Part Thirty Six: Scar

167 13 3
                                    

Griffin memejamkan mata.

Alih-alih kegelapan, dia malah melihat dokter laki-laki itu keluar dari ruangan dengan lesu. Matanya yang sendu telah mengatakan semuanya, bahwa anak yang terluka itu tidak bisa diselamatkan, bahwa dia kehabisan darah di tengah operasi atau karena terlalu cepat kehilangan panas tubuh akibat udara membeku.

Griffin membuka mata buru-buru. Sulit sekali untuk tidak membayangkan macam-macam saat ini.

Pandangannya bertemu dengan dinding putih bersih. Kosong melompong. Dia menoleh ke kanan-kiri, di mana kedua orang tuanya, Mordecai dan Rivera, serta suami-istri Kindsley duduk dengan tegang. Griffin mengatur napasnya yang terasa sesak, gelisah. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam lebih tiga menit, namun belum ada kabar sama sekali.

Mereka semua kelelahan dan kotor. Wajah tercoreng darah kering. Setelah seluruh Seerhunter yang tersisa mundur begitu Rhoderick terbunuh, tidak ada waktu untuk bersorak gembira dan merayakan kemenangan. Tidak ada waktu untuk tertawa lega. Bahkan tidak ada waktu yang pas untuk mengatakan lelucon agar sekadar mencairkan suasana yang tegang. Malam semakin larut, angin bersalju menerpa tanpa ampun, dan Zeke terluka parah. Satu-satunya pilihan adalah segera membawanya ke rumah sakit. Saat mengusulkan itu, Mordecai ingat akan temannya yang merupakan dokter, bermukim tak jauh dari sini di Windmere.

Jadi di sinilah mereka sekarang. Menunggu.

Griffin memandangi lantai dengan murung, tak bisa mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang mengerubuti benaknya. Cassandra sepertinya menyadari kegelisahan Griffin sehingga beringsut ke samping anak itu. "Dia akan baik-baik saja," gumam Cassie, mengelus punggung tangan Griffin dengan lembut. Lengan dan bahu Griffin yang terluka sudah dibalut asisten si dokter, yang lain juga sudah diatasi luka-luka ringannya setengah jam yang lalu. "Temanmu, si Hawthorne, bilang begitu juga," tambah Cassie.

Griffin tidak membalas.

"Mungkin sebentar lagi," lanjut Cassie, "dia sadar."

Griffin mengembuskan napas lelah. Perasaan kesal, sedih, dan khawatir berkecamuk dalam hatinya. Dia mencoba mengingat-ingat kejadian di sekitar apotek sepi itu. Para Pemburu yang berada di mana-mana mengangkat senjata. Thompson yang nyaris kewalahan menghambat mereka dengan kekuatannya. Mordecai Welsch, Morgan, pasangan Kindsley, Rivera, dan yang lain bertarung walau kalah jumlah. Zeke memegang pistol, menggantikan Thompson saat seharusnya dia yang menjadi sasaran tembak. Bukan berarti Griffin menyalahkan Thompson karena memang dia yang menjadi target, tapi kejadian itu terlalu tiba-tiba.

Dan Griffin menghabisi Rhoderick. Dia sendiri masih sulit memercayai fakta itu.

Setelah Pemimpin Pemburu tewas di tangan Griffin, Pemburu yang lain mundur seperti yang telah dikatakan sebelumnya. Morgan, Mordecai, dan pasangan Kindsley, semua berlari menuju tempat kejadian seolah-olah ada api di punggung mereka. Clara menghampiri Zeke yang terluka. Griffin masih ingat jelas bagaimana air mata mengaliri pipi wanita itu. Sisa kejadian setelahnya bisa dibilang diwarnai kecemasan. Griffin tahu mengulang-ulangi semua peristiwa itu dalam benaknya akan membuat dia semakin gelisah, tapi Griffin tetap melakukannya.

"Kau tidak melakukan kesalahan," bisik Cassie lembut di samping Griffin. "Rhoderick pantas mendapatkan itu."

Hening sesaat sebelum Griffin bergumam, "Bagaimana kau datang?" Sedikit topik pengalih tidak akan menyakitinya.

"Aku menyusul kalian seperti yang ayahmu perintahkan. Kubawa serta beberapa mantan Seerhunter yang juga berada di pihak kita. Mereka semua banyak tinggal di Vada. Kau tahu, itu sebabnya aku dan Morgan pergi ke sana dalam waktu yang cukup lama," jelas Cassie.

Mendadak, Griffin teringat sebuah nama. "Apakah Sparks salah satu dari mereka?"

Ibunya menatap Griffin, terkejut. "Dari mana kau tahu itu?"

The Seer's BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang