Bab 1 : The Painting (New Version)

1.9K 50 7
                                    

Bab 1
The Painting

Rasa mualnya terasa kembali. Setengah berlari, ia menuju kamar mandi karena tidak sanggup menahan gejolak yang menggumpal di tenggorokan. Sungguh.... ini benar-benar sangat menyiksa. Dengan napas terengah-engah, Nadien berkumur-kumur lalu mengelap mulutnya untuk membersihkan sisa-sisa muntahan. Setelah merasa lebih baik, Nadien menuju dapur untuk membuat teh hangat.

Kehamilannya berusia dua bulan saat ini. Jadi untuk sementara, ia masih bisa leluasa bekerja seperti biasa. Meskipun setiap bulan Daniel mengirimi uang untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi Nadine tidak mau terlalu bergantung pada uang itu. Terlalu munafik memang, namun memang begitulah dirinya. Ia lebih memilih menerima jatah bulanan seperti biasa, lalu ia berikan pada ibunya. Sementara sebagian ia tabung. Jadi jika sewaktu-waktu ayahnya memerlukan uang, ia tidak perlu meminta pada Daniel.

Kehamilan kedua? Sungguh! Ini adalah sebuah kesalahan yang amat sangat fatal. Mencengkeram pinggiran meja, ia pun menunduk. Melihat perut datarnya dengan tatapan sendu. Dengan gemetar, Nadien mengusap perutnya. Meresapi ada bagian dari Daniel sedang tumbuh dalam dirinya. Lagi... Setelah sekian lama.

Suara bel pintu apartemen membuyarkan lamunannya.
Segera, dengan tergesa ia berjalan membuka pintu apartemen. Dilihat dari lubang pintu, seseorang yang tidak dikenalnya membawa bunga. Nadine membuka pintu dan mengamati lelaki yang memakai seragam berwarna biru.

"Maaf.... Ada kiriman untuk,"-Pria itu melirik kartunya-"Mrs. Nadien Vincenzo," ucapnya setelah memastikan mengeja dengan benar.

Tidak ada yang pernah memanggil Nadien dengan nama itu. Karena ia tidak pernah menceritakan apa pun kepada siapa pun tentang pernikahannya. Nama Vincenzo adalah nama belakang Daniel, nama yang Nadien sendiri merasa terlalu mewah dilekatkan di belakang namanya.

"Maaf, tapi saya Nadien Klein," ucap Nadien ketus. Ia sudah menduga bunga itu berasal dari Daniel.

"Tidak mungkin saya salah. Alamatnya benar. Mr. Vincenzo yang memesan bunga ini untuk penghuni apartemen nomor 7012. Berarti itu Anda, Mrs. Vicenzo," lelaki itu menegaskan sambil melirik ke plat nomor yang menempel di pintu.

"Baiklah, saya terima bunga ini. Terima kasih."

Nadine mengambil bunga itu, menutup pintu lalu termenung menatap buket bunga mawar putih yang segera ia letakkan di atas meja.

Begitu indah, begitu cantik, setelah beberapa lama Nadien enggan menerima bunga. Sempat menegur Daniel, dan hari ini pria itu memperlakukannya bagai gadis remaja yang baru jatuh cinta. Ia menggelengkan kepala.
Dengan ragu dia mengambil kartu ucapan di buket bunga itu lalu membaca:

Kau tiada duanya di dunia ini, Nad...
Terima kasih untuk segalanya...
- Daniel

Bunga ini benar untuknya. Tapi kata-kata itu? Tiada duanya di dunia ini. Tidak mungkin! Mustahil Arlene bisa dihilangkan begitu saja. Kau hanya merayu, Dan. Aku beruntung bukan lagi gadis remaja yang jatuh cinta. Jantung Nadien berpacu dengan cepat. Benarkah ia tidak jatuh cinta? Lantas perasaan marah dan tak suka muncul saat ia membaca kata-kata itu. Sudah pasti semua ini karena Nadien sedang hamil.

Sampai di kantor, kata-kata di kartu ucapan itu masih menyelimuti pikiran Nadien. Ia ingin menghilangkannya, namun ternyata sulit. Untung saja hal itu tidak sesulit tidak menghubungi Daniel. Nadien membiarkannya seperti angin lalu. Tapi entah mengapa Nadine tidak bisa menghilangkan kata-kata itu dari pikirannya. Tidak ada duanya di dunia ini. Apakah Daniel telah menganggapnya spesial saat ini?

"Nad?"

Tidak ada jawaban.

"Nad?!" panggil Thea teman kantor Nadien, keras. Nadien menoleh seketika dan mendapati Thea di hadapannya.

The Wedding PromisedWhere stories live. Discover now