PROLOG (New Version)

4.3K 80 13
                                    


Prolog
-----------------------

"Nadien," gumamnya. Di bawah kungkungannya, ia merasakan hangat dan lembutnya tubuh yang tengah ia peluk. Maniknya mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk dari sela-sela gorden. Ketika pandangannya terbuka, terlihat seorang wanita yang menatapnya memuja. Ia tersenyum, lalu mengecup dahi wanita itu lembut.

Wanita itu, Nadien, menutup mata guna meresapi kecupan hangat. Benaknya melanglang buana, teringat dengan malam panas yang mereka lalui semalam. Tak lama, terlihat rona merah pada pipinya lengkap dengan senyum mengembang.

"Dan!" Nadien terpekik, Daniel berguling tepat ke atas tubuhnya.

"Pipimu memerah, Sayang," goda lelaki itu. Dikecupnya pipi Nadien, hingga Nadien memalingkan wajah.

"Tidak mungkin," kilah Nadien. Mungkin ia benar-benar malu, bagaimana bisa pipinya memerah pada saat seperti ini. Mereka bukan pengantin baru yang habis melakukan malam pertama.

"Ya, Sayang.... Pipimu memerah," Daniel terus mengecup seluruh wajah Nadien. Terus menerus, hingga terdengar bunyi decapan menggairahkan dari bibirnya.

"Ayolah, aku ingin melihat wajahmu, My Sunsine...."

"Apa maumu?" tanya Nadien.
Di luar dugaan pertanyaan itu berhasil menghentikan aksi Daniel. Ia lantas termangu, mengatur jarak wajahnya dan wajah Nadien. Beberapa detik kemudian Nadien mengelus wajah Daniel lembut. Membuat pria itu terlena oleh sentuhan. Di matanya, Daniel melihat sorot yang berbeda.

Nadien tersenyum.

"Ingin bermain denganku, Baby?" tanya Daniel ragu. Ia memang tidak terlalu yakin Nadien akan menerimanya kembali, tetapi dengan adanya kejadian menakjubkan semalam, pria itu yakin Nadien bisa ia dapatkan. Mendapat sedikit celah, dengan cepat Daniel membawa tangan Nadien tepat di atas pundaknya. Melingkupi hingga wajah mereka saling berhadapan.

 Melingkupi hingga wajah mereka saling berhadapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarak menipis di antara mereka. Dahi dengan dahi, hidung dengan hidung....
Bibir dengan bibir....
Saat pandangannya terbuka, terlihat seorang wanita yang menatapnya memuja. Ia tersenyum, lalu mengecup lembut dahi wanita itu.

"I love you...," gumam Daniel tepat di atas bibir Nadien. Degup jantung terus berlomba, menggaungkan kata ingin meledak, hingga mengalir ke seluruh tubuh. Napas mereka bersatu, senyuman mengembang sempurna, dan sebuah pagutan hangat pun terjadi. Mendobrak seluruh sel darah yang terkunci.

Namun,... Andai saja....

Andai saja semua itu bisa terjadi. Karena yang berada di hadapan Daniel bukanlah wajah Nadien yang tengah tersenyum dan melihatnya dengan penuh keterpesonaan. Wanita itu sedang menangis dalam diam. Memunggunginya, berharap Daniel tidak mengetahui penyesalan yang mengintipnya diam-diam.

Dalam benak pria itu, ia tahu ia telah gagal. Hal yang membuat hatinya terluka dan tak berdaya. Seharusnya wanita itu tahu, bahwa Daniel amat memujanya kali ini. Memperlakukannya dengan lembut dan penuh hati-hati, seolah Nadien adalah sebuah guci keramik yang retak, yang jika terguncang sedikit saja, maka akan hancur berantakan.

The Wedding PromisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang