetahui bagaimana reaksimu. Itu hanya salam, Rara.”

                “Terserah.” Rara mengangkat bahunya. “Menurut feeling-ku, memang ada senior yang mengincarku… cowok cool, kau tahu. Jika ia menembakku, pasti aku akan langsung mengabari kalian.”

                Keane melirik adiknya. “Kau kenal cowok itu, Luck?”

                Lucky mengangkat bahu. “Tidak, soalnya aku tidak aktif di BEM, sih.”

                “Payah, kau. Baiklah, Rara sayang, aku akan sangat merindukanmu.” Keane memeluk dan menciumi wajah Rara.

                “Hentikan, Keane.” Rara menggeliat, berusaha menghindar.

                “Ini ciuman saudara.” Bibir Keane mengecup ringan bibir Rara. “Kau harus menjaga dirimu di puncak.”

                Jantung Rara berdegup dengan kencang. Tanpa sepengetahuan Keane, ia masih mencintai Keane. Jadi ia memanfaatkan saja jika Keane menciumnya sebagai saudara. “Siap, Bos!” Rara menoleh pada Lucky, berjinjit, dan mengecup pipi Lucky, bermaksud membuat Keane cemburu. “Sampai nan―”

                Keane menarik tubuh Rara sehingga tubuh lembutnya menabrak tubuh Keane yang keras. “Kau tidak menciumku? Padahal dari tadi aku menciummu!”

                Lucky menarik kerah kemeja kakaknya. Ia tersenyum pada Rara. “Bye, Ra. Selamat bersenang-senang, sampai tiga hari lagi!”

                Setelah Rara pergi, Lucky mengunci pintu depan rumah. “Kau keterlaluan, Kak.”

                “Apa maksudmu?” Keane beranjak ke dapur. Ia mengambil susu dari kulkas dan meminumnya langsung dari kardusnya. “Hei susunya tumpah!”

                Lucky menekan tubuh Keane ke pintu kulkas yang tertutup. “Setelah menolak cinta Rara, kau malah sering menciumnya!”

                “Hanya di pipi… dan kening… juga hidung…”

                “Tadi kau mencium bibirnya!”

                “Hanya sebagai ciuman saudara,” kilah Keane.

                “Kau bohong, Kak! Ya, tadi kau hanya mengecup bibir Rara sekilas, tapi aku bisa merasakan nafsumu, Kakakku sayang. Kau menginginkan Rara!” Lucky tersenyum sinis. Ia tetap menekan dada Keane dengan lengannya. “Dengan dalih saudara, kau menciumnya dengan penuh nafsu! Kau licik!”

                Keane terdiam. Ia tidak berani menatap mata adiknya. “Hanya itu yang bisa kulakukan… aku tidak ingin merusak Rara…”

                “Jadi bagaimana perasaanmu sebenarnya pada Rara, brengsek!”

                Mata Keane akhirnya menatap Lucky. “Sesungguhnya aku sangat tertarik pada Rara. Entah sejak kapan, aku mulai mencintainya, brengsek kau!”

                Lucky melepaskan Keane. Ia menghela napas lega. “Akhirnya kau mengaku…”

                “Tapi tidak bisa, Luck…”

                “Kenapa, Kak? Paman Alph pasti mau mengerti…”

                “Aku takut lepas kendali jika aku berpacaran dengan Rara. Makanya dalam hati selalu kutanamkan bahwa Rara hanya saudara, hanya anak kecil…”

                Lucky tertawa. “Biasanya kau lepas kontrol dengan wanita, bodoh…”

                “Tapi dengan Rara tidak boleh. Kurasa aku benar-benar mencintai gadis itu… aku tidak ingin merusaknya…”

                “Kau telah merebut ciuman pertamanya.”

                “Apa?”

                “Rara yang bilang. ‘Cium sapa’-mu itu adalah ciuman pertamanya…”

                “Ya ampun, aku tidak tahu… waktu itu aku belum ada perasaan padanya… makanya…”

                “Aku punya ide agar kau bebas melakukan apa pun terhadap Rara…” Lucky nyengir, lalu berbisik pada kakaknya.

                Keane terlihat berpikir. “Kau benar, Luck… tapi kurasa… sekarang Rara sudah tidak mencintaiku…”

                “Kita tunggu tiga hari lagi, oke?”

                Keane hanya mengangguk lesu.

***

HELL AND HEAVENWhere stories live. Discover now