04 | Day Dreaming

11K 1.2K 44
                                    

"Apa kau yakin kakimu sudah benar-benar sembuh sekarang?" tanya Kate dengan tatapan penuh kekhawatiran.

Arabella hampir memutar bola matanya, hal yang ia tahu sangat dibenci oleh wanita yang berdiri di hadapannya ini, ibunya tercinta. Entah sudah berapa kali Arabella meyakinkan Kate bahwa kakinya sudah terasa baik-baik saja dan ia tidak tahu harus berkata apa lagi terhadap ibunya.

"Kau ingin melihatku melompat dan berlari, Mom?"

Kate merapatkan bibirnya datar, tanda bahwa wanita itu sedikit kesal atas jawaban Arabella. Dengan manja Arabella mengalungkan tangannya pada lengan kanan Kate dan berkata, "Aku baik-baik saja, Mom. Dokter Graham bahkan sudah mengijinkanku untuk berolah raga, ingat?"

Kate memandangnya tidak yakin.

"Demi Tuhan, Mom! Aku hanya akan duduk di dalam mobil, mengikuti satu kelas mata pelajaran yang sudah kulewatkan selama tiga hari, kemudian kembali ke rumah dengan menaiki mobil yang sama. Aku tidak akan menggunakan kakiku terlalu lama."

Inilah yang terkadang membuat Arabella merutuki nasibnya sebagai anak perempuan dan satu-satunya. Kedua orangtuanya cenderung over-protective dan ekstra berhati-hati jika sudah menyangkut kesehatan dan keselamatan Arabell. Dan hal ini pulalah yang membuat Arabella selalu menekan keinginan pribadinya dan tunduk pada perintah kedua orangtuanya, karena ia tidak ingin membuat mereka khawatir.

Sejujurnya, Arabella lelah melakukan hal tersebut. Ia menunggu saat di mana ia berani menentang ucapan kedua orangtuanya, atau setidaknya melakukan sesuatu tanpa harus memikirkan perasaan keduanya. Hidup dalam cangkang halus yang dibangun untuk melindunginya dan selalu diperlakukan seolah-olah terbuat dari kaca membuat Arabella sesak.

"Baiklah kalau begitu," ucap Kate akhirnya. "Pastikan kau langsung kembali, oke?"

Arabella tersenyum dan menganggukkan kepala. Ia lalu melepaskan rangkulan tangannya saat Kate beranjak dari meja makan dan berdiri.

"I'll see you tonight." Wanita itu membungkukkan badan untuk meninggalkan kecupan pada kening Arabella sebelum berangkat kerja.

Sepeninggalan Kate, Arabella pun beranjak dari ruangan makan. Tadi pagi-pagi sekali, Stephen sudah berangkat sedangkan Kate menunggu Arabella untuk sarapan bersama. Dan sekarang setelah mereka pergi, ia akhirnya memiliki kesempatan untuk berganti pakaian dan bersiap-siap ke kampus.

Seperti biasa, Terrell mengantarnya ke kampus dan menurunkannya tepat di area drop-off. Arabella kemudian berjalan menuju kelas yang harus diikutinya setelah tidak masuk selama hampir satu minggu lamanya. Ini merupakan kerugian waktu besar baginya karena harus mengejar ketinggalan hanya karena kaki terkilir.

Kaki Arabella bahkan sudah tidak terasa sakit ataupun tidak nyaman. Dokter Graham bersungguh-sungguh dengan ucapannya bahwa Arabella sudah boleh berolahraga dan melakukan apapun yang ia inginkan. Jika saja kedua orangtuanya berpikiran sama.

Memasuki ruang kelas, Arabella menangkap sosok Kimmy dan Blair yang memandangnya dengan tatapan tajam, sesaat membuatnya bertanya-tanya apa yang salah hingga akhirnya ia ingat bahwa ia telah memblokir kartu kreditnya minggu lalu. Sungguh heran karena itu adalah haknya dan tidak pantas bagi mereka berdua untuk terlihat begitu marah.

Arabella duduk di salah satu kursi yang masih tersedia dan mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas. Tepat pada saat itu, Joshua datang dan mengambil kursi di sebelahnya.

"Hai," sapanya. "Kau menghilang selama hampir seminggu," ucap Joshua sembari memberikan setumpuk kertas kepadanya, salinan catatan mata pelajaran milik pria itu yang terlewatkan oleh Arabella.

"Trims." Arabella menoleh dan tersenyum ke arahnya. "Kakiku terkilir dan kedua orangtuaku tidak mengijinkanku keluar dari rumah."

"Kau sudah baik-baik saja, bukan?"

Arabella mengangguk kemudian memandang pria itu dengan tatapan serius. "Tentang minggu lalu, aku minta maaf, Josh. Aku tidak bermaksud untuk—"

"Dimaafkan," potong Joshua cepat dan Arabella bersyukur bahwa pria itu sungguh-sungguh memaafkannya.

"Aku akan mentraktirmu nanti," bisik Arabella karena pengajar mereka sudah masuk ke dalam ruangan dan Joshua hanya menaikkan bahunya terserah.

Mengikuti pelajaran dengan seksama, kelas hari itu terasa lebih cepat dari biasanya. Entah karena topik yang dibahas hari ini menarik perhatiannya atau fakta bahwa menuju akhir kelasnya, pikiran Arabella mulai mengembara.

Selama hampir satu minggu ini, pikiran Arabella tidak bisa jauh-jauh dari pria yang sudah menolongnya. Bentuk wajah dan postur tubuh pria itu masih terbayang jelas dalam ingatannya dan terkadang ia bahkan masih bisa mengingat aroma parfum pria tersebut. Arabella juga masih bisa merasakan gendongan pria itu dan dibuat merona setiap kalinya.

Ia tidak mengerti apa yang membuatnya terus mengingat pria yang memiliki nama dengan awalan L tersebut. Arabella akui bahwa pria yang akhir-akhir ini selalu disebutnya dengan panggilan Mr.Brooks itu tampan dan memiliki suatu kharisma yang entah mengapa membuatnya terpana saat itu. Dan dari pakaian dan kendaraan yang dibawanya, Arabella tahu bahwa pria itu memiliki uang yang tidak sedikit.

Tebakan pertamanya adalah Mr.Brooks memiliki profesi yang menghasilkan banyak uang. Jika ia pikirkan baik-baik, sudah hampir pasti bahwa laki-laki itu adalah seorang pebisnis yang mungkin ada di kantor pusat Maxwell & Collins Enterprise dalam urusan pekerjaan. Arabella yakin akan hal itu.

Jika ternyata salah, tebakan keduanya adalah, Mr.Brooks bisa jadi adalah Dr.Brooks. Ia tidak mengerti tentang kedokteran, tapi sepertinya pria itu mengerti jika dilihat dari bagaimana ia menasehati dan menangani kaki Arabella yang terkilir.

Well, pebisnis atau dokter, keduanya merupakan profesi yang menurut Arabella cocok dilakoni oleh pria itu. Mr.Brooks atau Dr.Brooks, keduanya terdengar indah di telinganya. Dan sekarang ia penasaran dengan nama depan pria itu. Lucas terdengar alkitabiah, Liam dan Louis mengingatkannya akan seorang penyanyi, sedangkan Leo terdengar biasa saja.

Arabella sendiri lebih menyukai nama Logan, salah satu tokoh wolverine di film favoritnya. Yah, walaupun sayang karena Mr.Brooks sama sekali tidak mirip dengan tokoh film tersebut. Pria itu terlihat lebih beradab dan apik meskipun dua-duanya sama menarik baginya.

Tanpa sadar, Arabella tersenyum dan memandang kosong kedepan dengan tatapan yang sayu. Tangan kirinya menopang dagu sedangkan tangan kanannya masih memegang sebuah pen dan sibuk menulis hal yang tidak dapat dibaca oleh siapapun karena tidak jelas. Joshua menggaruk kepalanya heran. Kelas sudah bubar dan Arabella bahkan tidak menyadarinya.

***

Good Girl Gone Bad [TMS #2]Where stories live. Discover now