#9 Cerita Tentang Jupiter

164 9 0
                                    

Halo fajar!

Ini kali pertama aku memilih kamu jadi teman untukku berbagi kisah. Jadi tolong, jangan rusak kepercayaan ini ya.

Aku sedang duduk di tepian atmosfer, hingga terbesit di benakku bayangan sesosok teman. Yang tiba-tiba kurasa teramat mirip dengan Jupiter.

Jupiter itu berbeda.

Bahkan tak berlebihan bila kukatakan ia terlalu berbeda.

Besarnya.

Jumlah satelitnya.

Material pembentuknya.

Perbedaannya terlalu besar untuk menjadikannya tak tampak menonjol diantara teman se-tata-surya-nya.

Perbedaan itu terlalu renggang spasinya.

Hingga kami –yang notabene adalah temannya- begitu tak kuasa,

bahkan tak ingin berusaha untuk mengejar ketertinggalan itu.

Untuk menyamai perbedaan itu.

Menjadikan ke-menonjol-an-nya kian hari kian membesar.

Menyisakan ruang yang senantiasa melebar.

Meninggalkan ketakpahaman yang semakin merajalela.

Mirisnya, ditengah perbedaan yang kami semua sama sadari,

tak sekalipun kulihat ia yang coba membungkuk.

Menyeruak memangkas segala ruang kesenjangan.

Ia begitu kokoh.

Tak tergoyahkan bahkan oleh kami yang meronta ingin dibersamai.

Ia terlampau kekar.

Tak tergetarkan bahkan oleh kami yang meracau minta ditoleransi.

Ia terlalu mengakar.

Tak terluluhkan bahkan oleh kami yang mengemis minta dimengerti.

Ia unggul.

Tanpa bisa kami coba ungguli. Tanpa perah membiarkan dirinya terungguli.

Ia ada.

Namun tak terasa.

Ia asing bagi kami.

Ada jarak yang tercipta di atas alam sadar sesama kami.

Spasi yang terpatri karena ego yang begitu radikal.

Tapi ada satu yang tak ia sadari.

Ia butuh kami.

Ia butuh kami yang kecil-kecil ini, untuk bisa dibilang besar.

Ia perlu kami yang satelitnya sedikit ini,untuk dapat disebut bersatelit banyak.

Ia perlu kami yang ringkih-ringkih ini, unth bleh dikatakan kekar.

Karena tak mungkin sesuatu dikatakan berbeda, bila ia tak punya pembeda.

Iya, kan?

25/12/'16
Dieny A.

Analogi AntariksaWhere stories live. Discover now