Bab 1

913 19 0
                                    

Dr. Esther adalah seorang dokter umum, berusia 30 tahun, berperawakan cantik, tinggi kira2 170cm, berkulit sawo matang, Lebih cocok menjadi seorang model di banding dokter. Dia membuka praktek pribadi yang buka Setiap senin sampai jumat. Dr. Esther selalu Di temani 2 susternya tiara dan della. Pagi itu terlihat mendung sama seperti hari2 biasanya di bulan desember yang biasanya hujan selalu turun. Yg membedakannya adalah jumlah pasien yg makin hari makin banyak. Di musim hujan seperti ini banyak sekali pasien yg datang dengan keluhannya masing-masing.

"Pasien berikutnya !!"

Esther berteriak dengan nada yang lembut seperti wanita-wanita pinggir jalan yg menjajakan paha dan dadanya kepada siapa saja yang melawatinya. suara lembut itu sudah cukup terdengar untuk para pasiennya yg setia menunggu di luar ruangan dengan penyakit yg di bawanya.

Tak lama Seorang pria dengan tinggi 160 cm berumur kira2 48 tahun, bertubuh slim, mengenakan kemeja biru, berlengan panjang, sedang memegang kertas bertuliskan angka 26 berdiri dari bangku yg sudah di dudukinya kurang lebih 1 jam 45 menit yg lalu.

"sekarang giliranku." *berkata dalam hati*

Dengan jalan yg tegap sembari memegangi botol minum berwarna hijau di lengan kirinya, dan nomor antrian di sebelah kanannya pria tersebut berjalan melewati pasien-pasien lain. Pria tersebut membuka pintu dengan di awali 2 kali ketukan Dengan senyum manis menghiasi wajah tirusnya.

Sejak pertama kali melihatnya, Dr. Esther langsung yakin bahwa senyum itu akan terus menghiasi wajah pria feminim itu walau harus melangkah ke tiang gantung sekalipun.

"Selamat pagi,"
Sapa Pria tersebut sambil tersenyum

"Pagi,"
Sahut esther dengan senyum.

*Hari sudah menjelang siang, karna cuaca mendung suasana pagi masi terasa.*

"Silahkan duduk," kata esther

Pria dengan kemeja biru laut lengan panjang tersebut menarik bangku yg di tunjuk oleh dr. Esther dan mendudukinya,

"Dengan bapak Arok?"

melihat selembaran kertas yg berada di atas mejanya. *Selembaran tersebut biasanya di berikan oleh seorang suster yg berjaga di loket pendaftaran.* Selain selembaran kertas milik arok terdapat 2 tumpukan selembaran kertas yang sama. 2 Tumpukan selembaran itu menandakan pasien yang selasai berobat dan pasien yang masih mengantri. Di sebalah kanan mejanya terdapat alat pengukur tekanan darah dan tak jauh dari alat itu ada sebuah botol minum milik dr. Esther, berwarna hijau yang selalu menemaninya kemanapun dia pergi.

"Iya, itu saya." Jawab arok,

"Baik, apa keluhan anda?" Tanya esther

"Saya memiliki masalah dengan kepala saya." Jawab arok

"Kepala? Di bagian mana?" Lanjut esther

"Hampir di setiap sisi." Jawab arok dengan nada tenang setenang detik jarum jam yg berjalan perlahan mengarah ke arah jam 11.00 siang.

"Sudah berapa lama anda merasakannya?"

"43 tahun"

"43 tahun?" Esther terheran2

"Kenapa anda baru berobat sekarang?"

"Karna sekaranglah waktu yang tepat."

"Maksud anda?"

Sambil mengerutkan kedua matanya, menggambarkan seseorang yang sedang penasaran

"Yah, karna saya harus menyiapkan segalan sesuatunya dengan sempurna."

"Saya tidak mengerti perkataan anda."

Pria tersebut membalas dengan senyuman yg manis dan menatap mata dokter itu dengan penuh gairah.

"Baik, saya akan memberikan resep obat sakit kepala, dan anda bisa menebusnya di apotik terdekat"

"Baiklah, oh ya tolong masukan obat penghilang rasa sakit di resep saya"

"Apakah yang anda maksud itu adalah paracetamol?"

"Bukan, saya butuh dosis yang lebih tinggi."

Dokter tersebut kembali mengerutkan matanya dan fokusnya tertuju pada mata pria tersebut.

Arok mendekatkan kepalanya ke arah dr. Esther sedekat mungkin agar perkataanya terdengar jelas.

"OPIOD"
Dengan nada berbisik.

"Apa? Maaf saya tidak bisa memberikan sembarangan obat kepada pasien."
Jawab dr. Esther dengan nada sedikit tinggi.

"Oh ya, lalu apa yang akan terjadi bila seorang dokter sembarangan memberikan obat pada pasiennya?

"Itu akan berakibat fatal, pasien bisa mengalami alergi, overdosis dan bahkan kematian."

"Dan apa akibatnya bagi dokter itu sendiri?"
Lanjut arok dengan nada menyindir

"Tentu saja akan di proses secara hukum yang berlaku dengan tuduhan malpraktek."

"Hanya itu saja?"
Dengan nada memojokkan

"Sepertinya pembicaraan kita keluar dari jalurnya."
Sambil menuliskan resep di sebuah kertas.

"Ini resep anda, anda bisa menebusnya di apotik manapun." Sambil menyodorkan resepnya dengan nada sedikit kesal karena merasa di pojokkan.

"Baiklah, terima kasih dokter"
Dengan nada yang santai dan tersenyum

"sama-sama, semoga lekas sembuh dan tidak kembali lagi kesini."
*sedikit senyum paksaan*

Arok mengambil botol minumnya dengan tangan kirinya dan bangkit dari kursi yg akan menjadi saksi bisu kesadisan seorang bocah laki-laki yang tak mengenal belas kasih. Kemudian melangkah dengan lambat ke arah pintu dengan memegang kertas resep di tangan kanannya yang yg di berikan dokter itu. Ketika hendak membuka pintu arok menoleh kembali ke arah dokter

"Oh ya, bagaiman kabar ibumu?"

"Pasien berikutnya !!"
Teriak dr. Esther dengan nada tinggi. Dan mengacuhkan pertanyaan arok.

Arok keluar dari ruangan itu tanpa mendapat jawaban dari pertanyaan terakhirnya dan masih dengan senyum yang sama.

Tbc

psikopat vs kanibalWhere stories live. Discover now