Part 3

10.1K 915 19
                                    

Pagi ini Jakarta diguyur hujan. Terdengar rintikan suara hujan diluar. Kedua insan manusia itu enggan untuk membuka matanya walaupun hanya sebentar saja. Reno merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Dengan perlahan kelopak matanya terbuka. Pertama kali ia melihat kepala seseorang di atas dadanya. Potongan-potongan masa lalu terkenang dimana ia menghabiskan malam dengan Tiara.

Jantungnya berdegup tidak beraturan, ia mencoba mengelak keadaan ini. Dengan pelan dan pasti, ia bangun sembari menguar rambut dengan jemarinya. Ia mendongakan kepalanya menatap kaca besar yang menjadi penghalang dari hujan. Hujannya cukup deras. Suara lenguhan Tiara menyadarkan dari lamunan panjangnya. Reno menoleh.

"Sudah pagi?" Tiara masih memejamkan matanya. Ini terlalu nyaman ia tidak ingin menyapa dunia pagi ini. Hatinya yang berselimut kedongkolan terhadap Reno kemarin kini terasa ringan.

"Sudah jam delapan pagi tepatnya." Sahut Reno singkat. Sontak kedua mata Tiara terbuka lebar.

"Jam delapan? Wah ini sejarah dalam hidupku!!. Biasanya aku bangun jam sepuluh." Reno menatapnya datar seakan apa itu suatu penghargaan?. Tiara tersenyum simpul, " maaf, aku akan masak kalau begitu," ia menyibak selimut dan kaki mungilnya menyentuh lantai yang dingin.

"Katamu tidak bisa memasak?" Reno bersedekap meminta penjelasan.

"Untuk roti panggang dan segelas susu, aku bisa,"

"Aku minum kopi." Sela Reno membenarkan.

"Oke, kopi dan aku susu. Mandilah, kamu bekerjakan?" Tiara mengambil jubah tidurnya lalu mengenakannya tanpa melihat efek yang ditimbulkan olehnya. Memamerkan punggung yang putih dan harus. Reno bereaksi ingin menerkam Tiara saat itu juga. Hatinyalah yang membentengi dirinya.

"Apa bonekamu tidak kamu bawa?" Tiara menoleh, Puppy miliknya sedang tidur di ranjang.

"Bisa kamu jaga untukku?" Tiara melempar senyuman mengejek. Reno mendengus tidak suka. Reno menatap punggung yang mulai lenyap dari penglihatannya. Ia mendesah panjang sebelum masuk ke kamar mandi. Berharap tidak ada perdebatan di pagi ini.

Di dapur Tiara bersenandung, ia begitu bersemangat menbuatkan sarapan untuk sang suami. Gadis berdarah Jerman itu menikmati momen dimana ia bisa menyuguhkan makanan untuk Reno. Roti panggang dan susu dan kini secangkir kopi ia buat. Sesuatu yang baru dalam hidupnya. Rotinya sudah matang berwarana keemasan di letakannya ke piring saji. Dengan langkah sigap ia mengambil susu di dalam kulkas. Dan membuatkan kopi hitam bercita rasa pahit untuk suaminya.

Suara deheman menggangu dirinya yang sedang asyik menata meja. Pria itu berdiri dengan tetap seolah ialah penguasa. Tiara menelusuri tatapannya dari bawah sampai atas. Ia langsung merengut, Reno telah memasangkan dasinya sendiri. Padahal sang istri berimajinasi jemari lentiknya yang melilitkan dasi tersebut di leher Reno. Sesi itu pasti romantis dan kecupan manis sebagai bayarannya. Helaan napas Tiara tidak luput dari Reno. Dahinya menyergit berkata 'apa ada yang salah dengan penampilanku?'

"Kamu sudah rapih?" Matanya mendelik tidak suka. Reno melangkahkan kakinya, menarik kursi utama. Meja makan sudah tersedia hidangan sederhana. Ia menghargai itu.

"Ya, seperti yang kamu lihat." Tangannya terulur mengambil secangkir kopi, "lumayan," ucapnya setelah menyecap kopi buatan Tiara.

"Syukurlah, setidaknya tidak membuatmu muntah." Balas sengit Tiara. Ia duduk di pinggir kanan Reno.

"Kamu tidak mandi?"

"Bagaimana aku bisa mandi. Siapa yang akan membuatkanmu sarapan ini?" Tiara meminum susu.

"Kamu jorok sekali," dengus Reno. Tiara tidak mau ambil pusing ia mengunyah roti panggangnya.

"Jangan minum susu kemasan lagi. Nanti kita beli susu hamil untukmu, sepulang aku bekerja." Reno mengiris roti panggangnya.

Remember Me Where stories live. Discover now