4. Under The Rain

17.2K 1.8K 97
                                    

PELAJARAN Matematika adalah satu dari sekian banyak pelajaran yang dibenci Akbar. Pelajaran berbau angka dan segala tetek bengek hitung-hitungan memang sama sekali bukan kesukaan Akbar. Jadi, sejak setahun lalu, saat penjurusan di kelas sebelas, Akbar mengikrarkan diri untuk menjadi anak IPS dan membuang jauh-jauh kalimat IPA dari kepalanya.

Ya walaupun di IPS tetap ada Matematika, tapi setidaknya tidak separah IPA.

Bel istirahat pertama sudah berbunyi tiga detik lalu, dan itu tandanya, pelajaran Matematika milik Pak Agung juga sudah usai. Seluruh murid berhamburan keluar kelas untuk menuju ke kantin, toilet, ataupun ke perpus.

Lain dengan Akbar, anak lelaki itu dengan semangat empat lima yang dia miliki sudah berlari menyusuri koridor hanya untuk menuju ke kelas Edo dan Arya, sahabatnya.

Dua langkah di belakang Akbar, sudah ada Jaya dan Fingky yang mengikuti. Keduanya terlalu malas berlari sehingga akhirnya tertinggal di belakang begini.

Kelima cowok ini tadinya, sih, saat kelas sepuluh memang sekelas. Tetapi, saat naik ke bangku kelas sebelas, mereka terpecah. Akbar, Jaya, dan Fingki masuk ke IPS dan si jenius Edo ditambah Arya masuk ke kelas IPA.

"Mau ngapain si Akbar?" tanya Jaya menoleh ke arah Fingki yang saat itu tengah memasukkan tangannya kesaku celana dan melihat-lihat sekeliling.

"Gatai." Fingki mengangkat bahu. Dan sesaat setelahnya, mereka sadar bahwa lelaki bernama Akbar itu sudah berdiri mematung di depan pintu kelas 12 IPA-2 sambil merapihkan baju seragamnya.

"Lo mau ngapain, sableng?" tanya Jaya begitu dia sudah sampai di sebelah Akbar.

"Bentar, bentar," kata Akbar sambil melongokkan kepala ke dalam kelas. Edo dan Arya ada di dalam, tengah bersiap keluar setelah melempar candaan ke arah dua teman lelaki mereka. "Mana ya anaknya?"

"Siapa, sih?" tanya Fingki ikut-ikutan memanjangkan leher sampai dia bisa mengintip seisi kelas. "Edo sama Yanto?"

"Bukan lah!"

"Gue kirain lo ke sini mau nyamper mereka?" imbuh Jaya.

"Ya iya. Tapi ada yang lain juga." Akbar terus bicara tanpa menggubris raut dua wajah temannya yang sama-sama kebingungan itu. "Apa dia nggak masuk kali, ya?"

"Siapa, nyet? Lo mah kalo ditanya bukannya jawab!" Jaya menoyor kepala Akbar dari arah belakang.

"Bita."

"OOH YANG KEMAREN KITA BAHAS DI GRUP!" Fingki mengangguk antusias.

"Iya! Kok nggak ada ya?" Akbar masih terus mengamati bahkan saat Edo dan Arya berjalan keluar kelas untuk menemui ketiga sahabat mereka yang sejak tadi entah mengapa celingukan di depan pintu.

"Kantin apa ke Mamang?" tanya Arya yang baru saja bergabung.

"Eh, si itu nggak masuk, ya?" tanya Akbar tanpa menjawab pertanyaan Arya.

"Siapa? Bita?" tanya Edo. Yang ditanya langsung mengangguk.

"Siapa, Do? Yang anak baru?" tanya Arya ling-lung. Dan Edo langsung mengiyakan.

"Tadi tuh dia—"

"Permisi?" Suara seorang anak perempuan langsung membuat Akbar menoleh ke sumber suara dan mendapati Bita sudah berdiri mematung di belakangnya.

"Ha—" Akbar berdeham, untuk mengatasi rasa gugupnya. "Hai, Bit?"

Bita yang disapa hanya mengerutkan dahi. Merasa heran dengan kelakuan lelaki yang baru saja empat hari menjadi tetangganya. Sementara raut wajah Fia, perempuan bertubuh bantet itu langsung menatap Akbar dan Bita, teman barunya, itu bergantian.

Somebody ElseWhere stories live. Discover now