3. Gio; Menolak Kenyataan

114K 7.7K 193
                                    

She could never be as good as you

You could be my unintended

Choice to live my life extended

You should be the one I'll always love

I'll be there as soon as I can

But I'm busy mending broken pieces of the life I had before

Unintended - Muse

3- Gio; Menolak Kenyataan

Setahun sudah berlalu sejak Gio merasakan patah hatinya karena ditolak Tara yang merupakan kakak kandung Dimas yang sudah Gio taksir sejak SMP. Gio bilang dirinya sih sudah move on, tetapi setiap kali Gio ke rumah Dimas, Gio selalu ngacir jika akan berhadapan dengan Tara. Untungnya semenjak Tara masuk kuliah, kakak perempuan Dimas itu jarang berada di rumah dan Gio sedikit bisa lebih tenang jika bermain ke rumah Dimas.

Pernah suatu kali cowok itu kecolongan dan berpapasan dengan Tara di dapur. Dan hal itu sangat lah awkward. Saat Tara memberinya sebuah senyuman dan sapaan, Gio langsung kabur begitu saja dari rumah Dimas bahkan tanpa membawa motornya karena kuncinya ada di kamar Dimas. Selama seminggu setelah kejadian itu, Gio tidak mau berkunjung ke rumah Dimas dan akhirnya Dimas yang main ke rumah Gio. Absurd memang, tetapi begitu lah adanya.

Saat ini, Gio sih sedang berpacaran dengan gadis bernama Nina. Kalau kata Dimas, Nina adalah gambaran lain dari sosok Tara. Dan Dimas pernah berkata kalau dia seratus persen yakin bahwa Gio belum benar-benar move on dari kakaknya. Kelihatan sekali kalau Gio memacari Nina karena kemiripan gadis itu dengan Tara. Secara fisik mungkin tidak mirip, tetapi sikap dan sifat, mereka hampir mirip di banyak hal.

Tetapi Gio dengan tegas menolak menyetujui pendapat Dimas dan menegaskan kalau dia benar-benar sayang dengan Nina.

Sepertinya.

Gio berjalan menyusuri koridor menuju kelas Nina, pacarnya.

Sambil berjalan, Gio jadi mengingat pertemuan pertamanya dengan Nina. Mereka bertemu di perpustakaan.

Saat itu Gio sedang ingin cabut pelajaran karena buku tugasnya ketinggalan. Malas mendapat omelan dan hukuman tambahan, Gio bilang kepada ketua kelas kalau dia tidak enak badan, tetapi bukannya ke UKS, Gio justru berbelok ke perpustakaan yang hampir tidak pernah dia masuki kecuali saat sedang mengembalikan buku pelajaran di akhir semester.

Begitu Gio masuk, keadaan perpustakaan sepi. Hanya ada Pak Ade, penjaga perpustakaan yang sedang berkutat dengan komputer dan tidak memedulikan kedatangan Gio. Murid yang cabut saat jam pelajaran ke perpustakaan sudah cukup sering, jadi Pak Ade cuek saja saat Gio melakukan itu. Tapi jangan harap Pak Ade akan melindungi Gio jika nantinya dia tertangkap basah oleh guru piket.

"Isi absen!" ucap Pak Ade tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari layar komputer ke wajah Gio. Melirik saja tidak!

Dengan malas Gio pun menarik buku absen yang tersedia dan menuliskan namanya. Di atas nama Gio ada nama perempuan yang terisi dan menjadi orang pertama yang datang ke perpustakaan hari ini. Gio melihat dari tanggal yang ditulis perempuan bernama Ravenina tersebut adalah tanggal hari ini. Mengingat ini baru jam pelajaran ke dua, tentu saja belum ada murid yang berkunjung ke perpustakaan-selain Gio dan Ravenina itu.

Begitu Gio berjalan ke rak paling pojok, di sana dia melihat seorang perempuan sedang memilih-milih buku dengan serius. Sepintas Gio mengira dia baru saja berhalusinasi sedang melihat perempuan yang sudah mematahkan hatinya, Tara. Tetapi ketika Gio mencubit sendiri lengannya, dia sadar kalau sosok itu bukan Tara. Ini pasti si Ravenina, batin Gio.

Gio melangkah mendekati Ravenina karena penasaran kenapa dia sampai bisa mengira gadis itu adalah Tara. Secara fisik, mereka sama sekali tidak mirip. Tubuh Ravenina tinggi langsing, sedangkan Tara tidak terlalu tinggi dan tidak pendek, standar. Rambut Ravenina hitam legam dan jatuh dengan indahnya di punggung seperti model-model iklan shampo sedangkan rambut Tara coklat bergelombang.

Hell, Tara lagi Tara lagi. Ini sudah enam bulan sejak Tara menolaknya dan jadian dengan teman sekolahnya yang seumuran dengan gadis itu.

Gio meringis perih. Rasa sesak itu masih ada dan entah kapan akan menghilang. Kenapa jatuh cinta selalu lebih mudah daripada melupakan, sih?

Kehadiran Gio sepertinya disadari Ravenina yang kemudian menoleh terkejut menatapnya. Gadis itu bahkan sampai mundur selangkah, mungkin karena dia sebelumnya terlalu fokus kepada jajaran buku di depannya sampai tidak sadar saat Gio mendekat tau-tau cowok itu sudah ada di sampingnya.

Gio memasang senyum. Gio memang ramah kepada siapa saja, dia adalah tipikal yang akan tersenyum pada setiap orang yang ditemuinya. Baik kenal mau pun tidak. Kalau Gio bertukar tatap dengan siapapun, dia pasti tersenyum. Seperti saat ini. Namun jauh dari respon yang sering di dapatnya, Gio malah mendapati Ravenina mengernyit ke arahnya dengan tatapan aneh dan langsung membuang muka begitu saja.

Shit. Wajah jutek itu, benar-benar membuatnya lagi-lagi mengingat Tara.

Kembali ke masa sekarang, saat ini Gio sudah berada di depan kelas Nina. Kelas pacarnya itu sudah sedikit sepi karena sebagian muridnya sudah keluar kelas menuju kantin.

Gio bisa melihat Nina sedang mengobrol dengan teman sebangkunya yang merupakan sahabat gadis itu. Keduanya mengobrol sambil berjalan keluar kelas dan tidak sadar akan kehadiran Gio.

Nina baru sadar ketika puncak kepalanya ditepuk dan dia menemukan Gio sedang memasang cengiran khasnya. "Hai pacar!" sapa Gio ceria yang langsung disambut tatapan jutek cewek itu.

Yeah, walau pun mereka sudah berpacaran tetapi Nina masih tetap jutek setiap kali ada hal dari Gio yang membuat gadis itu tidak suka. Salah satunya adalah membuat malu dirinya, seperti sekarang.

"Gio jangan main kepala! Kepala gue difitrahin!"

Gio terbahak lalu mencubit gemas kedua belah pipi Nina. "Uuu pacarku kalau lagi jutek bikin gemes!" ucapnya gemas.

Fika memutar matanya melihat kemesraan pasangan di depannya tersebut. "Huh, jadi obat nyamuk deh gue! Udah ah, gue kantin duluan ya. Bye, Nin, Yo!"

"Bye, Fik!" Gio melambaikan sebelah tangannya begitu Fika pamit sedangkan tangan satunya masih mencubit gemas pipi Nina membuat gadis itu hanya bisa meringis dan menjerit. "Giooo!" Yang tidak ditanggapi sama sekali oleh cowok itu. "Kantin yuk, yang!"

"Yang yang, peyang!" sahut Nina jutek begitu pipinya terlepas dari kekejaman tangan Gio. Gadis itu pun melangkah cepat meninggalkan Gio membuat cowok itu mengejarnya sambil terbahak.

Gio bahagia bersama Nina. Iya.

Bukan karena dia seperti sedang berpacaran dengan Tara saat dia berpacaran dengan Nina. Iya, bukan. Iya 'kan?

Knock Me OutWhere stories live. Discover now