Bab 3 : Once Again ( New Version )

1.7K 21 2
                                    

Bab 3
Once Again

Pagi ini Nadien bangun dengan perasaan sega, rasa mualnya sudah berkurang sejak beberapa hari lalu. Namun, kehamilannya yang sudah berjalan empat bulan membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Bukan dalam arti sebenarnya memang. Dalam arti ini, Nadien tidak dapat bekerja di kantor maupun menemui orang tuanya di rumah sakit. Perutnya sudah membuncit, kini hari-hari Nadien hanya di apartemen kecil miliknya.

Seperti hari ini, waktu Nadien hanya menonton acara yang disiarkan di TV kabel. Dan pagi ini, dimulai dengan dengan menonton berita pagi, CNN Newsroom. Kesibukannya di kantor setiap hari yang membiasakannya bangun saat pagi buta, membuatnya putus asa karena seharusnya mungkin dia bisa bangun lebih siang. Bunyi dering telepon tiba-tiba mengejutkannya. Dengan langkah gontai, ia menghampiri telepon yang terpasang di atas meja dekat televisi.

"Halo, selamat pagi." sapa suara berat yang sudah sangat Nadien hafal.

"Ya, Dan. Ada apa? tanyanya singkat.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik."

"Aku minta maaf, mendadak aku harus Hawaii, jadi aku tidak bisa menemanimu saat ini. Sudah kau cek rekeningmu?" tanya Daniel menggebu di seberang sana, sangat bukan Daniel sekali.

Nadien sedikit terkesiap lalu tersenyum datar seolah bisa menunjukkan sepenuhnya reaksinya. Ya, ia tahu posisinya seperti apa. Ia hanya terkejut: kenapa di setiap awal perbincangannya dengan Daniel, ia seakan mengharapkan hal lain. Bukan Nadien yang sesungguhnya. Namun ia sadar. Seharusnya wanita itu sudah terbiasa dengan sikap Daniel. Terlebih setelah tiga bulan lalu saat Daniel mengetahui saldo di dalam rekening Nadien berkurang drastis. Sekarang pria itu selalu mengeceknya, tidak ingin wanita itu kekurangan uang.

"Terima kasih, Dan." Nadien menjawab pelan.

"Kau tidak perlu berterima kasih, Nad. Itu hakmu. Bagaimana keadaan ayahmu?"

"Dad sudah jauh lebih baik. Sekarang beliau sudah berada di ruang perawatan. Aku akan menghubungi Mom setiap hari untuk tahu keadaannya."

"Syukurlah kalau begitu. Semoga ayahmu cepat keluar dari rumah sakit,” ucap Daniel tulus. "Lalu kondisimu bagaimana, Nad? Kau masih merasa mual?" sambungnya.

"Tidak. Beberapa hari lalu aku sudah tidak merasakannya." Nadien berharap agar mual itu tidak datang lagi. Karena sangat merepotkan, apalagi ia sendirian di sini.

"Benarkah? Bagus kalau seperti itu. Kadang aku merasa sangat bodoh, istriku hamil tapi tidak tahu apa pun. Padahal ini kehamilanmu yang kedua,” ucap Daniel tiba-tiba hingga Nadien tersentak.

Perkataan Daniel membuat mereka terdiam selama beberapa saat. Sepertinya Daniel pun terkejut apa dengan apa yang sudah ia katakan. Hening. Di kejauhan, lalu lalang di jalan raya menjelma seperti nyanyian. Jauh sekali. Nadien mendadak merasa sepi. Perasaan kosong di hatinya membuatnya merasa terkurung di suatu tempat. Rahasia menjadi satu-satunya penghalang antara dia dan dunia.
Nadien merasa sesak.

"Ya, sudah. Jaga dirimu baik-baik. Begitu aku pulang, aku akan menemuimu,” ucap Daniel memecahkan keheningan.

"Ya."

Sambungan pun terputus.

Nadien memilah-milah setiap perkataan Daniel. Pipinya merona mengingat kata-kata “istriku sedang hamil”. Serasa itu sebuah bunyi asing di tengah keramaian manusia. Bunyi yang perlahan-lahan menghilang sebelum Nadien benar-benar tahu itu bunyi apa.

Dan lagi-lagi, rasa heran dan penuh tanya mengisi pikiran wanita itu. Daniel penuh dengan perhatian saat ini. Jika memang hanya karena anak, mengapa pria itu begitu gigih memperhatikan Nadien, bahkan dari hal terkecil? Daniel mulai rajin mengunjunginya, menelepon. Menanyakan kabarnya. Ketika mereka bertemu, Daniel membantu memegang rambutnya. Mengusap punggungnya saat muntah. Mengantarkan Nadien ke rumah sakit. Bahkan menanyakan apa yang diinginkan wanita itu setiap kesempatan.

The Wedding PromisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang