Chapter 30

1.5K 135 6
                                    

Happy reading! :)

***

Niall menggeram lumayan keras, sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tidak pernah ada pikiran di kepalanya, jika mereka akan mati dengan cara seperti ini. Dijadikan sandera, sampai detik-detik menjelang kematian mereka berlima ditayangkan langsung, bukanlah satu dari banyak harapan paling buruk milik Niall. Satu-satunya harapan paling buruk—yang sama sekali tidak diinginkan Niall terjadi—adalah, tim sepak bola kesayangannya yang kalah dalam pertandingan.

Sama seperti Niall, Louis malah kelihatan lebih jengkel lagi. Mata biru setajam elangnya, menatap Claire yang tengah duduk dikursi dengan senyuman miring, yang sumpah Demi Tuhan, sangat tidak disukai oleh Louis. Laki-laki itu mendecak, kemudian mencoba untuk melepaskan ikatan dipergelangan tangannya yang kelewat erat, ketika sebuah kaki, menjejak kaki Louis, membuat laki-laki itu tersentak, dan mencoba untuk menengok ke belakang. Mike, berdiri disana, dengan sebuah pedang katana.

"Kau, bajingan yang paling berengsek dan licik, Mike," kata Harry, dengan suaranya yang paling berat. Mata hijaunya yang biasanya terlihat cerah, kini meredup, menggelap, seiring dengan rahangnya yang mengeras.

"Catatan pertama, kau masih belum melihat seberapa jauh bajingan-yang-paling-berengsek-dan-licik versi diriku, Harry. Ini masih seperempatnya. Kau, masih harus melihatku di kesempatan lain," jawab Mike, tanpa menoleh.

"Aku akan mengambil kesempatan itu, ketika aku melihatmu terbakar di neraka, Robbinson. Iya, kan, itu namamu? Crawford terdengar terlalu baik untuk orang sekeji dirimu." Liam tergelak, lalu memutar bola matanya.

Mike diam saja, sedang tidak ingin berdebat dengan siapapun. Ia tahu, tentang apa yang dirinya lakukan dan pilih. Lagipula, ini semua tidak akan berakhir dengan buruk. Opsi ini kelihatan sangat menantang, dan berbahaya, serta memiliki banyak resiko; seperti menerima kata-kata pedas dari the boys. Tapi, sekali lagi, laki-laki berambut gelap itu, tahu tentang apa yang harus ia lakukan saat ini. Mike benar-benar tahu.

Salah satu dari anak buah Claire, langsung memposisikan sebuah kamera tepat dihadapan the boys. Sebuah tayangan live, langsung muncul pada salah satu televisi diruangan itu. Sementara Claire sendiri, tengah terduduk dibelakang the boys, tanpa memperlihatkan kepalanya—kamera hanya merekam sampai sebatas leher Claire saja, dan Mike, berjalan mondar-mandir, dibelakang the boys, dengan pedang katana nya.

Zayn memejamkan matanya sambil berdoa didalam hati, ketika pedang yang dibawa Mike menyenggol telinganya. Laki-laki itu pasrah. Zayn pasrah, dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sudah tidak ada harapan lagi. Pada akhirnya, pedang itu, tetap akan memisahkan kepala Zayn dengan tubuhnya.

"Terimakasih, sudah mau menyerah sampai seperti ini." Claire memulai, kemudian menyeringai. "Aku penasaran, bagaimana perasaan para Directioners, ketika idola berengsek mereka berada dalam keadaan seperti ini."

Mike kemudian mengarahkan bogem mentahnya ke rahang Liam. Laki-laki berambut cepak itu meringis, menggumamkan sumpah serapahnya.

"Aku tahu, tentang apa yang mereka rasakan saat ini. Rasanya sakit, sangat sakit, sama seperti ketika kalian melihat orang yang kalian cintai mati, tepat dihadapan kalian sendiri." Claire mengepalkan tangannya, sama seperti Mike. Suara tembakan mulai terdengar, tetapi tetap diabaikan oleh Claire. "Ada kata-kata terakhir, boys?"

Niall mengepalkan tangannya lebih kuat lagi, kemudian berkata, "aku dan yang lain percaya; meskipun kami semua mati, kami akan tetap berada didekat kalian. Kalian semua tidak akan pernah sendirian, kami hidup didalam diri kalian. Aku, Liam, Louis, Zayn, dan Harry, tetap menjadi One Direction—BUG!" Mike meninju rahang Niall, tetapi, laki-laki Irish itu tetap melanjutkan, "tetap ingat kami, sebagai One Direction, bukan sebagai sandera seperti ini, bukan sebagai para lelaki yang gampang menyerah."

BANG! BANG! BANG! BANG! BANG!

Begitu mendengar suara tembakan yang memekakan telinga, Mike segera saja melemparkan pedangnya, tepat mengenai jantung Claire. Perempuan itu mendelik, seiring dengan darah yang keluar dari mulutnya dengan deras. Detik selanjutnya, Claire langsung tersungkur di ubin ruangan itu, dalam tubuh yang sudah tak bernyawa.

Kate menembak sebuah kamera yang tadinya merekam the boys, kemudian berlanjut dengan menembak beberapa orang yang sempat ingin menembaknya. Sial, Mike melakukan skenarionya dengan sangat baik, batin Kate.

Perempuan itu menyikut kepala orang yang sebelumnya, bermaksud untuk menyekap dirinya dari belakang. Kate memelintir kedua tangan orang itu, di lanjutkan dengan Kate yang mematahkan kedua lengannya dalam sekali gerakan.

Drew membantu Mike untuk melepaskan ikatan-ikatan yang berada di pergelangan tangan dan kaki the boys. Mike sempat mengucapkan banyak kali kalimat minta maaf untuk Liam dan Niall, karena telah meninju rahang mereka. Namun, segera dibantah oleh Liam, karena seharusnya, dirinya yang harus minta maaf kepada Mike, karena telah mengata-ngatai Mike.

Sudah kubilang, Mike sungguhan tahu tentang apa yang dipilih, dan dilakukannya. Ia benar-benar tahu, jika ini semua tidak akan berakhir dengan buruk. Lagipula, Mike berkata, jika ia, menginginkan Harry harus melihat bajingan-paling-berengsek-dan-licik versi dirinya di kesempatan lain. Dan, sekarang adalah waktunya.

"Kita harus cepat-cepat pergi darisini. Jonathan dan yang lain, sudah memasang peledak dibeberapa tempat." Scott berteriak, kemudian berlari duluan, keluar dari ruangan isolasi, disusul oleh yang lainnya.

"Dirimu lebih licik daripada bajingan yang paling berengsek, Mike. Aku sangat tersanjung," kata Harry, sambil tersenyum miring.

"Aku senang mendengarnya," jawab Mike, lalu mempercepat larinya. "Dan, berita baiknya, adalah kita tidak jadi bertemu di neraka, dengan aku yang terbakar habis disana."

Kate melempar pistol miliknya yang pelurunya sudah habis, kemudian ganti mengambil Revolver dari dalam sepatu boots miliknya. Ia terus berlari, sambil berusaha untuk menembak dengan tepat—di kepala orang yang menghalangi jalan Kate dan yang lain. Kate memperlambat jalannya, lalu mengintip dari balik dinding. Tinggal beberapa langkah lagi, sampai mereka mencapai pintu keluar.

Mike mengeluarkan bom asap dari balik jaket hitamnya. Ia melemparkannya keluar. Setelahnya, ia membisikkan kata 'merunduk' untuk the boys. Dengan itu, dirinya dan yang lain, mulai menembak dengan gila-gilaan, sambil terus melindungi the boys, sampai mereka semua masuk kedalam mobil.

Drew, dan Jonathan langsung mengemudikannya dengan kecepatan yang tinggi, jauh diatas rata-rata. Paul mengangguk kearah Theo. Yang terjadi di detik selanjutnya, adalah gudang tua itu meledak, dengan suara yang memekakan telinga, sampai-sampai Louis khawatir jika mereka semua bisa langsung tuli.

Kate menengok kebelakang, melihat bangunan bekas itu habis dimakan api. Semua orang yang berada didalam mobil bersorak. Dengan senyum yang mengembang, Kate langsung memeluk Zayn yang saat itu berada disebelahnya, dengan erat. Ia sudah tidak peduli lagi, ketika Zayn terkejut akan gerakan refleks Kate. Namun, pelan-pelan, Zayn akhirnya juga membalas pelukan Kate, menenggelamkan kepalanya di bahu perempuan itu.

"Aku mencintaimu, Kate," ucap Zayn, tanpa berpikir panjang, membuat Kate tersenyum lebih lebar lagi. Kate sudah sangat senang; 1. Karena misinya, sudah berhasil, tuntas dengan baik dan sukses, meskipun sempat tenggelam di suatu fakta yang benar-benar pahit, 2. Karena Kate menemukan satu fakta yang dapat membuat dirinya tersenyum lebar.

TO BE CONTINUED!


author's note: yayyyyyyy akhirnya TM selesai jugaaa. kurang satu chapter lagi epilog ueueue

btw, HAPPY NEW YEAR 2018!


The Mission [One Direction]Where stories live. Discover now