13. -Dirga- Dia Mengingatnya

5K 372 4
                                    

-Dirga pov-

Aku melihat darah segar mengalir didahinya beberapa orang berlari menghampirinya begitupun dengan Aku, rasanya Aku ingin menerjunkan tubuhku kejurang yang paling dalam hingga jatuh kedasar sana saat melihat Nadya seperti ini dan ini semua karena Aku.. Laki-laki bodoh yang tak bisa menjaganya.

"Biiieee... " teriakku.

"Biiieee.. " teriakku kembali sambil menempatkan kepalanya dipahaku, Aku menepuk-nepuk pelan pipi Nadya, berharap Dia masih sadarkan diri.

"Biee.. Jangan tinggalin Aku, Kamu harus kuat Bie.. " ucapku lagi yang menjadi sesosok laki-laki yang cengeng, lalu menggendong dan membawanya kemobil dibantu oleh beberapa orang yang tadi ikut mengerumuninya.

>>><<<

Air mataku tak henti-hentinya mengalir saat menatap tubuh mungilnya yang terbaring lemah dihadapanku ini, wajahnya sedikit pucat dan matanya terus tertutup, kejadian itu terus berputar dimemoriku, andai saja waktu bisa kuputar bukan Dia yang terbaring disini tetapi Aku

"Ga.. Makan dulu gih.. Dari semalam Kamu belum ada makan loh" suara tante Nana sedikit mengagetkan Aku yang tertunduk disebelah Nadya terbaring, kini Nadya sudah pulih dari komanya, hanya saja Nadya belum sadarkan diri.

Waktu Aku mengabari bahwa Nadya kecelakan, dihari itu juga Tante Nana dan Om Dyaz langsung pulang dari Jakarta keJogja, bagaimana mereka tidak khawatir karena Nadya anak semata wayang Om Dyaz dan tante Nana itulah kenapa Nadya tumbuh menjadi sosok yang sangat manja. Aku merasa bersalah pada Om Dyaz dan Tante Nana, selama ini Aku tinggal dirumah mereka tapi Aku tidak bisa menjaga Nadya dengan baik.

"Nanti aja tante, Dirga belum laper dan Dirga juga nggak bisa ninggalin Nadya" balasku, cengeng.

"Tapi kamu harus jaga kesehatan juga Ga, Kalau Dirga juga sakit siapa yang bakalan jaga Nadya? " ucap Tante Nana yang ada benarnya juga.

"Iya tante nanti kalau Dirga laper, pasti langsung makan" balasku seadanya.

"Yaudah kalau gitu".

Setelah pulih dari komanya Nadya belum juga sadar,tanpa rasa bosan sedikitpun Aku tak pernah meninggalkannya kecuali saat makan dan sholat, sejak kecelakaan itu entah kenapa hatiku ingin sekali dekat dengan Allah SWT mungkin karena suatu hal, suatu hal yang tidak pernah Aku inginkan, yaitu kehilangan Nadya.

......

Tangan lembut yang tak pernah Aku lepaskan dari genggamanku mulai menggerakkan jarinya, perlahan matanya terbuka membuat jantungku berdegup sangat kencang, Aku tak percaya dengan apa ada dihadapanku.
Dia mengedarkan pandangannya.

"Aku dimana ?" tanyanya dengan suara paraunya sambil memegangi perban yang membalut kepalanya.
Aku hanya bisa terperanga.

"Dirga.. " Suaranya kembali mengagetkanku.

"Iya Biee ?" balasku, menghapus air mataku dengan cepat.

"Apa yang terjadi ? " tanya Nadya masih terlihat meringis kesakitan.

"Dijalan Malioboro.. Kamu ingat ?"
Dia menutup matanya sebentar seperti mengingat-ingat kejadian itu.

"Iya Aku ingat, bahkan Aku ingat masa kecil Kita ".

Aku membelalakan mataku saat mendengarkan ucapannya barusan, ingin rasanya Aku loncat-loncat seperti anak kecil yang dibelikan permen, tapi itu tak mungkin Aku lakukan dihadapan Nadya, Aku bersyukur karena Allah masih mengizinkanku untuk tetap bersama Nadya, Allah mendengar do'aku bahkan Allah mengembalikan ingatan Nadya.

"Sebentar ya, Aku panggilin dokter dulu" ucapku kemudian.

Dia mengangguk.

Betapa gembiranya tante Nana dan om Diaz saat mengetahui Nadya sudah sadar, Begitupun dengan Mama yang tak kalah bahagia saat Nadya memanggilnya dengan sebutan "Mama" kembali dan menceritakan bagaimana dulu Mama (Desy) merawatnya waktu kecil.

Saat Mama Desy tau Nadya kecelakaan, Mama tak kalah histerisnya karena Dia sudah menganggap Nadya seperti anak perempuannya sendiri, ya maklum lah namanya juga nggak punya anak perempuan sampai-sampai mama ninggalin Papa diJakarta, sebenarnya Papa juga mau ikut tapi karena perusahaan Papa yang baru diJakarta sangat membutuhkan Papa jadi Papa tak bisa ikut Mama, om Diaz dan tante Nana ke Jogja.

>>><<<

3 hari sudah berlalu sejak Nadya sadar dan lukanya juga sudah lumayan mengering, Dia benar-benar mengingat semuanya, selama 3 hari itu Aku menjadi pendengar setianya, semua yang pernah dilupakannya diceritakan kembali kepadaKu dan sekarang Aku benar-benar yakin bahwa ingatan Nadya kini sudah kembali.

Setelah dinyatakan boleh pulang, Dokter kembali memeriksanya sekali lagi untuk memastikan bahwa Nadya benar-benar telah sembuh.

"Gimana dok? Apa masih perlu Nadya dirawat beberapa hari lagi disini?" ucapku seraya menggoda Nadya.

"Dirgaa... " rengeknya.

"Enggak kok, Nadya sudah sehat jadi nggak perlu dirawat lagi, hanya saja jangan lupa ya untuk check up takut otaknya geser" tambah Dokter yang ikut-ikutan menggoda Nadya.

Aku dan dokter tertawa bersama.
Tuh.. Bahkan dokter aja gemes sama Nadya sampai dibercandain gitu, apa lagi Aku.

"Enggak.. Enggak.. Saya hanya bercanda.. Jangan lupa ya obatnya diminum dan harus dihabiskan" pesan dokter.

"Iya dok.. " balas Nadya.

Setelah dokter keluar hanya tinggal Aku dan Nadya diruangan itu, sebenarnya ada juga yang lain hanya saja mereka memiliki tugas masing-masing, om Dyaz mengurus administrasi, sementara tante Nana dan Mama Desy memasukkan barang-barang kemobil.

"Kamu udah selesai belum ? " tanyaku kepada Nadya.

"Udah.. " balasnya tersenyum senang, karena Dia bilang sudah sangat rindu dengan rumah.

"Yaudah yukk.. "
Ajakku.

"Gendong... "
Tuhkan manjanya kumat lagi, tapi itu lah sifat yang Aku rindukan darinya, Aku memberinya setangkai mawar putih sebelum menyuruhnya naik kepunggungku. "Apaan? " tanyanya.

"Untuk Kamu yang bawel" balasku.

Nadya malah mendengus kesal.

Semua orang memandangi Aku dan Nadya saat kami melewati setiap koridor rumah sakit, namun Aku berlagak masa bodoh saja.

You're My Little FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang