Bab 12

32.1K 3K 39
                                    

"Sabtu ini kamu ada acara?" tanya Satria saat mengantar Indira pulang. Mereka masih duduk di jok mobil Satria di parkiran basement apartemen Indira.

Indira memandang Satria dengan tatapan lain, tatapan sendu yang selalu mengkhiasi wajahnya sejak Abdi menelponnya dua hari yang lalu.
Satria semakin menunjukkan perhatiannya sedangkan Indira harus bersiap pada janjinya dengan Adel. Sabtu ini juga ia berjanji akan bertemu dengan Abdi ditempat yang ditentukannya. Dan sudah berhari-hari juga Indira susah tidur memikirkan akan seperti apa pertemuannya nanti.

"Eng ... Ada emang kenapa?"

"Aku mau ajak kamu jalan."

"Jalan kemana?"

"Kamu bilang ada acara jadi kenapa aku harus bilang kita akan kemana? Kecuali kalau kamu membatalkan acaramu," rajuknya.

Indira merundukkan kepalanya, bagaimana ia bisa sanggup melepaskan segala kenyamanan ini. Hubungannya dengan Satria telah jauh dari rencananya semula, meskipun tak ada kata cinta yang pernah terucap disana. Indira ingin menikmati waktunya dengan Satria yang mungkin tinggal menghitung hari saja.

Namun dengan kesadaran penuh Indira mengakui kalau ia jatuh cinta pada pria di sebelahnya itu. Indira menyandarkan kepalanya di bahu Satria. "Aku tidak bisa membatalkan acaraku," ucapnya lemah.

"Kamu ingin kemana? Biar aku antar?"

"Tidak. Aku nggak mau orang lain liat kita."

Satria mengalungkan tangannya ke pundak Indira dan mengecup pucuk kepala Indira. Memang terasa sulit jika harus berhubungan secara sembunyi-sembunyi. Andai saja ia tidak berhubungan dengan wanita manapun saat bertemu dengan Indira, mungkin saat ini ia sudah menggandeng tangan Indira ke tempat manapun yang ingin ia tuju.
Indira menarik diri dari Satria.

"Kalau aku bisa pulang cepat aku akan menghubungimu," ucapnya lalu mengecup pipi Satria dan membuka pintu mobil.

"Ada apa?" tanya Indira saat Satria menahan tangannya.

Satria bergerak mengecup kening Indira. "Maaf tidak bisa mampir malam ini."

Indira mengangguk lalu turun dari mobil Satria. Satria menghembus napas kesal, ia masih ingin bersama dengan Indira, tapi Ibunya memintanya untuk menjenguk Adel yang belum juga sembuh. Ia juga tidak sampai hati melihat Adel yang masih terbaring lemah di tempat tidurnya.

***
Indira gugup. Sesuai dengan waktu yang ditentukan, ia akan bertemu dengan Abdi di kamar hotel yang telah dipesannya. Bunyi bel sekali lagi menyahut. Indira menghela napas panjang dan menekan ballpoint yang berfungsi sebagai alat perekam lalu memasukkannya ke saku roknya.

Ia membuka pintu dengan tangan gemetar namun ia tak boleh menampakkan wajah gugupnya di depan pria itu. Ia harus kuat dan tampil menekan, hingga pria itu mengakui segala perbuatannya.
Indira tersenyum miring, dihadapannya adalah orang yang hanya pernah dilihatnya melalui gambar saja, namun aslinya tampak lebih kurus dan tinggi.

"Akhirnya aku bisa bertemu langsung denganmu," desis Indira lalu bergeser membiarkan Abdi masuk ke dalam, ia tampak sangat tenang, dan ketenangannya sungguh mengusik Indira. Ia duduk di kursi dan Indira juga menempatkan dirinya di kursi setelah menutup rapat pintu hotel.

"Aku tidak menyangka kamu bisa setenang ini bertemu denganku." Sorot tajam Indira kental akan kebencian.

"Aku menyesal kita harus berjumpa dalam situasi seperti ini." Jawab Abdi dengan gestur tubuh setenang mungkin.

"Menyesal? Kau seharusnya mengatakan penyesalanmu pada polisi lalu mendekam di balik jeruji besi." Sinisnya, Indira menggenggam kedua tangannya geram mungkinkah Abdi pembunuh berdarah dingin yang dengan fasih menutupi segala perbuatannya dengan wajah tak berdosa.

Revenge Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang