1. Loker 308

504 73 94
                                    

"Shit!" Umpat Casey sambil memukul stir mobilnya ketika baru saja sampai di depan halaman rumahnya melihat mobil milik papahnya terparkir di depan rumahnya. "Dia ngapain sih kesini?" Nada bicaranya meningkat, jelas Ia tak suka dengan kehadiran papahnya yang sudah terlihat dari teras rumah sedang menatap ke arahnya sambil melipatkan tangannya di dadanya.

Casey lalu turun dari mobilnya, berjalan menghampiri papahnya. Ia menatap kedua bola mata papahnya yang dulu Ia segani. Dan masih Ia segani. "Habis darimana kamu?! Keluyuran kaya gini! Ke Club lagi?!" Tanya lelaki berkepala empat dengan nada yang kasar.

Casey berdecak, "urusannya dengan Anda apa? Anda peduli sama saya?"

"Apa - apaan dengan gaya bahasa kamu ini!" Nadanya meningkat lagi satu oktaf, itu yang Casey mau. Ia memancing amarah lelaki yang tak Ia anggap lagi sebagai papahnya. Casey tersenyum miring mendengarnya. "Masuk ke dalam! Papah mau bicara sama kamu." Sambungnya sambil perlahan mengatur emosinya.

Casey menaikkan satu alisnya, "toh Anda siapanya saya? Kok Anda menginjakkan kaki di rumah ibu saya? Dan maaf, saya tidak akan menghabiskan waktu saya untuk orang yang gak penting."

Mendengar ucapan anak perempuannya itu, lelaki dengan badannya yang gagah dan tegap sudah berada di puncak kemarahannya. Tangannya refleks mengangkat ke udara hendak menampar Casey.

Mengetahui papahnya akan menampar pipi kiri Casey lagi, Ia malah sengaja mendekatkan jarak tangan yang akan hendak mendarat di pipinya. "Silakan,"

'Plak!'

"Terima kasih, silakan angkat kaki dari rumah ibu saya." Casey tersenyum pahit dan berucap sambil menahan rasa sakit. Ingin sekali Ia membalas perlakuan lelaki itu. Tetapi, langkah yang Casey ambil hanya diam dan berani menghadapi semuanya seperti kata sahabat lamanya.

Sedetik setelah berucap, Casey langsung melenggang masuk ke dalam rumah berwarna abu - abu dengan dominan putih lalu mengunci pintu rumah sehingga Rio-papahnya- tidak bisa masuk. Lantas Ia mengusap - usap pipi kirinya yang Ia yakini sekarang memerah, meringis kesakitan, air matanya membendung.

Mendengar suara mobil yang menyala dan pergi menjauh dari rumahnya, Casey lalu mengusap air matanya dan jalan menuju kamar yang tak jauh dari tempat semula. Membuka kenop pintu, dilihatnya wanita lemah yang terbaring di atas kasur dengan cairan infus yang setiap hari tidak pernah absen dari tubuhnya. Casey tersenyum simpul, lalu menutup lagi dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Setelah mengunci kamarnya, Ia berjalan dengan gontai menuju kasurnya, menjatuhkan dirinya setibanya di kasur.

Casey menghirup napas pelan, sesak.
Rasanya bebannya bertambah ketika berpura - pura berani di hadapan Rio, sedangkan hatinya meringkuk melawan Rio. Bola matanya yang tegas dan tajam membuat semua orang meringkuk takut padanya. Itu karena Ia berusaha menunjukkan dirinya berani dan kuat, seperti yang diminta sahabat lamanya.

Casey lalu menyandarkan kepalanya di sandaran kasurnya. Ia menghela napasnya sejenak, memikirkan kejadian yang baru saja menimpanya, lantas tersenyum pahit dengan air mata yang membendung di kelopak matanya.

"Casey lo gapapa kan?"

Perempuan itu lalu memeluk sahabatnya erat, menangis di dekapan sahabatnya. "Shh, Casey jangan nangis, udah ada Zayn disini." Ucap Zayn dengan lembut sambil mengusap punggung Casey. "Kenapa papah jahat sama Casey?" Tanya Casey sesenggukan masih dalam keadaan yang sama.

Hati Zayn meringis, hatinya terasa diiris - iris melihat gadisnya menangis, namun emosinya juga menaik ketika mengingat kejadian barusan.

Rio menyebut Casey jalang dan hampir menampar Casey.

Moonlight//H.S [ON EDITING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang