Prolog

22.1K 464 39
                                    

•°• Happy Reading •°•


"Nah sekarang kan nak Sean sudah melamar, jadi kapan ditentukan hari pernikahannya?"

"What? Mam, pernikahan?" Shania yang sedang asik memasukkan kue ke dalam mulutnya dibuat terkejut oleh perkataan ibunya.

Shania memandang ibunya dengan penuh tanda tanya. Siapa yang dimaksud ibunya ini? Ia sempat berfikir, tidak mungkin kalau ia yang akan dijodohkan, secara kakanya saja belum menikah. Ah.. Pasti orang tuanya ini akan menjodohkan Iren, kaka tertuanya.

"Pasti mama sama papa mau jodohin ka Iren kan sama duda ini? Hahaha... Pasangan yang cocok, yang satu duda dan yang satu perawan tua. " Ucapan Shania mengalir begitu saja bagai air hujan yang sangat deras, tangannya sambil mengambil potongan kue kembali dan memasukkannya ke dalam mulut.

Kedua orang tua Shania dan Sean saling menatap satu sama lain. Hingga akhirnya ibunya membuka suara.

"Bukan Iren, tapi kamu."

"Uhuk.. Uhuk.. " Shania terbatuk-batuk, kue yang belum sempat masuk ke dalam mulutnya akhirnya berhamburan hingga mengenai wajah Sean, si duda tampan beranak satu.

Sean adalah seorang CEO dari perusahaan periklanan. Selain tampan tentunya ia sangat kaya raya, banyak kaum hawa yang mengidolakannya bahkan sampai rela melakukan hal gila sekalipun untuk mendapatkan hati Sean.

Menjadi duda, tentunya bukan keinginannya. Ia bahkan memimpikan sehidup semati dengan hanya satu wanita saja dan menjadi keluarga yang paling bahagia. Tapi kenyataan rupanya berkehendak lain dan akhirnya Tuhan memisahkan mereka.

Ia sebenarnya sudah tidak ingin untuk menikah lagi, tapi ibunya selalu saja menginginkannya. Alasannya karena Nathan, anaknya yang baru berusia empat tahun membutuhkan pendidikan dari seorang ibu.

Sean mengambil sapu tangan yang selalu berada di kantong celananya, lalu mengusap wajahnya.

Bagi Shania, ucapan ibunya bagai tersambar petir di siang hari. Ia meyakinkan dirinya kalau ia hanya bermimpi dan keesokan harinya bangun dengan sangat segar, karena tidur terlalu nyenyak.

Shania mencoba mencakar tangannya dengan kuku. "Sakit.." ucapnya lalu ia melebarkan bola matanya.

Ini bukan mimpi.

Ini sungguhan.

Kemudian ia menatap Sean yang berada di depannya.

"Dasar duda hidung belang, enak saja mau mendapatkan aku yang notabetnya sebagai perawan langka, sedangkan dia pasti sudah nusuk sana sini."

Setelah batinnya berbicara mengenai Sean, ia kembali memperhatikan Sean dari atas sampai bawah.

"Tampan dan gagah, tapi kalau menurut novel yang aku sering baca, pria seperti ini yang mainnya berpuluh-puluh ronde."

"Huek.. " Shania tiba-tiba saja mual karena membayangkan hal-hal itu.

"Kamu kenapa, masuk angin ya?" tanya David, papah Shania.

Shania tersadar akan lamunannya, "Tidak pah, aku sehat-sehat aja. Sekarang aku butuh penjelasan, kenapa aku yang dijodohkan dengan duda ini--"

"Sean sayang, panggil dia Sean." ucapan Shania terpotong oleh mamanya.

Shania memejamkan mata sekilas. "Oke, Se-an." Ucapnya dengan hati-hati. "Aku butuh penjelasan kalian sekarang."

David dan Hana saling menatap satu sama lain, mereka juga sangat bingung ingin menjelaskan dari mana.

"Hm.. Mm.. " Sean berdehem pelan, "Sebaiknya aku saja yang menjelaskannya."

Mendengar perkataan Sean, Shania menaikkan alisnya. "Silahkan."

"Aku berencana menikahi kamu, karena... " diam sejenak, Shania berpikir, pasti duda ini menghentikan pembicaraannya karena sedang mencari untaian kalimat yang indah terangkai hingga menjadi sebuah alasan yang kuat agar bisa diterima. Licik juga.

"Karena.. Aku mencintai kamu."

Shania tertawa keras setelah mendengar perkataan Sean yang begitu tidak masuk akal menurutnya.

"Hahaha... Kalian tidak salah menjodohkan aku dengan pria yang mencintaiku." ucapnya kepada kedua orangtuanya yang memandangnya dengan heran.

"Dan kita baru saja bertemu, aku tidak mengenalmu dan kau tentunya pasti tidak mengenalku. Memang cinta bisa muncul secepat itu?"

Ekspresi yang tadinya tertawa, berubah menjadi ekspresi yang datar. Kali ini ia benar-benar serius akan menyelesaikan masalah dengan si duda mesum ini.

"Shania, sudah. Papah tetap akan menjodohkan mu dengan Sean, ini perintah."

Shania melebarkan bola matanya, menatap papahnya dengan tidak percaya, ini perintah yang harus ia jalankan. David mengajarkan anak-anaknya tentang arti perintah dalam kamusnya dan perintah adalah kata yang ia sering ucapkan saat menjabat sebagai Jendral Angkatan Darat dulu.

Sedari tadi, David sangat geram dengan perkataan Shania yang seolah-olah benar dan merendahkan Sean.

"Kalian jahat." Shania tidak bisa lagi menahan air mata yang membendung di pipinya. Ia bangun dari duduknya dan melangkahkan kakinya dengan lebar sambil menangis sejadinya, meninggalkan ruangan yang sesak dan penderitaannya yang segera dimulai.

TBC....
Vote dan Komen.

Cerita terbaruku, bagaimana menurut kalian?

My Sweet DudaWhere stories live. Discover now