Bab 1- Siapa Kau?

598 25 9
                                    

Namaku Mia, Salsabila Annurmia Azizahra. Kak Danu bilang kalau namaku berarti Bunga yang tumbuh pada bulan Mei di mata air surga yang mengalir. Usiaku sekarang 17 tahun. Aku bersekolah di SMA Residensial Jakarta.

Aku adalah adik kandung perempuan, Naomi Abigail Soetomo. Masa remajaku sedikit berbeda dari remaja pada umumnya. Kalian pasti sudah tahu bahwasannya aku dan kakakku tidak tinggal serumah dan aku tidak ingin membahas perkara itu kembali di sini.

Yang sekarang menjadi tujuan hidupku adalah menyatukan kembali apa-apa yang telah retak agar kembali utuh seperti sedia kala.

17 tahun terakhir ini aku dan kakakku mengalami hal-hal yang susah sekali kami terima. Hal pertama yakni ternyata kami adalah saudara kembar identik dan kami baru mengetahuinya saat usia kami 9 tahun. Yang kedua, kami tinggal di lingkungan sosial yang berbeda dengan orang tua yang berbeda. Yang ketiga, bahwasannya ibu kandung kami masih belum tahu bahwa putri kembarnya-kak Abby-ternyata masih hidup dan mirisnya ia diberikan kepada keluarga kaya oleh ayahku secara diam-diam demi biaya operasi kakak selungku-kak Satria- dan kelahiran kami, namun kakak kami berakhir meninggal. Yang keempat, keluarga yang ditinggali oleh kak Abby menyimpan rahasia luar biasa. Dari mulai perempuan Thailand yang mengaku sebagai ibu pengganti kak Abby, mama kak Abby yang belum mengetahui bahwa kak Abby bukan putri kandungnya yang hilang saat kerusuhan di Jakarta, meski sekarang ia sudah tahu dan shock hingga ia koma, dan rahasia yang membuatku masih tak percaya adalah bahwa papa kak Abby memiliki anak perempuan lain, hasil dari perselingkuhannya dengan tante Tia; saksi kunci hilangnya anak kandung Mama dan Papa kak Abby. Yang terakhir, Kelima adalah bahwa aku dan kak Abby sama-sama mencintai satu orang pemuda yang sama; Kak Danu.

Bukankah peristiwa ini mampu membuat pelik kami semuanya? Yah... Aku sangat lelah dengan ini semua.

Tapi aku sudah basah dan aku tidak mungkin bisa berpaling meski ini semua menyesakkan sekali. Membuatku hampir tenggelam dalam lumpur yang setengah kering.

Itu semua adalah masalah kami. Semuanya mulai jelas ketika sahabatku sendiri mengkhianatiku demi seorang pemuda yang dia cinta lebih memilih diriku.

Belum selesai itu semua. Belum. Aku belum menemukan putri kandung mama kak Abby dan aku kembali tersandung kenyataan pahit lainnya. Kakakku divonis dokter mengidap Leukemia.

Karena penyakitnya itu, pemuda yang mencintainya -kak Rangga- membuat permohonan kepada pemuda yang kucintai dan sekaligus adik tirinya- Kak Danu-untuk mendampingi kakakku. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan dan membujuk Kak Danu untuk bersamanya.

Kak Danu menolak keras permohonan kak Rangga sebelum akhirnya peristiwa kematian adik perempuan mereka kembali menjadi bayang-bayang dan rasa bersalah kak Danu. Membuatnya bimbang dan resah.

Demi diriku dia akhirnya bersedia menemani kak Abby di rumah sakit untuk perawatan sedangkan aku dan Kak Rangga beserta Seira, kak Mifta dan Naura pergi ke Rumah Sakit Jiwa di Malang untuk menemui saksi kunci Tante Tia yang dirawat di sana.

Berbicara dengan seorang yang kehilangan rasa kejiwaannya merupakan sesuatu yang mustahil, bahkan terkesan tak mungkin. Tetapi kak Abby memiliki keyakinan yang kuat, sama halnya dengan diriku sebelumnya, sebelum keyakinanku hancur oleh Rania yang mengkhianatiku dan Papa kak Abby yang mengkhianati istrinya-mama Kak Abby-dan berselingkuh dengan tante Tia sampai suster itu hamil Naura.

Aku meraih tangan kak Danu yang lemas dan terlihat pucat. Dia masih belum sadar. Sudah dua hari berlalu ketika kejadian di kereta Api. Jika saja yang terbentur batu itu aku dan bukan pemuda yang kucintai ini mungkin hatiku takkan sesakit ini. Mungkin hatiku takkan terluka seperti ini.

Kenapa aku harus lompat dari kereta api? Kenapa juga kak Abby dan Kak Danu berlari mengejar kereta Api yang kunaiki? Bukankah Kak Danu, aku dan Kak Rangga sudah sepakat bertukar hati demi kebaikan kak Abby?

Andai saja kak Abby bersedia memberi penjelasan dan tidak bungkam seperti sekarang ini mungkin aku tak akan sesakit ini. Tetapi kak Abby memilih bungkam dan wajahnya yang semakin pucat pasi membuatku tak bisa berkata apa-apa lagi.

Suara pintu terbuka. Aku buru-buru menarik tanganku dari tangan lemah kak Danu. Suara sepatu high heels menggema seluruh ruangan ini, menimbulkan irama yang terdengar anggun di telinga.

"Istirahatlah Mia... " kata dokter Nita seraya memberikan suntikan di infus kak Danu."kau juga terluka" Imbuhnya ramah dengan senyumnya yang sangat cantik.

"Kapan kak Danu sadar ya, dok?" tanyaku lemah.

"Seharusnya dia sudah sadar... " jawabnya seraya memandang kak Danu prihatin.

Sesak di dadaku semakin membuatku enggan beranjak dari tempatku duduk. Tanpa rasa sungkan atau malu kepada dokter Nita, aku meraih tangan kak Danu yang raut wajahnya mulai terlihat gelisah dan resek.

Aku dan dokter Nita saling pandang dan terkejut. Tangan kak Danu yang kugenggam mulai membasahi tanganku. Tiba-tiba dahinya mulai berkeringat dingin dan mengalir dari pelipisnya.

Tak butuh waktu lama. Ia akhirnya terbangun dan sadar dengan napas yang ngos-ngosan dan keringat dingin yang keluar dari dahinya. Aku cemas. Tanganku yang masih ia genggam erat masih tak ia sadari. Aku berdiri dari tempatku duduk, kemudian duduk dihadapannya yang masih kebingungan. Ia menatap sekeliling dengan gelisah dan ketakutan.

Kemudian pintu kamar ini terbuka. Kak Rangga muncul dan buru-buru menghampiri adik beda ibunya itu. Kak Rangga memburunya dengan pertanyaan tentang kondisinya. Kak Danu tak menjawabnya, ia sibuk dengan pemikirannya, terbukti dengan semakin derasnya keringat di dahinya.

"Di mana Anisa? "tanya kak Danu kepada kak Rangga. " Aku tanya di mana Anisa? "teriaknya. Kak Rangga kaget dan terkejut sedangkan Kak Danu masih menatapnya penuh penasaran." Dia baik-baik saja, kan? Kecelakaan tadi gak bikin dia kenapa-napa, kan? "

"Kecelakaan?"

"Saat aku jemput dia seorang tadi!"

Aku menatap kak Danu tak percaya. Bukankah adiknya sudah meninggal?

"Kak Danu... "lirihku memanggilnya. Dia menatapku dengan mata indahnya dan ekspresi terkejutnya.

" Siapa kau? " tanyanya menatapku kaget dan heran. Aku terkejut dan tak percaya bahwa dia menanyakan siapa diriku. Aku menatap kak Rangga dan dokter Nita yang terlihat bingung dengan situasi ini.

Selang beberapa detik kemudian, ia yang terkejut dengan telapak tanganku di tangannya, melemparkan tanganku dari genggamannya begitu saja. Membuatku kaget dan terluka. Aku menatapnya tak percaya.

"sudah ku katakan siapa kau sebenarnya? "tanyanya lantang.

Jantungku berdebat hebat.

Dia lupa padaku? Benarkah itu?

Malang, 01 Januari 2017, by AnisSwedja.

Terbit ulang 30 April 2021

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 07, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love Between Us 2Where stories live. Discover now