1

18.6K 430 25
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul setengah tujuh pagi dimana aku baru saja selesai mengikuti pelajaran olahraga, kuhapus peluh yang mengalir perlahan dari pelipis menuju pipiku sambil mengipasi wajahku dengan sebuah buku tulis yang sudah tipis karena sering aku sobek untuk mengerjakan soal.

Jangan tanya kenapa aku harus mengorbankan bukuku sebagai kipas karena kelasku tidak memiliki kipas barang satupun. Huft! Sudah bisa dibayangkan bukan, setelah mengikuti pelajaran olahraga dengan lari 3 kali putaran lapangan dan setelahnya langsung bermain basket dengan keringat yang sudah bercucuran, tapi setelah sampai di kelas malah tidak ada kipas angin atau yang lebih keren sedikit, AC.

Kuluruskan kaki yang rasanya seperti sudah mau lepas saking lelahnya. Saat sedang menikmati angin sambil menutup mata, kurasakan ada yang duduk di bangku sebelahku dan langsung menggebrak meja. BRAKKK!

"Heh, bikin orang kaget aja! Untung aku gak punya serangan jantung!" omelku sambil memelototinya.

"Aku kesel, Vik!

"Kenapa lagi?"

"Izan, dia udah empat hari gak ngabarin aku. Kemana coba? Aku udah tanya sama temen sekelasnya tapi pada gak tahu."

"Gak masuk mungkin, sakit atau izin kali. Kenapa gak tanya sama orangtuanya aja?"

"Aku mana punya nomer teleponnya, Askanah Havika...." jawab Hasna gemas.

"Itu sih derita kamu, kenapa gak samperin aja ke rumahnya?" saranku.

"Ide bagus! Nanti sore aku kesana deh." Ujarnya semangat lalu berlari keluar kelas.

Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku sahabatku itu, bagaimana bisa seorang Aditya Rifqi Hamizan yang seorang anggota OSIS dan ketua tim basket itu mau berpacaran dengan sahabatku, Hasna Salsabila yang notabene-nya bawel dan menyebalkan.

Kadang aku bingung, enaknya pacaran itu apa? Buang-buang waktu, buang-buang uang, nambah dosa iya. Tapi zaman sekarang kalau gak pacaran katanya gak gaul, cupu, kuper, aneh. Memangnya jadi gaul bisa membawa kita ke surga? Tidak kan? Tentu tidak. Tapi kenapa semakin lama malah banyak remaja pacaran? Itu karena pengaruh budaya barat, tidak hanya anak SMA saja yang tahu apa itu pacaran, tapi anak SMP bahkan SD pun sudah tahu. Dan itu bukan sesuatu yang pantas untuk dibanggakan, menurutku.

Aku sudah berada di dunia sejak 16 tahun yang lalu dan aku tidak pernah sama sekali merasakan dan mengalami yang namanya masa-masa pacaran. Kalau kalian tidak percaya, tanyakan saja pada Hasna. Bahkan dia bilang aku ini "Jomblo Bertahan" kurang baik apalagi sahabatku itu?

Menurutku ada jalan yang lebih baik selain pacaran, yaitu Taaruf. Tentunya Taaruf berbeda dengan pacaran. Taaruf adalah perkenalan seorang muslim dan muslimah yang sesuai dengan agama Islam, dimana Taaruf ini artinya lebih terarah ke silaturahmi atau perkenalan, dimana perbedaan Taaruf dan pacaran itu sangatlah nampak.

Dalam bertaaruf, kita hanya boleh sekedar kenal tidak boleh berduaan, bahkan saling tatap pun dibatasi hanya satu kali. Namun, bukan berarti silaturahmi kita terputus, tentunya tidak. karena sesungguhnya tujuan dari Taaruf ini mengenal calon pasangan kita dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Taaruf juga hanya dijalani oleh orang-orang yang sudah siap untuk menikah, dalam artian siap lahir, batin, dan materi.

Sedangkan pacaran punya banyak arti namun intinya dimana ada sepasang lawan jenis yang saling menjalin hubungan itulah yang disebut pacaran. Pacaran sering diartikan juga sebagai jalan untuk mencari jodoh lalu menikah. Lalu bagaimana dengan anak SD, SMP, dan SMA yang sudah berpacaran, apa itu artinya mereka berpacaran untuk mencari jodoh dan menikah? Tidak, justru karena belum siap menikah maka mereka memilih jalan dengan berpacaran yang justru bisa menjerumuskan mereka pada dosa karena seringkali banyak kemaksiatan terjadi saat masa-masa pacaran.

Tidak akan ada habisnya jika aku memikirkan masalah pacaran pada remaja zaman sekarang, dari pada memikirkan pacaran, akan lebih baik jika aku makan dan ganti seragam sebelum bel berbunyi. Aku mencari Hasna untuk mengajaknya makan bersama, tapi ternyata dia sudah sampai duluan di kantin. Huh, anak itu!

"Dasar, aku nyariin kamu dari tadi eh malah udah duduk santai di sini!" Omelku sambil mencubit kedua pipinya yang tembam.

"Hehe maaf, dari pada ngomel terus mending cepet pesen makanan." Ujarnya nyengir kuda.

Aku berjalan ke arah warung penjual di kantin dan memesan makanan "Bu, saya pesan gado-gado sama air mineral ya." Aku menyebutkan makanan apa yang aku pesan. "Siap Neng, ditunggu sebentar ya." Jawab penjual itu ramah.

Aku duduk di hadapan Hasna sambil memainkan ponselku, tapi aku merasa Hasna terus memperhatikanku.

"Apa lihat-lihat? Nanti naksir tau rasa!"

"Dih ogah, udah punya Izan kok. Kamu kapan dong punya pacar, Vik?"

"Aku gak mau punya pacar, aku maunya punya suami. Tapi nanti kalau aku udah bisa bahagiain Umi dan Abi."

"Kali aja kalau kamu punya pacar terus nanti pacar kamu jadi suami kamu, kan sweet banget."

"Dih, belum tentu. Siapa yang tahu kalau Izan bakal jadi jodoh atau suami kamu nanti? Jangan-jangan kamu malah lagi jagain jodoh orang."

"Ih Vika kok ngomongnya gitu!" protesnya tak terima.

"Apa yang salah?" tanyaku pura-pura polos.

"Permisi Neng, ini pesanannya." Ujar ibu-ibu penjual melerai perdebatan kami.

"Makasi, Bu." balas kami bersamaan.

"Sama-sama Neng, selamat makan."

Aku mengaduk gado-gado di hadapanku agar tercampur, sedangkan Hasna sudah tidak sabaran ingin memasukkan untaian mie goreng ke dalam mulutnya tapi aku halangi. "Baca doa dulu, kebiasaan banget." Hasna hanya cengar-cengir lalu meletakkan sendoknya kembali, kami pun membaca doa sebelum makan lalu melahap masing-masing makanan kami.

Setelah makan dan membayar pesanan, aku dan Hasna segera kembali ke kelas untuk mengambil seragam lalu ke kamar mandi untuk berganti seragam. Sesampainya di ruang ganti, aku melepas jilbabku perlahan dan membenahi ikatan rambutku yang mulai turun.

"Rambut kamu mulai panjang, Umi gak nyuruh potong rambut lagi?" tanya Hasna melihat untaian rambutku yang panjangnya sudah di bawah bahu.

"Nggak, aku mohon-mohon sama umi buat manjangin rambut. Awalnya emang diceramahin panjang lebar, tapi Abi ngedukung aku. Menang deh haha." jawabku menceritakan perjuanganku untuk membujuk umi agar tidak memotong rambutku karena dari kecil aku belum pernah punya rambut panjang.

"Hahaha jadi inget zaman SD waktu Umi dengan beraninya motong rambut kamu model cowok. Tapi asli pas itu kamu jadi ganteng banget Vik, coba kalau kamu cowok beneran pasti udah aku pacarin hahaha!" Hasna tergelak mengingat kejadian saat kami masih kelas 2 SD.

"Kalau aku jadi cowok, mana sudi punya pacar kayak kamu. Selain bawel, ngeselin pula. Udah ah cepet ganti baju habis itu balik ke kalas atau mau aku tinggal?" balasku tajam.

Setelah kami selesai mengganti seragam olahraga dengan seragam sekolah, kami kembali ke dalam kelas. Beberapa menit kemudian bel berbunyi. Saat guru sudah masuk ke dalam kelas, seisi kelas membaca doa sebelum memulai pelajaran.
Empat jam pelajaran sudah kami lewati, waktu istirahat pun sudah kami nikmati.

Memasuki waktu dzuhur, semua murid SMA Al-Hidayah diberikan waktu luang selama dua puluh menit untuk menunaikan salat dzuhur berjamaah di masjid sekolah. Hal ini dilakukan karena sekolah memulangkan muridnya pada pukul dua 13.50 sehingga dikhawatirkan murid-murid tidak sempat menunaikan salat dhuzur setelah sampai di rumah masing-masing.

Salat berlangsung khusyuk yang diimami oleh salah satu guru agama di sekolah. Setelah selesai salat berjamaah, semua murid kembali ke kelas masing-masing untuk menuntaskan pelajaran hingga empat jam berikutnya. Jam pelajaran sekolah berbeda dengan jam sehari-hari, kalau di sekolah, satu jam pelajaran sama dengan empat puluh lima menit.

Hal yang paling ditunggu murid pada umumnya adalah bel pulang sekolah, tepatnya saat ini. Bel sudah berdering dan semua murid duduk dengan tertib untuk membaca doa setelah belajar. Barulah setelah itu murid-murid berhamburan untuk keluar dari kelasnya masing-masing.

TBC :)

Pacaran vs TaarufWhere stories live. Discover now