#16

60.4K 7.5K 905
                                    


"Dek, lo beneran nggak mau ngajak gue ikut?"

Untuk yang kesekian kalinya, Abby kembali melontarkan pertanyaan yang sama yang telah dia berikan pada Adrian sejak semalam—atau lebih tepatnya sejak Mama memberikan izin pada Adrian untuk pergi ke Jogja. Aileen sempat heboh menolak gagasan tersebut—karena pengaruh trauma masa lalu setelah ayah mereka meninggal akibat kecelakaan darat—tetapi pada akhirnya Mama tetap mengizinkan. Abby tidak berkomentar apa-apa, namun berubah heboh meminta untuk ikut serta kala izin sudah diberikan.

Adrian tidak menjawab. Cowok itu justru sibuk mengecek sekali lagi barang-barang yang ada di dalam kopernya. Begitu dia merasa tidak ada lagi barang yang tertinggal, tangannya langsung menarik risleting dengan cekatan sebelum menguncinya ke dalam selot kunci berpassword yang tersedia.

"Dek, gue doain lo budek beneran ya." Abby berkata lagi dengan nada dongkol karena Adrian hanya mengabaikan ucapannya seperti dia tidak berada disana.

"Mana bisa. Ini urusan keluarganya Lea. Gue mau ngomong apa ke dia kalau lo ikutan ngejogrok di kursi belakang?" Adrian akhirnya menyahut. "Lagian, kak, lo tuh ada kerjaan. Masak iya lo mau bolos ngantor semingguan? Dipecat bos lo baru tau ntar ya."

"Alah, alasan lo membawa-bawa kepentingan pekerjaan gue." Abby mendengus. "Gue mau ikut tau! Udah lama banget sejak terakhir kali gue ke Jogja!"

"Liburan akhir tahun nanti kan bisa."

"Liburan naik pesawat sama road trip tuh beda rasanya, tau!"

"Yaudah, kalau gitu nanti aja pas libur panjang kek lo ajakin Rei nge-road trip. Sampai Bali kalau bisa. Atau nggak pas lo honeymoon sekalian biar lebih berfaedah."

"Kelamaan."

Adrian berdecak, hampir kehabisan energi berdebat dengan kakak perempuannya. "Kak, plis ya."

"Dek, plis ya."

"Mau sampai kapan kalian berdebat terus?" Mama menyela pembicaraan sambal melangkah masuk bersama sejumlah barang di kedua tangannya. Adrian menghembuskan napas lelah, namun salah satu alisnya terangkat kala Mama memasukkan sejumlah obat-obatan hingga multivitamin ke dalam kotak plastik berpengait sebelum kembali membuka koper Adrian dan memasukkan kotak tersebut ke dalamnya.

"Tapi kan aku juga kepingin ke Jogja, Ma!" Abby berseru sambil menatap Adrian dengan sengit. Mungkin ini adalah salah satu dari sedikit interaksi penuh kesewotan yang pernah terjadi antara Adrian dengan kakak-kakak perempuannya. Adrian dikenal sebagai sosok cowok yang akan selalu rela mengalah demi kepentingan kakak-kakaknya, sementara baik Abby maupun Aileen menyayangi Adrian lebih dari apapun di dunia ini. Semuanya bisa berubah kondisi sampai seratus delapan puluh derajat hanya karena sebuah kalimat: road trip ke Jogja.

"Kalau bukan untuk Azalea, Mama juga nggak akan ngizinin Adrian pergi." Mama berkata begitu sambil menatap Abby dan Adrian bergantian. "Kamu harusnya kasihan sama anak itu. Adiknya sudah nggak ada. Dia ditinggal Ayahnya, bukan dengan cara yang sama seperti gimana Papa pergi. Kita masih lebih beruntung, karena selamanya kita akan mengenang Papa sebagai kepala keluarga yang sangat baik. Kamu tau, bersedih untuk orang yang masih hidup jauh lebih menyakitkan daripada berduka karena mereka yang sudah nggak ada. Mungkin dengan ketemu ayahnya sekali saja, dia bisa berdamai dengan keadaan."

"Tuh, dengerin Mama."

Abby hampir saja memutar bola matanya jika dia tidak sadar bahwa yang berada di depannya adalah Mama. Mama adalah pribadi penyabar yang hampir tidak pernah membentak atau marah pada mereka meskipun ketiga bersaudara itu melakukan tindakan yang memang pantas membuat Mama marah. Sayangnya, baik Abby maupun Aileen tidak mewarisi watak itu. Mereka lebih mirip seperti Papa, yang straightforward namun tetap menghargai orang lain. Sepertinya hanya Adrian yang mendapatkan sifat-sifat baik dari kedua orang tua mereka, mulai dari sikap penuh perhatian hingga sifatnya yang mudah memaklumi tingkah-laku orang lain sekalipun itu tidak sesuai dengan standar tingkah-laku yang Adrian anut.

ROSE QUARTZWhere stories live. Discover now