1. Awal cerita

226 17 8
                                    

Hai! Aku Naya.

Dan aku akui, aku munafik.

Munafik kenapa?

Kamu kira ini buku isinya cerita diari kisah cinta yang indah sama romantis dengan tokoh utama yang manis dan elegan?

Aku elegan, sih. Manis pula.

Azek ....

Tapi, sayang banget. Ini bukan cerita cinta yang indah, dan dipenuhi kejutan romantis yang bisa bikin para pembaca kelewat baper sambil nyakar-nyakar layar ponsel.

Ini cuman cerita gadis remaja biasa yang hobi ngelantur, dan tiba-tiba kena angin apa jadi bisa satu rumah sama semua personil 5 Seconds of Summer.

5 Seconds of Summer?!

Iya, perkumpulan manusia-manusia kelewat cakep--Calum, Luke, Ashton sama Michael Clifford itu!

Nggak percaya?

Semua ini berawal dari peristiwa menakjubkan (antara takjub sama ajaib beda tipis) yakni, Si Berandalan Kece yang nakalnya kelewat dari kata nakal. Dengan tampang nggak berdosa, alias innocent (bahasa kerennya, sih, gitu), itu bocah sengaja ngerusak tanaman kesayangan si ibu-ibu yang lagi ngontrak rumah yang nggak jauh dari kediamanku. Kira-kira, jaraknya sepuluh meter-an lah.

Dan kamu tahu?

Ibu-ibu itu, tuh, galaknya minta ampun!

Sebut saja Bu Iyas.

Bu Iyas akhirnya ngamuk-ngamuk sama Pak Izan, pemilik kontrakkan Bu Iyas, yang hobi manjang-manjangin kalimat kalau lagi ngomong, buat dimintai pertanggung jawaban.

Demi apa, aku kasihan sama Pak Izan.

Dan kamu tahu apa tanggapan beliau?

"Anu ..., Bu Iyas, anu ... nanti saya kosongkan anunya ... itu ... kontrakkan Mas Kelum sama temen-temennya. Nanti saya anu ... pindahin anu ... mereka ke anu ... ke rumah Dik Naya. Dik Naya, kan, baik, Bu Iyas. Jadi, Ibu Iyas nggak usah khawatir, ya. Saya akan anu ... mindahin si anu ... Kelum sama teman-temannya ke rumah Dik Naya. Jadi agak jauhan sama kontrakan Bu Iyas. Jadi, Bu Iyas nggak usah khawatir anu ... si Kelum teman-temannya akan saya pindahkan ke rumah Dik Naya. Jadi Bu Iyas nggak usah anu ...."

Sudah deh, ya.

Soalnya omongan Pak Izan itu panjang-panjang kayak pidato hari senin!

Dan, soal inti dari kata-kata mutiara beliau adalah, beliau selalu mengandalin aku, apapun yang terjadi, dan apapun masalahnya. Contohnya, saat air di tempat Bu Iyas mati, Pak Izan langsung nyuruh Bu Iyas buat ngambil air di tempatku.

Beneran! Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku nggak masalah kalau misalnya aku selalu diandalkan oleh Pak Izan dan Bu Iyas. Aku malah, yah, senang-senang aja. Bu Iyas baik, kok, sama aku. Ngapain juga aku mesti pelit sama orang yang baik sama aku?

Eaa ..., azek.

Tapi masalahnya, para squad yang sering ngadain masalah berjamaah itu, ya, beneran, dah, sumpah bikin aku kesal setengah mati!

Oke, tarik napas, Naya. Hadapi kenyataan.

Atas permintaan Pak Izan, para pemuda yang sedang dipuja kalangan remaja itu tinggal di rumahku sekarang.

Entah kesambet alasan apa jadi mereka nggak mau nyari rumah lain atau apartemen yang kali aja lebih mewah daripada kediamanku. Alih-alih, mereka malah berbondong-bondong ngangkatin barang pribadi mereka ke rumah.

Kamu pikir aku bangga gara-gara dapat sekantong keranjang penuh yang isinya cowok-cowok ganteng?

Hah? Bangga?

Ya, kali bangga. Setiap kali ngelihat perkarangan belakangan rumahku yang nyaris hancur berantakan gara-gara terjadi peralihan fungsi lahan yang dilakukan oleh Calum untuk tempat permainan skateboardnya, aku nggak bisa menahan segala amukkan mautku.

Dan juga aku harus ngadepin laki-laki yang--ya, ampun! Parah banget, dah! Dia nggak bisa nahan hobinya yang suka telanjang dada ke sana kemari. Berjalan dengan santainya keliling dalam rumahku. Bahkan kalau kelewatan, itu anak bisa melengos masuk ke kamarku!

Bahaya banget, kan?

Sebut saja Mic.

Mic?

Microphone?

Bukan! Itu, mah, Michael Clifford.

Mau ngelapor sama Pak Izan? Kamu mau bikin aku mati berdiri karena kelamaan ngedengerin pidato Anu dari Pak Izan, yang intinya sama aja Dik-Naya-Jangan-Bohong-Ntar-Dosa-Mereka-Nggak-Kayak-Gitu-Bapak-Yakin?

Omong-omong, nggak semuanya kok dari mereka itu nakal sama nyeselin. Contohnya Kak Ashton. Wih ..., azek. Yang ini gue panggil kakak biar ada penghormatan gitu. Soalnya, ya, sifatnya itu bikin hati adem gimana gitu. Terus juga dewasa, bijak, dan pintar masak. Bikin aku naksir sama yang satu ini.

Naksir?

Nggak terlalu naksir amat, sih.

Yah, hanya sebatas kekaguman, soalnya aku lelah kalau ketemu orang yang nggak waras mulu. Ya, ampun! Kalau ngebicarain soal yang nggak waras, Calum rajanya.

Yang terakhir, ada satu cowok yang bikin aku bete berat. Luke Hemmings namanya. Panggil aja Luke. Tapi waktu manggil, harus setengah teriak. Soalnya, ia agak rada-rada nggak ngedengerin apa kata orang di sekitarnya, dan lebih memilih tenggelam dalam buku-buku sejarah sama dunia fantasinya. Ini cowok waktu pertama kali pindah ke sini, berhasil bikin aku menganga lebar karena begitu banyak tumpukan buku yang dibawanya. Sifatnya juga sedingin es. Jadi secara nggak sengaja, aku nyebut area peristirahatan Luke dengan sebutan Wilayah Es.

Dan, aku harap ke depannya, mereka mau mencari rumah baru yang bisa mereka tempati.

Soalnya, di saat aku suruh Calum buat nyari kontrakkan baru, itu bocah malah menolak mentah-mentah. Dia sudah kepincut berat sama lingkungan sini.

Ironisnya, para squadnya setuju dengan keputusan Calum untuk menetap di rumahku.

Dan ini adalah berbagai macam bujukkan masing-masing dari mereka ke aku, agar aku ngijinin mereka buat tinggal di sini:

Calum Hood: "Pokoknya kami berempat pengin tinggal di rumah lu, nggak peduli meskipun kami harus jadi penjaga maling!"

Michael Clifford: "Pokolnya lu bisa ngandalin gue sebagai alarm!"

Ashton Irwin: "Aku bisa bantu kamu masak!"

Tuh, kan? Maksa banget.

Jangan bilang kalo aku lupa sama Luke. Cowok itu cuma diem dari tadi, nggak ngasih komen apa-apa. Di antara yang lain, dia yang lebih dingin!

Omong-omong ... ini lama-lama rumahku bakal jadi tempat penitipan anak!

Anak CoGan.

SugarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora