Aspettare - 5

5.8K 439 16
                                    

Setelah selesai membersihkan dan mengobati luka Alison, aku berpamitan kembali ke kelas. Alison hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih dengan lirih. Sampai di kelas aku segera mengambil seragam OSIS dan bergegas mengganti seragam olahraga yang saat ini kukenakan. Sebelum itu kusempatkan mengecek ponselku dan kulihat waktu istirahat masih tersisa limabelas menit. Ada pesan dari Yuki yang isinya aku harus bergegas ke kantin karena ia telah memesankan nasi goreng.

Selesai mengganti seragam, aku menghampiri Yuki yang saat itu bergabung dengan teman-temanku yang lain. Yuki bertanya kenapa aku terlalu lama ketika mengganti baju. Padahal sebenarnya yang membuat aku lama karena tadi harus mengobati Alison terlebih dahulu sebelum mengganti seragam. Akan tetapi, aku lebih memilih tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Kei, lo tahu nggak, ada rumor yang beredar kalau Alison berantem sama Kak Arion," ucap Yuki bersemangat.

Aku tidak tahu Yuki mendapat info darimana, tapi bisa dibilang Yuki ini ratunya gosip karena hampir semua gosip terbaru di sekolah ia bisa tahu hanya dalam waktu beberapa jam saja.

Aku tahu soal Alison dan Kak Arion yang bertengkar, tapi rasanya aku enggak pantes buat nyebarin ini.

"Gue denger ini dari Tifany. Lo tahu kan tadi Tifany enggak ikut olahraga karena sakit perut. Ia milih buat ke kamar mandi di belakang sekolah karena takut ketahuan orang-orang kalau lagi buang air besar. Sebelum dia sempet masuk kamar mandi, dia sempet lihat kalau Kak Arion sama Alison beradu mulut gitu," lanjut Yuki dengan bersemangat.

"Adu mulut soal apa?" tanyaku dengan mengunyah nasi goreng.

"Tifany enggak denger secara jelas mereka berantem gara-gara apa, tapi gue bener-bener penasaran, Kei. Gue rasa Kak Arion bukan tipikal cowok yang suka berantem, makanya gue heran banget."

Aku mengangguk-anggukan kepala, setuju dengan ucapan Yuki. Bisa dibilang, Kak Arion itu panutan bagi siswa-siswi kelas sepuluh. Bagaimana tidak, sejak awal masa orientasi, yang paling menonjol saat itu adalah Kak Arion, bukan sang ketua OSIS. Kak Arion dengan penampilan yang sangat rapi, rambut pendek tidak mencapai kerah, selalu mengenakan dasi dan sabuk, serta seragamnya yang disetrika dan parfum khas yang menguar semakin menambah karismanya saat itu.

Pelajaran berikutnya berlangsung seperti biasa. Hingga tak terasa, bel tanda seluruh pelajaran berakhir berbunyi. Semua siswa mulai membereskan peralatan mereka dan bergegas pulang. Aku bersama Yuki berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Sementara aku masih menunggu angkutan, Yuki menunggu jemputan pribadinya.

Lima menit berlalu, mobil putih berhenti tepat didepanku dan Yuki. Pastilah itu jemputan Yuki. Yuki menawariku untuk pulang bersama, tapi aku menolak dengan alasan arah rumah kami berlawanan. Akhirnya, Yuki pulang lebih dulu bersama sang sopir.

Sepuluh menit sudah berlalu, angkutanku masih belum juga datang. Kulihat mobil Alison melintas dengan kecepatan tinggi didepanku. Tentu saja bersama Evelyn disampingnya. Tepat di belakang mobil Alison, ada mobil-mobil lain yang aku yakin itu milik teman-teman Alison.

Aku masih tak habis pikir dengan Alison. Ia jelas-jelas berangkat ke sekolah hari ini. Akan tetapi anehnya ia tidak mau masuk ke kelas. Aku tahu ia memang sedang sakit karena baru saja bertengkar meski sakitnya juga tidak terlalu parah. Namun, apakah hanya karena pertengkaran itu membuat Alison enggan masuk ke kelas. Ia benar-benar terlihat tidak peduli dengan urusan pelajaran dan nilai-nilainya.

Aku melirik jam tangan, sudah pukul 14.38, angkutan yang biasa kunaiki sudah dua kali lewat tetapi keduanya telah penuh oleh penumpang. Kulihat keadaan sekitar yang telah sepi. Pastilah para siswa telah pulang ke rumah masing-masing. Aku sedang memainkan ponselku sembari menunggu angkutan yang lain ketika tiba-tiba seorang pengendara motor dengan helm fullface berhenti tepat di depanku.

AspettareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang