3

13.6K 1K 17
                                    


Jacob menghela nafasnya sejenak, alisnya bertaut menyatu seperti ada sesuatu beban pikiran yang begitu menyiksa pikirannya "Ayah akan memindahkanmu ke asrama"

Yemi langsung menatap wajah ayahnya tak percaya "asrama?"

Jacob mengangguk sebagai jawaban dengan kedua tangan menyimpuh dan jari-jemari saling menjalin menyatu, menopang dagu.

"Ayah sadar dengan apa yang ayah lakukan?" Tanya Yemi sekali lagi

"Ya, ayah sadar"

Yemi berdecak sebal atas tanggapan sang ayah "Ayah, asrama itu kuno dan penuh dengan peraturan. Aku tidak ingin berada di sana!"

"Justru banyak peraturan itulah membuatmu menjadi anak yang baik"

"Kurang baik apanya aku ini ayah? Aku selalu membuat tugas tepat waktu, tidak pernah membolos saat jam pelajaran, menghormati guru, lalu apa yang salah denganku?"

"Kau selalu berkelahi, itulah yang salah. Ayah selalu dipanggil oleh gurumu ke sekolah, gara-gara kau bertengkar dengan si ini dan si itu. Apa kau ingin jadi jagoan di sekolah?" Jacob menatap lurus anaknya. Menanti jawaban dengan tatapannya yang tajam.

Yemi yang ditatap demikian menciut takut, satu-satunya orang berbahaya di dunia ini bagi dirinya adalah ayahnya sendiri. Ayahnya tidak akan segan-segan menghukum dirinya jika ia salah. "bukan begitu Ayah, aku tidak akan melakukan hal tersebut jika mereka tidak memulai duluan"

"Pindah ke asrama atau tinggal bersama nenek?"

"Ayah..." Yemi merajuk manja mendengar pilihan yang disodorkan padanya, jelas keduanya tidak menguntungkan baginya. Pindah ke rumah neneknya sama saja cari mati, asrama dan neneknya tak jauh berbeda malahan neneknya jauh lebih kolot dan banyak peraturan. Ini jelas-jelas bukan pilihan yang menguntungkan.

"Tidak ada pilihan yang lain, selain yang ayah sebutkan sebelumnya. Jawabannya ayah tunggu besok pagi" tegas ayahnya tak terbantahkan. Jacob berdiri dari duduknya lalu beranjak meninggalkan ruang makan

Yemi kemudian berpaling menatap ibunya mengiba, memberikan isyarat agar sang ibu mampu meluluhkan hati ayahnya.

Ibunya menggeleng pelan "turuti saja apa kata ayahmu" sebelum beranjak menyusul sang suami, ia terlebih dulu mengecup ubun-ubun Yemi "selamat malam sayang"

"Selamat malam ibu...." Yemi menjawab pelan.

Yemi menekuk wajahnya sebal, ia melihat kepergian kedua orang tuanya dengan cemberut lalu menggaruk kepalanya frustasi.

***

Pagi hari ini begitu cerah, namun tidak seperti suasana hatinya saat ini. Dengan ekspresi muram ia mengambil kopernya yang telah disiapkan tadi malam. Yemi menatap ke sekeliling, poster-poster artis korea maupun hollywood memenuhi dinding kamarnya. Ia pasti akan merindukan kamar ini. Kamar yang mulai ia tempati sejak umur tujuh tahun, dimana ayahnya sendirilah yang mendekor ruangan ini untuk membuat dirinya nyaman. Dan Ayahnya jugalah yang mengecat ke seluruhan dinding kamar ini bahkan saat dulu ia kecil, ia ikut membantu sampai-sampai dimarahi oleh sang ibu karena dirinya hampir diselimuti cat. Tapi ia hanya tertawa senang karena Ayah selalu membelanya.

Ia menghembuskan napas kasar saat memandang foto yang tergeletak di atas nankas. Foto dirinya bersama ketiga temannya "huff, aku pasti akan merindukan mereka"

Yemi menarik kopernya malas, kalau bukan gara-gara si bokong datar Sandra, ia tidak akan seperti ini. Kira-kira jika Sandra tau dirinya pindah sekolah, apakah dia akan senang? Awas saja kau!

Genggaman tangan Yemi pada pengait koper menguat seiring terbayang di benaknya wajah mengejek Sandra yang ditujukan untuknya.

"Yemi, apakah kau sudah siap?" Seru ibunya dari bawah

The Last Heirs 2 : Aristide Keano (Revisi) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang