HOW WE MET #2

2.7K 251 70
                                    

"Ada yang pernah dekat.
Ada yang pernah saling mencari. Sekalinya bertemu, hanya ada bibir yang terkunci rapat
tanpa sepatah kata keluar"

Setelah berbelok, Farah ragu ingin melanjutkan langkahnya lagi atau berbalik arah. Radit sudah berdiri di depannya sambil bersandar di pilar pintu UKS, sebenarnya Farah takut ketemu Radit. Namanya juga baru kenal, takut di macem-macemin, apalagi tampang-tampang Radit itu meragukan banget. Kayak anak pecicilan.

Tapi ganteng.

"Ini tiga ribunya. Makasih ya," kata Farah sambil memberikan uang dua ribu sama seribuan.

Tapi Radit tidak langsung mengambilnya dan malah menolak uang itu. Radit berdiri tegap dan tersenyum menatap Farah.
Senyumnya sama seperti tadi waktu main basket melawan Niko. Manis, Farah gak bisa bohong.

"Bayarnya di ganti bayarin angkot gue gimana?" tanya Radit.

"Kok angkot?" Farah bertanya kembali, bingung dengan maksud Radit, "Lo mau di bayarin ongkos angkotnya? Ya udah ini, emang rumah lo sejurusan sama gue?" rasanya Farah mulai jengkel sama Radit yang senyam-senyum gak jelas.

"Kalo enggak searah, nanti gue puter balik aja, cari angkot lain,"

Ini cowok apaan sih. Gak jelas banget. Umpat Farah di dalam hati. Tapi Radit masih tetap berdiri di depannya, menunggu persetujuan Farah.

"Yang penting seangkot dulu. Nanti gue cari angkot lain buat pulang," Radit akhirnya buka mulut setelah lama senyam-senyum sendiri.

"Eh," Farah mengerutkan keningnya, lalu di tatapnya Radit lama-lama, sepertinya Radit juga orang baik-baik yang cuma mau uang tiga ribunya di kembalikan.

"Yaudah, cepetan keburu hujan," setuju Farah akhirnya.

Di jalan menuju gerbang sekolah, Farah sadar hampir setiap mata memandangnya dengan Radit yang sedang  berjalan bersampingan. Ia melirik Radit, kelihatannya laki-laki itu tidak terganggu sedikit pun oleh tatapan anak-anak yang lainnya.

Tapi masalahnya Farah yang gak biasa. Dalam hati Farah berniat harus secepatnya tahu siapa laki-laki yang seharian ini bisa membuat konsentrasinya hancur berantakan.

Angkutan saat jam sekolah selesai memang super duper ramai, jadi Farah harus sabar menunggunya, begitu juga dengan Radit yang sedari tadi duduk di kursi halte tanpa terlihat bosan sedikitpun.

"Gue Radit, baru jadi anak baru lima jam yang lalu," Radit berbicara tanpa melihat Farah. Ini sebenarnya perkenalan paling aneh yang pernah Farah tahu.

"Kok lima jam? Kan sekolah enam jam. Gue Farah,"

Radit hanya tertawa. Itu bisa di tangkap oleh sudut mata Farah.
Tinggal bilang terlambat aja gengsi! Cibir Farah dalam hati.

"Nama lo pake huruf 'H' ?" Radit memang lama-lama bisa membuat pertahanan Farah yang sok cuek jadi gagal total. Pertanyaannya gak penting banget tapi bisa buat Farah mau hampir ketawa.

Farah mengangguk dan Radit hanya ber-oh ria. Sebenarnya Farah sudah bosan menunggu, tapi untung ada Radit yang bisa membuat menunggunya tidak membosankan seperti biasa.

"Anak baru ya? Jelas gue ngga pernah liat,"

"Makanya gue beliin siomay biar pernah diliat," kata Radit.

Farah tersenyum dan langsung menatap Radit yang ada di sampingnya, "Oh iya, makasih ya!" Farah baru inget kalau ternyata belum bilang terimakasih.

"Ya, Farah. Sama-sama," kata Radit di tambah bonus senyumnya.

The Second ChanceWhere stories live. Discover now