Part 22 "Path"

1.2K 71 0
                                    

SO SORRY FOR LATE UPDATEE!! BUSY WITH COLLEGE! KEEP READING GUYS LAFYAAA💋❤

Aku mencoba menghubungi Reza lewat skype namun tak diangkat. Aku terus menghubungi nya dan berhasil diangkat, tapi bukan Reza yang mengangkat. "Hai kak Aimee."sapa Adam. "Reza mana?"tanyaku.

"Still sleeping, kak. Gimana London? Ahhh gue pengen ke sanaa."kata Adam. "Yeah, di sini dingin banget. Mau winter kayaknya. Suruh Reza telfon gue ya ntar."kataku mematikan vide callnya.

"Reza molor lagi ya?"tanya tante Diana yang sudah berdiri di pintu kamarku. "Iyanih, mah. Kok mama belum tidur?"tanyaku. "Abis gini. Cepet tidur, sayang. Lets find Mia tomorrow."kata tante Diana lalu pergi. Aku pun naik ke tempat tidur dam memejamkan mata.

---
Aku diantar tante Diana ke kampus dimana mata-mata tante Diana bilang, Mia ada di kampus ini, Cambridge. Kata mata-mata, Mia juga masuk di bidang seni. But, lucky her didnt met her parents like me.

Aku menyusuri kampus untuk mencoba mencari Mia dan semua orang mulai melihatku seperti mengenalku. "Hey, you said you will be at my place yesterday at six. What happen?"tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba memelukku. "Im sorry you have mistaken. Im Aimee not Mia."ucapku. "No way. You are Mia!"katanya mengacak-acak rambutku.

"Ben!"teriak seorang gadis di depanku berjarak 3 meter. Aku menatapnya kaget, iapun begitu, Ben pun juga. "Wait the minute. I will get out from here."kata Ben pergi. Aku menatapnya dengan perasaan senang. Namun, tiba-tiba kepalaku sangat sakit, lagi-lagi flashback masa lalu ku terulang. Dan yang lebih memalukan aku berteriak seperti orang gila di kampus Mia.

Aku melihat semuanya, aku mengingat semuanya. Keadaan saat aku dan Mia lahir, makan bersama, tidur bersama. Dan kini aku mengerti kenapa ia berada di London. Aku mengingat Mia menggenggamku di pangkuannya sebelum semua gelap. "Aimee! Wake up! Somebody call 911! My sister need help!"teriaknya.

***
Mia point of view

"Aimee no, no, no."aku mengusap hidung Aimee yang sedang mimisan. Aku tak mengerti mengapa ia berteriak, mimisan hingga pingsan. Ada apa dengannya di Indonesia?

Ambulance datang, aku ikut masuk dan menggenggam tangan Aimee. Saat dalam perjalanan, hp Aimee yang ada di saku jeansnya berbunyi dan muncul nama Reza. "Reza? Reza! Its me Mia!"ucapku. "Hey Mia, i want to talk to you but um, i need to speak with Aimee."kata Reza.

"No...."ucapku tiba-tiba menangis. "Mia, whats wrong?"tanya Reza. "Aimee suddenly screaming.... then her nose bleeding.... when she.... she saw me. I dont know..... whats happening...."ucapku terus menangis. "Ok you need to listen to me. Everything what doctor say, you tell me. Dont tell anything to Aimee. Are you understand?"jelas Reza. "Yeah, i-uuh understand."jawabku. "Just tell Aimee she will be ok. Dont tell anything. Im gonna go."kata Reza memutus telfonnya.

Aimee segera dimasukkan ke UGD dan aku melihatnya dari jauh dengan khawatir. Setelah setengah jam, dokter keluar. "She is ok. Its just in the past she using hypnoteraphy to erase someone in her memory. But now, the memory come back to her so, she will be ok."kata dokter itu lalu pergi. Aku segera masuk ke UGD dan mengambil kursi di sebelahnya.

Aku menggenggam tangannya. "Who did this to you..."ucapku tak terasa menangis.
***

Aku membuka mataku perlahan dan semuanya putih. ew, hospital. Aku mencoba menoleh dan ada Mia. Ia benar-benar Mia. "Hey."ucapku tersenyum. Ia begitu kaget saat melihatku membuka mata. Tangisnya mengalir begitu saja, namun senyumnya mengembang. "Hey."ucapnya.

Kami diam saling menatap. Begitu banyak hal yang ingin kulakukan dengannya. Begitu banyak yang perlu kuceritakan dengannya. Tak lama, tante Diana muncul dan menghampiri kami. "Aimee kamu gapapa kan? Masih sakit kepalanya? Reza marah-marahin mama."kata tante Diana. "Aimee gapapa, mah."ucapku tersenyum. "Aunty Diana?"ucap Mia.

"Oh my sweet pea!"kata tante Diana beralih memeluk Mia. Ya, semua orang merindukannya. "Wait honey. Masih bisa ngomong indonesia kan?"tanya tante Diana. "Masih sedikit, tante."ucapnya. "No, mama bukan tante."kata tante Diana. Mia tertawa sambil mengangguk.

Aku mencabut infusku perlahan, namun Mia mencegahnya. "What are you doing?"tanyanya. "Gue benci rumah sakit. So, yuk keluar."kataku kembali mencabut infusku. "I hate hospital too."ucap Mia tertawa. Kamipun keluar dari rumah sakit. Saat di mobil aku tak henti-hentinya menatap Mia. Kami saling tertawa kecil entah mengapa. Mia pun setuju untuk menginap di rumah tante Diana. Sedangkan tante Diana pergi lagi menghadiri pameran.

"Soo, mau sekamar sama gue atau lo pake kamar sendiri?"tanyaku. "Sama lo."kata Mia tersenyum. "Ok now lets cook something for dinner."kataku menggenggam tangannya menuju dapur. Kami memasak bersama, bercanda bersama, mungkin awalnya aneh melihat seseorang sangat mirip denganmu sedang bersamamu. Aku awalnya juga merasa aneh seperti mengobrol dengan diriku sendiri.

"Who did that to you?"tanya Mia tiba-tiba serius. "Did what?"tanyaku. "Hipnoterapi. Siapa yang nge hipnoterapi elo?"tanya Mia. "Gue gatau. Papah atau mama? Gue gatau."ucapku kembali memasak. "Jerry. Segitu bencinya sama gue."ucap Mia. "Papah, Mia. Bukan Jerry."ucapku.

"He is not my dad anymore. Di sini kalo bukan ayah lagi panggil aja nama."kata Mia. "Why he is not your dad anymore?"tanyaku. "Cause i follow my own path not his."kata Mia. "Ceritain ke gue detail!!"ucapku penasaran.

"Gue gasuka bisnis, dari kecil gue uda nunjukin bakat ngelukis dari kakek nenek bahkan mama. Beda sama lo, waktu kecil lo nunjukin bakat yang seimbang antara bisnis sama seni. Jadi Jerry maksa gue dengan bisnis, bisnis, bisnis dari kecil sedangkan gue ga menunjukan proses apa-apa di bisnis. Trus gue sempet marah, tau kalo Jerry nyoba nyetir kehidupan gue. So, gue pergi ke London waktu SMP ke rumah tante Miranda."ucap Mia. (Tante Miranda itu kakaknya papa Jerry)

"Tante Miranda selama ini yang ngebiayain gue sekolah sampek di Cambridge gue pake beasiswa dan gue masuk ke jurusan seni. Buktinya gue juga sukses dibidang seni. Jadi gue gaperlu susah payah belajar bisnis."lanjutnya. "Gue berharap bisa kayak lo. Gue di indo disetir mati-matian. Bahkan kuliah, gue nyuri-nyuri kelas masuk ke kelas seni. Trus ketauan sama papa."ucapku sedih.

"Choose your own path, Aimee. Ini hidup lo. Iya gue tau ortu pengen yang terbaik buat anaknya. Cuman, kalo lo ga bakat di bidang itu, mending lo bikin jalan hidup lo sendiri kayak gue. Mungkin Jerry ngehapus ingatan lo tentang gue karna gamau lo kepengaruh buat milih jalan lo sendiri."ucap Mia. "Maybe."ucapku. "Dinner ready!!"kataku senang.

Saat makan malam, hpku berdering, dan itu dari Reza. "Hey."ucapku. "Video call. Now."ucapnya langsung mematikan telfonnya. "Siapa?"tanya Mia. "Reza. Kayaknya lagi marah, gue ambil laptop dulu ya."ucapku berlari mengambil laptop dan kembali ke meja makan. Benar saja baru aku menyalakan laptopku, Reza langsung menghubungiku. "Muka lo kok pucet gitu sih? Lo uda makan kan? Minum obat gimana? Tadi di rumah sakit gimana?"tanya Reza bertubi-tubi.

"Hello? Reza lo wartawan apa pacarnya sih? Tanya banyak banget!"ucap Mia kesal. "Ada Mia? Heh elo! Gara-gara elo Aimee sakit kayak gitu."kata Reza berteriak. "Ih apaan si Za, bukan gara-gara Mia. Lagi pula ingatan gue uda balik!"ucapku. Mia langsung memeluk pundakku, "Tuh dia inget gara-gara ketemu gue!"kata Mia. "Za, udah jam tiga kan di indo? Kok lo belum tidur. Kuliah lo gimana?"tanyaku.

"Tempat tidur gue hampa gaada elo. Tapi tenang hari ini gue gaada kuliah."katanya tenang. "Wait. Kalian pacaran?"tanya Mia. "Emangnya elo jones!"ucap Reza senang. "Enak aja! Gue punya pacar kali sekarang! Gue pacaran sama Morgan."ucapnya senang. "What???!!!"teriakku dan Reza bersamaan.

11:11 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang