26. Take Care

6K 527 14
                                    


Sebetulnya mau saja aku menginap di rumah kontingen bersama seisi sanggar, tapi 'peralatan perang' Euis masih di kostannya. Aku, yang masih belum tahu bagaimana harus menanggapi Euis dan kabar yang dibawanya, mengantarnya pulang ke kostan.

"Jems maaf ya kamu jadi bolak-balik, abis alat make up-ku di kostan. Huhu." kata Euis sambil turun dari motor.

"Haha gak papah kok santai."


Hilang lah moodku untuk mencari kejelasan, lebih sibuk berpikir aku harus merespon apa. Harus bersikap seperti apa.

Normalnya orang kalo tau 'pacarnya' mau ke luar negri tuh gimana sih...


"Kamu baik banget." ia memelukku erat.

"Karena aku sayang kamu.." kataku, memberi kode sembari membalas pelukannya. Bahkan ia juga lupa untuk menanyai apa yang ingin kubicarakan.

"Serius? " responku tadi dengan tampang bodoh. Lalu dengan kikuk dijawab "serius deh."

Harusnya aku turut senang, karena Euis mendapat beasiswa yang sudah ia perjuangkan berbulan-bulan tanpa aku tahu. Dan harusnya aku sedih juga, secara aku tidak akan bertemu dengannya selama satu semester ke depan.

Hatiku meretak memikirkan itu.


"Gom-bal-deh-ah." Euis mencolek hidungku, aku hanya menyeringai.

"Langsung istirahat Is." kataku sambil bersiap memakai helm.

"Aku mau nyuci kuas dulu, kamu yang langsung istirahat, jangan begadang!" Euis menahan tanganku sehingga aku tidak bisa memakai helm. Aku bingung, berpura-pura bodoh lebih tepatnya.

"Naha euy?" (kenapa eh?)

"Sampe besok pagi jam 6." ia mencium pipi kiriku, kemudian berlalu masuk ke dalam kostan, seperti biasa. Dan seperti biasa juga, aku hanya terdiam sambil memandanginya.


Itu tadi maksudnya apa........... alam semesta..... berikan petunjukmu.......


***


"Ga, mawa suling teu?" (Ga, bawa suling gak?) tanya kang Budi mendadak. Aku sedang asik menonton video landak mini berenang dengan Cecep dan a Adot. Rupanya landak mini termasuk perenang ulung. Bahkan bisa gaya perahu juga alias mengapung terlentang.

"Nyandak kang, ngan nu lima genep hungkul." ( Bawa kang, tapi yang 56* doang) jawabku. Aku lebih memilih berkumpul dengan sesama pemusik. Jelas lah. Selain kepalaku pusing kalau melihat para penari yang heboh berdandan, saling bertukar make up, ribut-ribut soal warna eyeshadow dan sebagainya, aku juga tidak mau kalau harus memasang busa bra untuk Euis lagi. Cukup sekali saja. Cukup.

"Teu mawa nu degungan?" (Gak bawa yang suling degung?) tanya kang Budi lagi, pasti aku disuruh memainkan suling untuk kacapi suling.

"Aya meureun kang. Kangge naon?" (ada kayanya kang. Buat apa?) aku berpura-pura konyol.

"Engke maneh nyulingan prosesi mapag nya, kamari asa taya sulingna. Pantes mah kamari siga aya nu kurang kitu nya, eh sulingna poho!" (Nanti kamu nyulingin prosesi mapag ya, kemaren gak ada sulingnya. Pantes kemaren mah kaya ada yang kurang gitu, eh taunya sulingnya lupa) kata kang Budi sambil menyalakan rokoknya.

Tuh kan, keajaiban hari H. Cecep dan a Adot mentertawaiku.

"Ai si Euis teh tiasa jaipongan naon wae?" (kalo si Euis bisa jaipongan apa aja) tanya Cecep, mematikan video di handphonenya yang sedang menayangkan landak mini berenang tadi.

Katanya mah JodohWhere stories live. Discover now