Intention

72 9 1
                                    


--Jika kau ingin sukses, perbaiki dulu niatmu—

Aku tercenung mendengar petuah dari guru BK yang hari itu baru saja kembali dari perjalanan ke luar negeri. Sepanjang hari sukseslah aku terpikir tentang petuah itu; mulai saat aku membuka counter pulsaku, mengerjakan karya ilmiah, mengajar kursus untuk anak SMP, bahkan ketika memasak.

Di dalam kamar aku mondar-mandir memikirkannya. Saat itu sesuatu tengah menatapku dengan mata bulatnya yang tanpa nyawa dari pojok kamar. Aku seketika berhenti dan berdiri tepat menghadapnya sambil berpikir.

"Well, tidakkah kau pikir hal itu cukup janggal? Aku benar-benar ingin sukses, tapi... apa aku harus merubah niatku?"

Ia terdiam.

Seperti biasanya. Layaknya boneka.

Aku mendengus, menyerah, lalu membawanya ke atas tempat tidur, dan aku membaringkan diri tepat di sampingnya. Rumah yang besar ini sepi dan redup, membuatku sangat tenang.

"Sejak kau datang, aku heran mengapa tak ada yang menyukaimu." Bisikku seolah bernostalgia, "Padahal tak ada yang salah. Orangtuaku bahkan membuangmu lagi. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa."

Aku mengayunkan sebelah tanganku hingga menyentuh lantai kamar. Dalam keremangan, aku menoleh ke arahnya. Matanya yang bulat kehijauan tanpa kehidupan, lekuk bibir dan tubuhnya yang pucat sempurna, serta permukaan tubuhnya yang halus dan dingin seperti patung marmer – mewakili makna sempurna.

Ia cantik.

Meskipun....... ia berwujud pria sepertiku

Meskipun....... mulai dari siku, tangan kirinya sudah tak ada.

                              Mulai dari lutut, kaki kirinya sudah tak ada.

Aku menatapnya sendu.

"Aku takkan mengubah niatku, Ki." ujarku pelan, mengayunkan perlahan tanganku yang kubiarkan terjulur di tepi kasur. "Bukan salahku Ayah dan Ibu tak ada lagi. Toh, mereka melakukan hal yang buruk padamu."

Dalam kamar berpendingin ini, dada pucatnya seolah beku. Naik turun dengan sangat lambat. Samar-samar terlihat memar tersebar di tubuhnya.

Lehernya

Pergelangan tangan

Serta... paha dan pinggulnya.

"Tenang saja, sayang." selorohku santai, "Niatku agar sukses untukmu takkan pernah berubah." aku menutup percakapan dengan senyum bahagia.

Senyum yang kian manis ketika ia perlahan menoleh. Masih dengan bibir pucat dan mata boneka itu—yang kini mengalirkan air mata, menatap lurus ke arahku.

Sementara, sebelah tanganku meraba cutter berhias darah kering dari balik bantal. Pun tanganku yang menjuntai, meraba beberapa benda sebesar sosis yang bertebaran di dekat kolong tempat tidur. Potongan benda-benda pucat.

Yang halus dan dingin seperti patung marmer.





HEY HEY HEY HEY!!! :v  (maaf, author lagi ketularan hebohnya Bokuto)

HOLA para readers~ Kalau ada pendapat, atau komentar, atau bully buat cerita ini, silakan coret-coret kolom komentar :v

semua Kritik dan Aspirasinya sangat berguna buat perkembangan karya author selanjutnya~ jadi Author sebisanya akan menerima masukan apapun!

SELAMAT MEMBACA~ >o<

DARKNESS side of the QUOTESWhere stories live. Discover now