The Hidden Stars.

32 3 2
                                    

Jantungku mulai berdegup kencang. Tanganku mulai mendingin. Entah mengapa menatapnya dari kejauhan saja membuatku salah tingkah..dan gugup setengah mati.
"Gila lo! Itu kan.." 
"Leo Lestrada. Anak FISIP semester 6. Buruan deh." 
"Bu..bukan gitu! Lo tau kan dia.." 
"Udah deh Rei, dia satu satunya harapan kita. Please, coba dulu." bujuk Meyla. 
"Ta..tapi.." 
"Siapa tau ada..bonus..." bisik Lexy. 

Aku tetap menatap mereka dengan pandangan 'mana mungkin tuh senior mau minjemin flashdisk' . Sayang, aku harus bertahan hidup dengan 2 orang keras kepala ini. 

"Buktiin kalo lo tanggung jawab." jawab Lexy sambil mendorongku dari belakang. 

Aku berjalan perlahan ke arah kantin. Terlihat sosok yang selama ini ku kagumi diam-diam. 

"Dia gak akan mau!" bisikku kepada mereka dari kejauhan.
"Udeh nyet kita gak denger lo ngomong apa. Hajar bos!" seru Lexy yang membuatku makin geram. 

Ya Tuhan, kalau hal ini gagal, tolong katakan padaku bahwa aku masih punya pertahanan untuk tetap masuk kuliah.
Semoga hal ini tidak memalukan. 

             Gerak gerikku begitu mencurigakan. Seakan-akan aku sebagai pencuri yang hendak meminta izin untuk menyentuh barangnya. 
"M..maaf.." kumohon jangan abaikan aku. Kumohon. Bantu aku untuk menahan malu. 

Belum ada respon. 

"Pe..permisi.." kumohon jawab aku. 

Ia tetap menatap layar laptopnya. 

Kutatap ponselnya sejenak. 

"Kak, batterai ponsel-nya lowbat, tuh." jawab pelan. 

"Hah apa?!" aku tahu jurusku yang ini selalu berhasil di kalangan techonology era ini. 

Sykurlah, sedikit berhasil walaupun tidak sesuai ekspektasiku.

"Apabila batterai ponsel dibiarkan terlalu lama lowbatt, bisa menimbulkan kerusakan loh." lanjutku.

Bodoh. Kau saja tidak tahu apakah hal tersebut benar atau tidak.

Dan yang lebih buruk lagi, dia tak akan peduli.
"Oh ya? Atas dasar apa kamu bilang gitu? Sudah kongkrit kah?" tantangnya. "Entahlah, a--aku--hanya menggunakan logika ku saja." jawabku sambil memalingkan wajahku dari tatapannya. 

Dia tidak merespon, namun gesture tubuhnya seakan akan menyatakan bahwa kehadiranku tidak membuatnya nyaman. 
"Ada apa?" tanyanya tanpa memandangiku sedikit pun. 
"Maaf, kalau sebelumnya merepotkan. Aku butuh bantuan kak..." 
"Apa?" ini telinga orang budek apa banyak bolot sih, keluhku. 
"Saya butuh bantuan kakak." 
"Apa? Cepetan kek kalau ngomong." ketusnya. 

Untung ganteng. Batinku. 

"Saya mau pinjam flashdisk kakak.." jawabku langsung on point. Aku tak tahan untuk terus berada didekatnya, namun juga enggan menjauh. 
"Apa?" 
"Flashdisk kak. Sesuatu yang nancep di laptop kakak, fungsinya buat nyimpen file. Kalau kakak gak tau aja sih." 
"Kamu kok sotoy banget sih ngira aku gatau apa-apa?" yey kutu monyet. 
"Maaf kak. Tapi kalau nggak boleh juga gapapa." 
"Ada syaratnya." 
"Apa?" firasatku mulai mengatakan, hal ini akan menjadi sesuatu yang merepotkan. 

Tapi, sepertinya tebakanku meleset. Ia hanya menyodorkanku sebuah kertas post it bersama spidol hitam. 

"I..ini.." 
"Catet nama kamu, jurusan kamu, angkatan mu, dan juga whatsapp kamu." 

Entah, harus ku kemanakan hatiku. 

"Ta..tapi kak.."
"Tulis cepet, kalau mau dipinjem." 
"B..buat..apa.." 

Ia hanya tersenyum sejenak.
Aku tidak tahu apakah sinar matahari yang melelehkanku, atau senyumannya. 

"Ya buat kontakkin kamu lah kalau aku butuh flashdisk!"

Oh, ternyata memang  sinar matahari. 

"I..iya, kak." 

Akhirnya kutulis lah identitasku.


Reina Denindra Anastanti.
FIKOM Unpad. 
Angkatan 2015. 
Whatsapp 081xxxxxxxx.


(Author's note)

So sorry for the late published! Hehe, dikarenakan kondisi author yang belum memungkinkan bisa kemana-mana, dan juga schedule yang cukup padat, jadi agak susah buat ngepost. Well, I'm going to make another chapter today. So, enjoy! ^^.

The Hidden SunWhere stories live. Discover now