E

254 12 0
                                    

1

SIAPA di sini yang nggak mau ikut campur sama masa lalu orang? Ah ya, mungkin sebagian besar orang ada yang kayak gitu. Tapi ada juga orang yang ikut campur sama masa lalu orang lain. Nggak percaya? Cari aja. Ada kok pasti.

Aku termasuk ke dalam tipe orang yang nggak mau ikut campur, apa lagi terlibat sama masa lalu orang. Alasannya? Yang pertama nggak penting, yang kedua, bikin sakit hati. Aku takut dan nggak mau tau sama masa lalu orang. Tapi di sisi lain, aku suka penasaran. Aneh? Iya, aku emang begini orangnya.  

Tau kenapa aku menolak untuk dateng ke acara birthday party Gaby waktu diajak Natta? Ada dua alasan yang mendasari penolakan aku. Yang pertama, aku nggak suka Gaby. Kedua, aku nggak mau terlibat sama masa lalunya Natta. Gaby, masa lalunya Natta kan? Tapi aku suka kepo dengan  cara Natta memperlakukan dan diperlakukan perempuan itu gimana. 

2

Aku baru aja sampai di kamar seusai makan malam di lantai bawah. Ponselku berdering, notifikasi LINE masuk. Kuraih ponsel yang ada di atas kasur, dan langsung membuka pesan. Dari Natta.

Natta: Gue nggak jadi dateng ke acaranya Gaby

Aku mengernyitkan dahi. Kenapa Natta nggak jadi dateng? Aku segera mengetikkan balasan.

Tiara: Kenapa?

Natta: Nggak ada temen. Lo lagi di mana?

Tiara: Lah, katanya ada Deril?
Tiara: Terus kadonya gimana?
Tiara: Di rumah

Natta: Kadonya baik-baik aja. Udah gue titip ke dia
Natta: Keluar yuk, cari makanan terus jalan

Tiara: Ratu mau ke sini nanti

Natta: Yah yaudah. Next time aja

Tiara: Sini aja join

Natta: Males ah, cewek semua. Mau ke tongkrongan aja

Tiara: Ya udah

Aku menutup room chat dengan Natta. Pesanku cuma dibaca Mungkin nggak akan dibales lagi, karena aku tau Natta kalau udah bilang mau ke tongkrongan, dia bakalan langsung on the way dan udah nggak ngecek ponsel lagi. Aku melirik jam, setengah delapan. Ratu belum juga dateng. 

Beberapa menit kemudian, pintu kamarku diketuk. Aku menyuruh masuk, mungkin itu Ratu. Dan benar aja, itu emang Ratu.

"Hey," sapanya menghampiriku.

Aku bangkit dari kasur dan memeluknya. Ratu tersenyum hangat.

"Tau nggak, Natta nggak jadi dateng ke acaranya Gaby," kataku membuka obrolan. 

Ratu menyipitkan matanya, heran.

"Seriusan? Kenapa?"

"Nggak tau tuh. Alesannya nggak ada temen."

Ratu mulai ambil posisi nyaman di kasurku. Terus bilang, "Ah, bilang aja karena lo nggak nemenin dia." 

Aku cuma senyum-senyum nggak jelas. Terus duduk di samping Ratu yang posisinya lagi telungkup sekarang. 

"Menurut lo, ada kemungkinan Natta balikan sama Gaby lagi nggak, sih?" tanyaku random. Biasanya kalau udah bareng Ratu, aku nggak jauh-jauh ngomongin Natta. Ngomongin siapa lagi? 

"Kalau menurut gue sih, iya. Secara gitu, loh, mereka putus baik-baik, kan? Sekarang juga masih komunikasi dan nggak ada masalah," jawab Ratu memberi respon.

"Tapi kata Natta, Gaby mutusin dia dengan alesan nggak cocok." 

"Pernyataan kayak gitu bisa berubah, Ra. Kita kan nggak tau ke depannya gimana. Bisa aja Gaby bilang sekarang nggak cocok. Siapa yang tau kalau nanti Gaby malah narik ucapannya?  Hidup itu penuh misteri. Nggak ada yang bisa memprediksi masa selanjutnya itu gimana."

Ratu, sepupuku yang kadang berubah menjadi Ratu Teguh. Sok bijak. Tapi kadang suka bener.

"Apa menurut lo gue ada peluang untuk ngedapetin Natta?"

"Kalau yang itu, gue nggak tau, deh."

"Sampai kapan lo mau kayak gini?" tanya Ratu. 

Aku menoleh ke arahnya. Aku ngerti maksud ucapan Ratu. Ratu nggak pernah absen dari pertanyaan semacam ini. Yang dimaksud Ratu adalah; sampai kapan mau diem-diem suka sama Natta?

Aku mengedikkan bahu. Selalu memberi jawaban yang sama ke Ratu. 

"Nggak tau." jawabku.

Ratu nggak merespon. Dia kemudian mengalihkan perhatiannya ke ponsel. Aku melirik room chat Ratu yang kebetulan terbuka. Dari cowok. Ratu yang sadar aku liatin, langsung mematikan ponselnya.

"Dari cowok yang mana lagi?" tanyaku. 

Ratu, adalah sepupuku yang memang lumayan cantik. Setiap Ratu main ke sini, pasti dia lagi chat-an sama cowok yang aku nggak kenal, dan semuanya berbeda.

"Ah, cuma temen seangkatan." 

"Masa? Alesannya itu terus."

Ratu tertawa kecil, "Lah emang bener."

Aku membenarkan posisi dudukku kali ini. 

"Gue heran. Kenapa, sih, lo nggak taken-taken? Padahal yang ngedeketin lo banyak."

"Banyak juga harus selektif kali. Emang gue cewek murahan yang sama siapa aja mau," jawab Ratu sedikit ketus.

"Gue nggak bilang lo murahan juga. Tapi, ya, aneh aja gitu. Lo nggak ngasih harapan palsu ke mereka kan?"

"Mereka? Cowok yang ngedeketin dan pernah ngedeketin gue? Hahaha. Harapan palsu itu diciptakan manusia yang udah terasa jatuh dalam suatu hubungan. Mereka berasumsi dengan perasaan mereka sendiri, menebak-nebak, dan pada akhirnya, tebakan itu salah." Ratu tertawa. Gue tertegun dengan kalimatnya.

"Dan berasumsi dengan perasaan sejatinya adalah yang membuat harapan itu palsu. Nyatanya, apa yang selalu kita bayangin, nggak selalu sesuai dengan apa yang terjadi pada kenyataan." lanjutku.

"Loh, kok lo bijak?"

"Ah nggak tau. Abaikan aja."

MATE?Where stories live. Discover now