Spaces

38 3 1
                                    


        Ku letakkan post it berisi identitasku di sisi mejanya. Kusibakkan rambutku sedikit, menutupi wajahku yang entah sekarang sudah berwarna apa. 
"Udah kak." jawabku.

Lagi, lagi, no respon.

"Kak?" yak, masih berkutat dengan laptopnya.
"Ya udah, kak. Aku pergi dulu." bodoh, ngapa lo kek kaya mau kabur?
"Oh, udah?" giliran gue izin kabur aja lo nyaut, monyong. 
"
Iya. Jadi.." 
     Tanpa respon apa-apa, dia langsung mencabut flashdisk yang menancap di laptop-nya. Sejujurnya, aku mencurigai ada sesuatu yang dia cari dariku, mengingat begitu mudahnya ia meminjamku flashdisk

Atau, dia sebetulnya mengenaliku sebagai tukang penguntit?

"Dek, jangan ngelamun. Ngehalang pemandangan." katanya. 
"Eh? I..iya." jawabku terbata-bata, mengingat pemandangan disekitar kantin ini hanyalah kerumunan para mahasiswa yang sedang bolos kelas, ataukah hanya merengek kepada pemilik kios kantin untuk boleh mencicil hutangnya. 
"Jadi minjem gak sih? Lelet!" teriaknya. 
   Mungkin karena kesal, langsung kutarik flashdisk itu dari tangannya. 

"Kapan dikembalikan, kak?" 
"Lah, bego. Aku yang harusnya nanya, kapan aku boleh ambil?" 
"Lah, be....., oke. Terserah kakak." 
"Gak ada inisiatif sama sekali sih, buat ngembaliin." 
"Ya, secepatnya setelah saya sudah selesai menggunakan flashdisk kakak." 
"Oke. Ke ruang BEM aja kalau gitu." 
"Iya kak. Permisi." aku langsung mundur beberapa langkah. 

Gue udah bilang makasih belum ya? Ah, bodo amat. Pikirku. 

          Kulihat dua makhluk bersorak dari kejauhan melihatku menggenggam sebuah flashdisk. "Alhamdulilah!!" kulihat Meyla sudah kembali sadar dari panik-nya. 
"Gila lo, parah. Lo santet pake susuk nomor berapa si Leo? Sampai mau cuma-cuma minjemin flashdisk." cerocos Lexy. 
"Heh kampret, walaupun ide lo agak ngaco tapi thanks ya, berkat lo gue sempet denger suaranya secara live." mereka berdua hanya tertawa kegirangan. 
"Lu kata dia apaan pake secara live segala?" protes Lexy. 
"Udah yuk, tinggal 30 menit lagi nih! Rei, kamu bisa mengatasi ini kan?" tanya Meyla. 
"Siap. Yuk kerja!" seruku bersemangat. 

Aku benci untuk mengakui, rasa kesalku tadi tidak seberapa dibanding rasa senangku mendengar suaranya. 

Walau konteksnya menyebalkan. 


"Wah! Syukur deh otak lo agak encer, jadi presentasi kita kali ini gak kececeran amat lah!" 
"Yoi, Lex. Reina kalau soal kepepet, emang paling diandalkan." jawab Meyla. 
"Heh, kalo gosipin orang bisik-bisik kek. Frontal amat." 
"Ih, kita mah sahabat yang baik. Kalo ngejelek-jelekin langsung di depan elo, tapi baik-baikin elo di belakang. Ya gak, Mey?" tukas Lexy sambil menyikut.
"..kapan kita pernah baikin dia dibelakang, Lex?" tanya Meyla dengan wajah polos, yang dibalas dengan wajah Lexy yang hanya menggeleng-gelengkan kepala. 

"Udah deh, gue duluan ya." ucapku. 

"Widih, buru buru amat? Mau kemana?" tanya Lexy. 

"Ke sekretariat BEM lah, balikin punya ini orang." jawabku sambil menunjuk flashdisk

"Hm, balikin buku di perpus aja bisa sampai telat 2 minggu. Giliran yang kayak gini aja, langsung dibalikin. Mencurigakan ya, Mey." 

"Iya, boardmarker aku aja yang aku pinjem sebulan lalu, nggak ada wujudnya sekarang." ketus Meyla. 

"Okay, okay, guys. Kalau mau protes, ntar ya, kirim ke kantor pos terdekat ntar kirim ke gue. Ini keburu kak Leo pulang, jadi gue kudu ngasih ini secepatnya, oke?" 

"Yaudah, jangan modus mulu lo! Buruan gih!" seru mereka yang kemudian kubalas dengan senyuman manis. 

Semoga, ini pertanda keberuntunganku. 

Tiba-tiba, ponselku berbunyi. 

"Rei?" 
"Zayn! Guess what?" 
"Apaan gue aja baru nelpon elo, elo udah nyuruh nebak aje." 
"Eh, weekend lo kesini kan?" 
"Iya, pasti. Rumah sakit jiwa yang mana?" 
"Hah?" 
"Iya, gue ngejenguk elo di rumah sakit jiwa kan? Ini buktinya suaranya hyper  banget kek kena ayan." 
"Zayn! Sialan lo dikata gue gila!"
"Haha iya, ndoro. Sabtu ini gue kesana kok. Kalo gak macet aja sih." 
"Iya, gue hari ini ada kabar agak menggembirakan sih!" 
"Yaelah." 
"Ngapa ngeluh?" 
"Kapan lo gembira sih? Mesti agak menggembirakan mulu." 
"Ya ntar, kalau udah ada pasangan." 
"Lama itu mah." 
"Ih, anying tea." 
"Haha, yaudah. Dilanjut nanti ya, Rei." 

"Iya, Zayn." 
"Take care.
"You too.

    Entah kenapa, lagi-lagi perasaan hangat menyelimutiku. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 19, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Hidden SunWhere stories live. Discover now