Tengah malam.
Angin menderu bertiup dari barat. Derunya seperti setan mengayun cambuk, melecut hati mereka yang ingin pulang. Tapi Wu Lao Dao tidak bisa pulang, ia harus mengikuti Lu Xiang Chuan pergi ke sana.
Malam hening.
Sepi.
Mati.
Wu Lao Dao tidak tahu akan dibawa kemana. Lu Xiang Chuan meski muda tapi sangat sopan, membuat Wu Lao Dao enggan bertanya.
Sejak awal ia melihat pemuda ini berbeda, persis seperti Lao Bo semasa muda, begitu bercahaya, namun Lu Xiang Chuan lebih sulit ditebak hati dan kemauannya.
'Masa depan pemuda ini pasti berbeda dengan Lao Bo,' pikir Wu Lau Dao, 'Akankah ia lebih bersinar?'
Entah sejak kapan angin berhenti. Namun papan nama rumah makan itu masih terayun sisa terpaan angin. Di keremangan malam, samar-samar terbaca: Ba Xian Lao.
Itulah rumah makan terbesar di kota ini.
Seluruh jendela rumah makan besar itu tertutup rapat, terlihat gelap, mungkinkah para pelayan sudah terlelap?
Lu Xiang Chuan mendorong pintu. Tidak terkunci.
Wu Lao Dao mengikuti melangkah ke dalam. Di lantai atas terlihat lampu menyala benderang.
Lantas kenapa dari luat terlihat begitu gelap?
Wu Lao Dao segera menyadari, tiap jendela dipasangi gorden tebal dan hitam, membuat setitik pun cahaya tidak bisa menerobos keluar.
Ternyata telah banyak orang berkumpul di sana.
Menilik cara berpakain, mereka pasti datang dari berbagai kalangan. Walau latarbelakang mereka tampak berbeda, tapi ada satu persamaan. Mereka terlihat sangat tenang, tubuh sehat terawat, mata mencorong, serta memiliki sepasang tangan yang cekatan dan bertenaga.
Mereka bukan orang sembarangan. Kelihatannya pun mereka tidak saling kenal, tapi begitu melihat Lu Xiang Chuan, seketika membungkuk memberi hormat.
Sepertinya Lu Xiang Chuan telah mengumpulkan begitu banyak orang. Kini mereka semua datang.
Wu Lao Dao sudah tinggal lebih dari dua puluh tahun di kota ini, tapi hanya mengenali sebagian dari mereka, di antaranya adalah bos rumah makan itu. Lelaki inilah yang pertama menyambut Lu Xiang Chuan.
Wu Lao Da sudah mengenal si Bos selama dua puluh tahun, tapi tidak pernah mengetahui hubungannya dengan Lao Bo. Sekarang jelas, lelaki itu anak buah Lao Bo. Jangan-jangan, rumah makan ini pun salah satu bisnis Lao Bo?
Saat itu juga Wu Lao Dao menyadari, kekuasaan Lao Bo ternyata lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan.
Lu Xiang Chuan sangat hormat dan bersikap ramah pada si Bos, layaknya seorang raja yang menghadapi perdana menteri yang berprestasi.
Si Bos bernama Yu Bai Le, membungkuk badan dan berkata sopan, "Kecuali beberapa orang yang berada di luar kota, semua sudah tiba. Silahkan memberi perintah."
Lu Xiang Chuan tersenyum dan mengangguk. "Saudara-saudara, silahkan duduk. Lao Bo mengirim salam untuk kalian."
Semua orang membungkuk dan berkata, "Hamba pun selalu mendoakan dan mengingat Lao Bo. Apa Lao Bo sehat-sehat saja?"
Lu Xiang Chuan tertawa. "Yang Mulia seperti benda terbuat dari besi. Kalian teman lama beliau, pasti lebih tahu daripadaku: bila Dewa Penyakit bertemu dengannya, pasti lari ketakutan."
Semua tertawa.
Lu Xiang Chuan melanjutkan, "Hari ini pertamakali aku bertemu kalian, seharusnya kita bisa minum-minum. Tapi, aku khawatir Bos Yu sakit hati kita habiskan araknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meteor, Kupu - kupu, dan Pedang (Liu Xing Hu Di Jian) - Gu Long
Mystery / ThrillerSemasa hidupnya, Gu Long pernah mengakui bahwa dirinya sangat terpengaruh para pengarang Barat, antara lain Mario Puzo dengan Godfathernya, Ian Fleming dengan James Bond, dan Agatha Cristie dengan kisah teka-teki pembunuhannya. Ramuan dari para peng...