Part 5

8.2K 927 34
                                    

"Mau sampai kapan kamu cemberut seperti itu?" Reno menggeser piring ke depan Tiara. "Makan dulu, kamu juga belum makan, kan?" yang ditanya tetap diam. "Kamu itu bukan anak kecil lagi yang makan harus disuapi. Pikirkan anak kita." Dengan malas Tiara memulai menyantap makanannya. Nasi goreng yang dipesankan Reno.

Reno menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan sikap istrinya yang masih kekanakan. Hatinya masih enggan terbuka untuk wanita tersebut. Seakan ada prisai menjaga hatinya. Ia menyakini hanya belum, bukannya berarti tidak. Tinggal menunggu waktu sebagai jawabannya nanti. Rasa cintanya kepada Raina cukup dalam hingga menyesakkan apabila mengingatnya.

"Jangan bersikap anak-anak lagi, Tiara. Kamu itu akan menjadi seorang ibu." Tangan Tiara terhenti saat akan menyuap.

"Wajar saja aku masih muda, umurku baru dua puluh dua. Itu masih mudakan?"

"Sangat muda, tapi ada baiknya kalau kamu sadar diri."

"Sadar diri?" nada bicara Tiara naik tidak suka.

"Iya, bersikap dewasalah. Kamu sekarang itu seorang istri dan akan menjadi seorang ibu. Tidakkah kamu berpikir bagaimana layaknya menjadi seorang istri dan ibu?"

"Aku belum berpengalaman menjadi istri atau ibu. Jadi aku tidak tau apa yang harus dilakukan!" terdengar dingin ditelinga Reno.

"Bersikaplah dewasa seperti Raina." Tubuh Tiara sontak terperanjat. Apa hubungannya dengan Raina. Ia menatap dalam mencari tahu jawaban yang sesungguhnya. Reno berbalik menatapnya. Tiara terkejut sendiri membaca apa yang tersiratkan. Mata tidak pernah bohongkan?. Ia tertegun, dadanya memanas.

Itu tidak mungkinkan?

"Kita sedang makan, berdebatnya ditundanya dulu." Reno menyeruput kopinya. Hati Tiara bertanya-tanya arti sorotan mata itu. Entah kenapa menyebut nama 'Raina' mata itu menampilkan kebahagiaan yang tersembunyi. Kepalanya menggeleng beberapa kali. Menyangkal itu, kenapa hatinya sakit sekali?.

Kenapa harus Raina?

Selama perjalanan pulang Tiara tidak bicara sedikit pun. Wanita mempunyai indera perasa lebih tajam. Hati kecilnya mengatakan jika ada sesuatu pada Reno. Seakan mempunyai perasaan lebih terhadap Raina, mantan calon istrinya. Kesesakan menyelimuti paru-parunya. Jika itu benar?. Apa yang harus dilakukannya?. Tiara menoleh ke Reno dengan tatapan penuh luka.

Ia tidak bisa berbuat apa-apa terlebih dengan perasaan. Tidak bisa dipaksakan dan melupakan dengan mudah. Semua butuh proses untuk merubahnya dan itu pun tidak menjanjikan akan ada perubahan nantinya. Perasaan itu kasat mata, tidak bisa disentuh tapi dirasakan.

Di apartement, Reno menyadari sikap istrinya yang tidak berucap sepatah kata pun. Tidak ada perdebatan sedikit pun. Apa Tiara sakit?. Ia memandangi punggung yang masuk ke dalam kamar sedangkan dirinya menaruh belanjaan di dapur. Segera menyusul untuk melihat keadaannya. Wanita itu meringkuk di ranjang.

"Tiara, kamu masih marah atau sakit?" ia duduk dipinggir ranjang. Tangannya terulur ingin menyentuh surai rambut Tiara yang membelakanginya namun tertahan di atas angin.

"Tidak apa-apa, aku hanya lelah." 'Hatinku yang sakit,' lanjutnya dalam hati.

"Ya sudah, istirahatlah. Aku mau menaruh belanjaan ke kulkas. Oia, kamu belum minum susu. Aku buatkan mau?"

"Tidak usah, terimakasih."

"Tapi.." hendak membantah.

"Besok pagi saja aku minumnya. Aku mengantuk." Berpura-pura menguap.

"Baiklah," Reno tidak bisa memaksanya lagi. Pria itu pun pergi. Tiara berbalik dan terlentang menatap langit-langit kamar.

"Dasar pria tua! Apa kamu tidak merasakan perasaanku. Apa kamu tidak tau arti tatapan mataku. Apa kamu tidak menyadari kehadiranku terlebih cintaku. Kamu menganggapku seperti adik yang harus dijaga!" dumelnya. "Bagaimana kalau Reno mempunyai peresaan lebih kepada Raina?" bibirnya membulat terkejut sendiri. "Kalau benar? Sekarang dia pasti sedang patah hati!" serunya. Patah hati karena lusa pernikahan Raina dengan Bayu. "Ternyata kita pasangan patah hati." Senyumnya miris.

Remember Me Donde viven las historias. Descúbrelo ahora