Ending?

23 0 0
                                    

Ku hanya termenung menatap tubuhnya yang gagah itu kaku. Entah aku yang terdiam atau dunia seakan berhenti menunggu satu jawaban pasti keluar dari bibirku. Ku tak mampu lagi berkata-kata, apalagi yang harus kukatakan. Dunia seakan jatuh jika ku harus membuka mulut ini.

"jika itu yang memang kau harapkan, silahkan aku tidak akan memaksamu untuk tetap bersamaku." Jawabku perih.

"bukan apa yang kuharapkan ind, ini juga untuk kamu."

Aku menganggukkan kepala, ingin mengerti tapi tidak pernah kumengerti arti percakapan kami berdua ini.

"apakah memang harus begini?"

Dia berjalan mendekapku begitu erat didadanya yang bidang, mengelus rambutku seperti biasanya. Tak peduli berapa banyak pasang mata yang menatap kami berdua saat ini.

"aku juga tidak ingin begini, tapi kita berdua terlalu larut dalam dunia kita sendiri."

Rasanya aku tak ingin melepaskan pelukannya yang mungkin akan menjadi pelukan hangat terakhir yang bisa kumiliki. Rasanya, aku ingin muntah. Perutku bergejolak, atau hatiku yang rasanya sesak. Semuanya bercampur aduk. Entahlah.

...

BRUK!!

"hey, hey tolong bantu, ada yang pingsan!!" terdengar suara perempuan yang histeris diikuti oleh beberapa teriakan lainnya. "segera bawa ke poli!", "anak mana?", "entahlah.", "kenapa dia?", "sepertinya pingsan." Beberapa percakapan kecil terdengar sayup-sayup dijauh sana.

Langit-langit ruangan tampak suram, bekas-bekas air merembes dari plafon membuat putihnya cat langit-langit ruangan itu menjadi coklat tak beraturan di dua tempat. Sepertinya butuh diganti.

"apakah kau baik-baik saja?" sebuah pertanyaan sederhana yang langsung terdengar olehku, entah ditujukan kepadaku atau pada orang lain. Seseorang menengadahkan wajahnya tepat diatas wajahku yang sekarang kusadari sedang dalam keadaan berbaring. Membuat pandanganku akan langit-langit ruangan yang kotor itu terganti oleh wajah seorang pemuda sebaya denganku, sepertinya.

"aku?" tanyaku memastikan.

"tentu saja."

"sedikit lemas." Jawabku parau. "aku haus."

Mendengar kalimat terakhirku, dia langsung menyibukkan dirinya dengan mengambil minum yang berada disamping tempat tidurku ini. Aku berusaha untuk bangun, tapi kepalaku pusing sekali. Aku dipapah duduk bersandar dengan bantal olehnya. Dia juga membantuku untuk minum.

"terima kasih."

Seorang wanita tiba-tiba masuk memecah kekosongan diantara kami berdua. Aku mengenal wanita ini, dia mengajar waktu blok biomedik 3.

"Indah Andreana, apakah kau sudah sarapan?" Tanya wanita itu yang kukenal sebagai dr. Ria Buana.

"halo dok, belum nih, biasanya juga aku ngga sarapan."

"trus kenapa kau pingsan? Kamu begadang semalam?"

"ngga dok, tidurku cukup, makan cukup, hanya saja akhir-akhir ini aku tidak pada tempatnya, dok."

"tidak pada tempatnya, apa maksudmu?"

"entahlah, apakah aku bisa pergi dari sini dok?" tanyaku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan yang tak ingin kuceritakan pada siapapun.

"istirahatlah dulu, kamu sudah terlambat masuk kelas sejam yang lalu, lagian temanmu ini sudah membuatkan surat izin sakit untukmu." Jawabnya sembari menatap laki-laki yang masih diam mematung disampingku. "kalau ada apa-apa, panggil penjaga poli saja didepan." Katanya lagi, tapi tidak tertuju padaku, melainkan pada laki-laki tersebut.

Disenchanted, When The Lights Went OutWhere stories live. Discover now