20. Terancam Bahaya

5.6K 511 167
                                    

"Rasa sakit ini bukan karena pengkhianatan. Luka dalam ini bukan karena kepalsuan. Tapi, hati yang hancur ini adalah karena harapan semu yang dia berikan. Karena ucapan-ucapan manis berlatar kebohongan yang dia lontarkan." -Lova-

***

"Kenapa?" Lova mulai memberanikan dirinya menatap mata Vegi. Meski suaranya masih terdengar lirih.

"Karena yang berhak atas hati gue, cuma Selina. Bukan lo ataupun yang lainnya."

"Bukan. Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang lo matahin hati gue?" Lova tidak mengerti lagi dengan Vegi dan juga hatinya sendiri. Dia sangat berharap, kalau Vegi tidak benar-benar serius melakukan semua ini.

Seharusnya, Lova tidak perlu merasa kecewa seperti ini. Nyatanya, dia bukanlah siapa-siapa di hidup Vegi. Tapi, perempuan memang diciptakan untuk memiliki hati yang begitu mudah rapuh bila dilukai.

Air mata itu menetes kembali. Luka itu datang lagi dan kian bertambah besar. Rasa sakit itu tidak akan bisa dihilangkan. Rasa kecewa terlanjur menyelimuti hatinya. Sungguh, Lova merasa dia tidak sanggup lagi.

Lova menangis tanpa suara. Tangisan yang bisa menyesakkan siapapun yang melihatnya. Vegi masih berdiri di tempatnya, menatap Lova tanpa berniat untuk menenangkannya. Sekarang, ada batasan diantara mereka. Batasan yang membuat hubungan mereka merenggang, seperti sepasang orang yang tidak saling mengenal.

"Dulu, lo berjuang buat dapetin gue. Dulu, lo bilang kalau elo sayang sama gue. Dulu, lo janji kalau lo bakal selalu ada buat gue. Elo yang ngasih banyak harapan dan elo juga yang ngancurin harapan itu. Elo dengan segala gombalan lo yang sukses bikin gue deg-deg-an. Dan sekarang apa? Mau lo apa? Bilang sama gue, apa yang lo mau, Veg. Jangan sakitin gue kayak gini." Susah payah Lova mencurahkan segala isi hatinya pada Vegi. Dan reaksi Vegi mampu menohok hati Lova.

Semua kebersamaan yang telah mereka lewati. Canda tawa yang mereka ciptakan. Semuanya masih hangat di pikiran Lova. Sampai di titik ini, semuanya telah berganti. Titik di mana Vegi menghancurkan kebahagiaan diantara mereka. Titik di mana Lova merasa, bahwa Vegi tidak pernah mencintainya.

"Kenapa lo harus kecewa? Harusnya lo sadar, dari dulu sampai detik ini, lo dan gue ga ada hubungan apa-apa," ucap Vegi dengan raut wajah datar.

Lova menggigit bibir bawahnya tidak percaya. "Jadi, segala perhatian lo buat gue, itu semua cuma pura-pura? Lo mainin perasaan gue segampang itu, Veg? Ini hati, bukan kertas yang bisa lo robek kapan aja."

"Gue ga pernah merasa ngasih harapan. Lo doang yang kebaperan. Jangan salahin gue, salahin hati lo yang udah milih gue." Vegi menatap lurus ke dalam bola mata Lova. Pandangannya dingin dan menusuk, tapi Lova merasakan ada sesuatu di dalam pancaran mata Vegi.

Ada sesuatu yang tidak Lova mengerti. Pandangan Vegi seperti ingin menyampaikan sesuatu padanya. Batinnya mengatakan, bukan hanya dirinya yang kini terluka. Mata Vegi ... keduanya seperti menyiratkan rasa sakit yang teramat dalam. Tapi, Lova tidak tahu kebenaran dibalik itu semua.

"Disaat gue udah buka hati gue buat lo, lo malah pergi dan ngukir luka di hati gue. Makasih, Veg. Makasih karena udah berhasil ngancurin kepercayaan gue buat lo. Gue hancur. Udah puas, kan?"

"Gue ga minta, tapi lo sendiri yang mau. Gue saranin, berhenti sekarang atau lo bakal lebih sakit hati lagi kedepannya."

"Lo jahat, Veg. Lo bener-bener jahat." Dan begitu mudahnya Vegi meninggalkan Lova sendirian.

Jemuran Zone Where stories live. Discover now