J

113 7 2
                                    

1

Sambil dengerin lagu yang diputar secara random di radio, aku menggigit bibir. Pikiranku beradu dengan perasaan saat ini. Kirim, nggak, kirim, nggak, kirim, nggak. Nggak ada sesuatu yang aku lakukan di malam minggu ini selain berkutik dengan gadget. Dan sekarang, aku lagi labil. Mau chat Natta atau nggak, menanyakan perihal adik kelas yang digosipin deket sama Natta, Rena.

Tok tok!

Aku menoleh ke arah pintu ketika mendengar ada yang mengetuknya. Beberapa detik kemudian, tanpa aku perintah, pintu terbuka.

"Kenapa, Ma?" tanyaku setelah tau itu Mama.

"Ada Natta di bawah," jawab Mama. Aku menatap Mama dengan heran. Penampilan Mama malam ini berbeda. Wajahnya dipenuhi polesan make up dan tubuhnya dibalut kebaya.

"Mau kemana, Ma?" tanyaku penasaran.

"Mau kondangan dulu. Kamu temuin Natta, gih."

"Iya sebentar lagi aku turun."

Mama berjalan meninggalkan kamarku tanpa menutup pintu. Aku segera melepaskan headset yang menggantung di telingaku kemudian turun ke lantai bawah.

2

"Tumben ke sini nggak ngasih kabar," kataku membuka topik pembicaraan.

"Harus ngasih kabar ya? Kayak sama siapa aja, sih, Ra," ujar Natta kemudian mengeluarkan sesuatu dari plastik yang dibawanya. Mataku terbuka lebar. Martabak!

"AAAAA BAIK BANGET, SIH, KE SINI BAWAIN MARTABAK!" seruku antusias. Natta tertawa kecil.

"Sebenernya ini buat Gaby. Karena dia nggak ada di rumah, jadi gue mampir ke sini,"

Moodku yang bagus karena martabak, seketika berubah menjadi buruk. Natta bisa membuat orang senang, kemudian membuat orang bete di waktu yang bersamaan.

"Oh," kataku singkat. Aku mengalihkan pandanganku ke gadget.

Natta tertawa kecil. "Hahaha, jadi baper gitu. Gue becanda kali,"

Aku tak menjawabnya. Terlanjur, moodku sudah hancur.

"Ra," ucap Natta.

Aku masih terdiam.

"Ra, jangan ngambek,"

"Ra?"

Mataku tak lepas dari gadget. Natta mulai menyentuh lenganku panik.

"Ra? Lo baper beneran? Gue cuma becanda, seriusan,"

Aku hanya mendeham tanpa menghiraukan ucapannya.

"Astaga, Tiara, sejak kapan lo jadi sensi kayak gini sama gue?"

Aku masih diam. Natta menghela napas. Kemudian bangkit. 

"Ya udah. Gue minta maaf kalau menurut lo becandanya keterlaluan. Gue nggak ada maksud apa-apa kok. Gue balik ya, sorry."

Aku langsung menoleh otomatis ketika mendengar ucapan Natta. Dengan reflek, aku memanggil namanya.

"Natt!" seruku.

Natta yang sudah hampir mendekati pintu keluar, menoleh.

"Apa?"

"Di sini aja."

"Lo lagi marah sama gue."

Gue menggeleng. "Nggak;"

"Nggak. Mood lo jelek ketika gue becanda tadi."

"Gue cuman becanda, Nat. Nggak serius."

Natta terdiam. Mungkin gantian ngambek.

"Emang tadi gue nunjukin kalo gue marah?"

"Lo nyuekin gue, Ra."

Tawaku lepas saat itu. Kemudian aku bergumam, "Ternyata lo juga baper, ya, Natt."

"Sialan kamu, Ra!"

3

"Aku boleh nanya?" tanyaku sambil mengunyah martabak. Pertanyaan yang sejak tadi melintas di otakku akhirnya kukeluarkan juga.

"Nanya aja," jawab Natta singkat.

"Lo lagi deket sama adek kelas?" 

"Oooh," 

Natta hanya meng-oh tanpa menjawab. Aku menyenggol sikutnya pelan.

"Kenapa nanya gitu? Cemburu?" Natta tersenyum usil. Aku menatapnya sinis.

"Siapa juga yang cemburu,"

"Hahaha,"

"Natt, jawab!"

"Aku sama Rena cuma temenan."

"Yakin?"

Natta mengangguk. Aku nggak langsung percaya dengan apa yang diucapkan Natta. Tapi aku juga nggak mau bertanya lebih lanjut. 

"Ada gitar, Ra?" tanya Natta.

Aku mengangguk, kemudian bangkit meninggalkan Natta untuk mengambil gitar. Setelah mengambil gitar dan menyerahkannya ke Natta, Natta mulai memetik gitarnya. Alunan nada lagu terdengar nggak asing di telingaku. Sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Adele, lagu kesukaan aku!

When the evening shadows
And the stars appear
And there is no one there
To dry your tears
I could hold you
For a million years
To make you feel my love  

Aku bernyanyi mengikuti iringan gitar Natta. Begitu juga dengan Natta yang sesekali ikut bernyanyi.



MATE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang