29. Troll

139 10 0
                                    

"Teman-teman! Aku rasa kalian harus segera menyingkirkan batu-batu itu," ucap Fulbert dengan suara sedikit keras. Takut membangunkan makhluk yang berada di hadapan mereka lebih jauh lagi.

Makhluk itu mulai bergerak dalam tidurnya. Ia bangun dan menatap mereka dengan pandangan bingung. Tubuhnya seperti terbuat dari bebatuan, warnanya nyaris sama dengan dinding gua. Jika saja mereka tidak melihat mata merahnya yang terbuka, mereka pasti akan mengira itu adalah tumpukan batu. Dan panjang atau tingginya tidak kurang dari lima meter.

Gua kembali bergetar saat makhluk itu berusaha untuk menegakkan tubuhnya. Mata makhluk itu langsung menatap Fulbert dan Kalena dengan pandangan marah karena telah berani mengganggu tidurnya. Troll itu mengeram, membuat dinding gua kembali menjatuhkan bebatuan kecil akibat runtuhan tadi.

Kalena dan Fulbert hanya bisa terpaku di tempatnya dan menatap troll itu dengan pandangan tercengang. Tidak ada jalan untuk lari, itu artinya mereka harus menghadapi makhluk ini di sini, di sarangnya sendiri.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Kalena tercekat.

Sekarang troll itu telah berhasil menegakkan tubuhnya dan menatap mereka dengan nyalang. Sepertinya ia memang sangat tidak suka jika ada yang mengganggu tidurnya.

"Tidak ada jalan lain, bukan?" jawab Fulbert menatap Kalena sekilas. "Singkirkan batu-batu itu dan aku akan berusaha mengalihkan perhatiannya!"

Fulbert langsung menghambur ke hadapan troll yang sedang marah tersebut meninggalkan Kalena yang menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Kalena langsung menjalankan perintah dari Fulbert. Sedikit demi sedikit ia berusaha menyingkirkan batu-batu tersebut dari pintu gua.

Sementara Kalena sibuk dengan batu-baru yang menghalangi jalan keluar mereka, Fulbert sekarang tengah sibuk melawan si raksasa batu tersebut. Julukan itu sangat pantas untuk diberikan padanya, itu menurut Fulbert. Ternyata kulitnya bukan hanya terlihat seperti batu, tapi benar-benar keras selayaknya batu. Setiap serangan yang ia lancarkan padanya seperti tidak ada pengaruhnya. Fulbert bahkan sudah kehabisan ide untuk menaklukan troll itu.

Fulbert melompat berusaha menghindari pukulan maut yang dilemparkan troll tersebut padanya. Sementara matanya memperhatikan dengan jeli setiap langkah yang diambil oleh si troll, otaknya terus berusaha mencari cara untuk melumpuhkan makhluk tersebut.

Troll itu seperti batu dan batu hanya bisa dihancurkan oleh batu kembali. Sepertinya Fulbert memang harus bisa melemparkan makhluk itu ke dinding gua, tapi jika gua itu sampai runtuh bukan hanya si troll yang akan mati, dia juga akan mati.

Fulbert berusaha mengayunkan pedangnya untuk melukai makhluk tersebut sehingga menimbulkan bunyi yang nyaring.

"Dasar batu!" umpat Fulbert kesal.

Ia sudah hampir kehabisan tenaga dan lawannya ini masih sangat aktif mengincar dirinya. Mata merahnya tidak pernah lengah untuk memperhatikan makhluk kecil di hadapannya. Baginya Fulbert itu seperti hama yang sangat menjengkelkan. Ingin sekali ia menindas dan menginjaknya hingga tidak berdaya. Tapi Fulbert terlalu gesit sehingga ia kesulitan untuk bisa mengimbanginya dengan tubuh besarnya.

"Fulbert!" teriak Kalena saat melihat Fulbert jatuh tersungkur akibat pukulan dari troll tersebut.

Fulbert berusaha untuk bangun. Tubuhnya terasa remuk akibat pukulan yang baru saja ia dapatkan. Tubuhnya masih belum mampu bergerak saat melihat tangan besar itu digerakkan untuk memukulnya kembali.

Namun, sebelum itu terjadi Kalena berusaha mengalihkan perhatiannya dengan melemparkan sebuah batu padanya.

"Di sini troll jelek! Tubuhmu besar tapi matamu ternyata sangat kecil sehingga tidak bisa melihat keberadaanku! Dasar batu!" ejek Kalena pada troll tersebut.

History of Florean : The Return Of The King MonsterWhere stories live. Discover now