Her Smile

5.9K 762 128
                                    

Ada dua hal yang paling ku sukai dan terjadi padaku hari ini. Pertama saat Ibu menelponku. Walaupun yang dibahasnya sangatlah tidak penting; seperti Papa yang mulai frustasi karena tidak bisa menubuhkan jambang seperti Elvis di tahun kejayaannya, dan ditutup dengan pesan singkat seperti "Ibu pergi dulu ya, jangan lupa ganti pakaian dalam setelah mandi Sammy. Jangan malas, nanti kulitmu berjamur." Yang dijamin akan membuat pasanganku jijik jika mendengarnya. Tapi itu tetap menyenangkan dan berhasil menorehkan senyum di wajahku.

Menyenangkan, bukan karena Ibu mengingatkanku pada keabnormalan garis keturunan Hyun (walaupun Ibu bukan Ibu kandungku tapi dia termasuk). Tapi menyenangkan karena walaupun darahnya tidak ada dalam tubuhku tapi dia masih menganggapku anak laki-lakinya.

Hal kedua yang paling ku sukai adalah seseorang menekankan botol Redbull dingin ke pipiku, dan waktu ku lihat kebelakang ternyata dari gadis cantik berambut merah terang yang mengalahkan merahnya bokong baboon. Fee.

"Lama menunggu?" tanyanya, lalu berjalan mengitari bangku taman yang kududuki dan mengambil tempat disebelahku.

"Lumayan. Kelasmu sudah selesai?" aku balas bertanya, dan menerima botol yang dia berikan padaku. Fee membuka minuman miliknya dan meneguk cairan dari kaleng tersebut sebelum menjawab.

Dia mengangguk dan menghela napas lelah.

"Aku mau kabur saja tadi. Kelasnya membosankan." keluhnya, sementara aku mengagumi garis wajah perempuan itu dari samping. Bahkan saat rambut merah itu diikat tinggi dan asal-asalan, dengan kulit putih pucatnya yang kontras dibawah sinar matahari, dia terlihat seperti vampir dalam buku fantasy. Vampir yang sangat cantik dan sexy....

Yeahhhh....

Fee bahkan tidak memakai baju yang terbuka. Dia hanya menggunakan Kaos berwarna putih polos, ditutupi jaket hitam. Jeans dan ankle boots. Tapi tetap berhasil membuatku kehilangan kata-kata.

Pandanganku jatuh pada robekan-robekan di celana jeans hitam yang dia pakai. Tepat dibagian paha dan sedikit lebar karena dia sedang duduk.

Bagaimana kalau robekannya di tambah lebar sedikit lagi?

"Apa saja yang kau lakukan selama menunggu tadi?" tiba-tiba wajahnya menoleh dan membuatku kelabakan. Rasanya seperti tertangkap basah sedang mastrubasi.

"Err... aku ditelpon Ibuku. Kami mengobol sebentar." Jawabku cepat, buru-buru mengalihkan pandangan dan meregangkan otot. Mengangkat tinggi-tinggi tanganku dan melakukan pemanasan agar terlihat biasa.

Fee tersenyum penuh arti seolah dia tahu apa yang kupikirkan. Tatapannya seolah dia tahu semuanya, tapi tidak menjauhi atau menganggapku predator yang harus dilaporkan ke polisi dan diasingkan ke penjara agar Keselamatan seluruh wanita terjamin. Tapi dia tidak melakukannya.

Kalau memang benar Fee tahu apa yang ku pikirkan, ku harap dia juga tahu, kalau aku tidak akan berani menyentuhnya. Karena meskipun aku tidak percaya pada kehadiran Tuhan, tapi aku sedikit percaya pada karma yang selalu disebut-sebut Papa.

Aku tidak ingin kakak ku di Otawa sana, diperlakukan seperti itu juga oleh lelaki brengsek sebagai balasan atas perbuatanku.

Kecuali... jika dia menginginkannya.

"Oh ya? Mengobrol tentang apa?" masih dengan senyum yang sama Fee kembali bertanya. Jantungku nyaris lepas dari slotnya waktu dia beringsut lebih dekat. Satu kaki dia tekuk disebelahku, dan tangan kirinya dia sampirkan ke kursi dibelakangku.

Demi dewa...

"Me... mengobrol tentang..."

"Hmm?" Fee mendekatkan wajahnya.

DestinyWhere stories live. Discover now