+ C +

5.3K 545 570
                                    

Hari ini, Zetta berangkat lebih pagi

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Hari ini, Zetta berangkat lebih pagi. Ia tahu kota Jakarta itu penuh dengan kemacetan di sana sini. Maka dari itu, ia berangkat lebih pagi untuk menemui Pak Amran, wali kelas XII IPA 3. Saat dirinya hendak masuk ke dalam ruang guru.

Bruk!!

Seseorang tidak sengaja menabrak Zetta dari dalam ruang guru. Ditambah kakinya juga menginjak kaki gadis itu.

"Sori-sori, ya," ujar pria itu sambil menunduk menatap kaki Zetta yang terinjak. "Sakit, ya?"

Zetta menggeleng. Saat dia mendongakkan kepalanya, ia melihat laki-laki berambut keriting menatap dirinya. Ia tersenyum sedikit pada Zetta lalu pergi meninggalkannya cepat.

[A&Z]

Saat Alva sampai di kelasnya, ia sudah disambut oleh teman-temannya sedang mengejar kebut tugas Matematika. Tampak, beberapa teman yang dikenal pintar dan bisa mengenai matematika dikelilingi oleh gerombolan manusia yang hanya mencontek jawabannya saja.

Alva menuju bangkunya di baris ke dua, bagian belakang. Ia melihat Adit, Tito dan teman-teman lainnya mengerumuni tempat duduk.

"Va, udah selesai belum tugas si Amran?" tanya Adit saat melihat Alva yang baru saja meletakkan tasnya. Lalu ia mengedipkan sebelah mata, "Gue liat dong."

"Ogah ah, gue udah cape-cape ngerjain semalaman malah kalian asyik-asyiknya minta jawaban aja."

"Anjir, Alva. Sekarang lo berubah jadi manusia paling pelit seantariksa yang gak mau ngasih jawaban matematika," tambah Adit. Ia menunjukkan dagunya ke arah teman-temannya yang sedang bergerombol. "Kasihan, tuh, mereka gak bisa ngerjain semuanya."

Alva berpikir sejenak, "Iya." Lalu ia mengeluarkan beberapa lembar folio yang sudah terisi banyak angka kepada kerumunan Adit dan Tito.

"Thanks," sahut Adit dengan meraih paksa kertas milik Alva.

[A&Z]

Bel masuk jam pertamapun berbunyi.

Pasti dalam beberapa detik lagi, Pak Amran akan datang dan menagih tugas murid-muridnya. Kalau mereka tidak mengerjakan tugasnya, beliau tidak akan main-main memberikan hukuman berupa tugas tambahan yang jauh lebih kejam dibanding 40 soal essay pekerjaan rumahnya ini.

"Guys, guys. Cepet ngumpulin folionya ke gue," teriak Alva berkeliling seraya mengambil kertas folio yang diberikan teman-temannya. Lalu ia melempar pandangannya ke arah luar kelas. "Eh, cepetan. Pak Amran udah mau masuk." Dan...

Benar. Pak Amran berjalan memasuki kelas. Suara pantofel yang selalu disemir tiap hari kini menggema di dalam kelas. Aroma minyak angin yang khas mulai menguar dan membuat anak-anak sekelas mabuk kepayang. Guru Matematika yang paling tampan di sekolah, namun ia tak setampan Arman Maulana. Beliau melihat muridnya duduk tak beraturan. Ditambah suara berisik yang ditimbulkan dari suara Adit dan teman-teman. Melihat keadaan kelas yang memprihatinkan, Pak Amran hanya menggeleng kepalanya.

AlvaZett [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt