JARAK - 5

20 5 4
                                    

________

Bukan masalah hubungannya yang aku permasalahkan, tapi masalah hati dan perasaan yang selama ini aku genggam erat.

-Vana Angela Aditama-

_________

Bel istirahat sudah berbunyi, saat ini Vana dan Nita sedang berjalan menuju kantin "Ah gue masih gak nyangka sama lu yang ketemu ibunya si Alva" ujar Nita saat akan memasuki pintu kantin.

"Berisik Ta. Udah jangan bahas itu lagi"
"Vanaaa!!" Teriakan seseorang yang berasal dari dalam kantin menghentikan langkah Vana dan Nita. Sesaat mereka mengedarkan pandangannya menelusuri kantin untuk mencari asal suara itu.

"Syifaa!" suara Vana mengintrupsi Nita yang masih mengedarkan pandangannya. Saat Vana akan berlari untuk menemui Syifa, tanpa sengaja Vana menabrak dada bidang seseorang yang membuat Vana terpaku di tempat untuk beberapa saat.

Bukannya Vana tidak menyadari orang yang ditabraknya, hanya saja Vana terlalu canggung dan malu untuk menatap orang itu. Vana hanya dapat meminta maaf dengan menundukan kepalanya, bukan hanya karena Vana takut tetapi juga jantungnya yang sekarang berpacu lebih cepat dari biasanya membuat dia gugup dan sulit hanya untuk mengucapkan kata lain selain kata maaf.

"Na! Yuk ke meja Syifa" teguran dari Nita mengembalikannya pada dunia nyata. Vana hanya tersenyum dan mengikuti langkah Nita menuju ke meja Syifa.

"Fa kok lu sekarang jarang banget keliatan?" Nita mengawali pembicaraam di meja kantin setelah sebelumnya memesan makanan.

"Ah iya gue kemaren-kemaren jarang masuk soalnya ibu gue sakit, ayah gue sibuk jadi ya gue harus jaga ibu gue" jelas Syifa panjang lebar.

"Sakit apa? GWS ya gue belum bisa nengok. Sekarang keadaannya gimana?" tanya Nita beruntun yang membuat Syifa terkekeh "Terus kan ada abang lu. Emang abang lu kemana?" lanjut Nita dengan dahi mengkerut.

"Gpp. Sekarang udah mendingan tinggal lemesnya aja. Abang gue? Alah dia gak bisa diandelin. Eh Na lu kenapa? Kok bengong? Lamunin apa?" ujar Syifa yang heran melihat Vana yang sedari tadi terlihat melamun.

"Na" teguran sekaligus tepukan dibahunya membuat Vana tersadar dari lamunannya "Kenapa?" lanjut Nita dengan dahi mengkerut bingung.

"Eh! Gakpapa cuma lagi sedikit pusing" jawaban Vana sama sekali tidak dapat Nita percayai.

"Eh ntar pulang sekolah ke rumah gue ya. Gak ada siapa-siapa soalnya. Nyokap gue mau dibawa nenek katanya biar istirahatnya disana biar gak ada gangguan"

"Yok dah! Gue kebetulan lagi bete dirumah"

"Na lu gimana? Ikut gak?" tanya Syifa.

"Ikut dah. Gue juga sendiri di rumah" ujar Vana dengan mengerucutkan bibirnya.

"Lha bonyok kemana? Kakak lu?"

"mereka ke Rottherdam, kerja mulu. Kakak gue balik lagi kuliah disana" jawabnya pada Syifa.

"Yaudah ntar langsung aja ya"

✧ ✧ ✧

Saat ini perasaan Vana tidak menentu. Rasanya dia ingin bersikap biasa saja tetapi hatinya tidak bisa dibiasakan dengan ini. Vana tau ini memang resikonya tetapi wajar kan hatinya memilih sedikit egois untuk saat ini? Wajar kan saat mendengar semua ini dia merasakan sesak? Dia hanya perempuan biasa yang akan menangis saat perasaannya sedang terguncang, yang akan tertawa saat bahagia, yang akan kecewa saat harapannya tidak terkabul. Vana hanya perempuan BIASA.

Tetapi apakah Vana masih pantas memperjuangkan seseorang yang bahkan untuk saat ini sedang dekat dengan sahabatnya sendiri? Apa Vana pantas memendam perasaan pada seseorang milik sahabat sendiri? Semuanya selalu berputar dalam pikirannya seiring dengan jatuhnya air mata yang kini sudah mengalir dan membasahi kedua pipinya.

Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan semuanya. Waktu sudah menunjukan larut malam, bukan saatnya untuk Vana tetap menangisi semua yang terjadi. Sekarang waktunya Vana pulang, bukannya tidak baik seorang gadis masih berkeliaran di luar rumah saat malam sudah selarut ini. Sudah sejauh mana pula Vana berjalan menelusuri jalanan komplek tanpa tau tujuan awalnya. Mungkin sekarang saatnya Vana untuk pulang dan melanjutkan semuanya di rumah nanti.

Tidak akan pernah ada yang tahu dengan perasaan Vana saat ini, bahkan dia sendiri tidak mengerti dengan perasaannya. Untuk sekedar menenangkan diri saja rasanya sulit. Semua yang terjadi hari ini memang benar-benar diluar dugaannya.

Tetapi meskipun selalu merasakan sakit itu, tidak tau kenapa hati Vana tidak pernah bisa untuk berhenti untuk tetap mencintai dia. Vana tau dia tidak mementingkan perasaan dan dirinya sendiri tapi apapun itu rasanya terkalahkan oleh perasaan cintanya. Apakah ini pantas disebut CINTA? Jika pantas tapi kenapa orang yang Vana cintai tidak bisa membalas perasaan Vana sendiri?

Mungkin tuhan punya rencana lain untuk kisah percintaannya. Meskipun harus tersakiti terlebih dahulu mungkin semuanya akan berujung bahagia.

✧ ✧ ✧

Diwaktu yang hampir sama, tetapi dilain tempat dan keadaan, Alva sedang bertukar pesan dengan seorang perempuan. Alva yang hanya tersenyum geli setiap perempuan itu bercerita padanya. Alva hanya membalas setiap pesan tersebut dengan biasa saja tanpa ada perasaan aneh seperti kebanyakan pasangan lain.

Alva tau semuanya akan terlihat aneh jika dia tidak seantusias gadis yang sedang bertukar pesan dengannya tersebut. Tapi, semuanya tidak semudah ucapan saja, Alva tidak tahu kalau akhirnya akan seperti ini saat setelah membaca sebuah pesan yang baru saja masuk.

From: SFA

Al aku tadi udh ceritain sama sahabat aku Nita sama Vana. Gpp kan mereka tau?

Setelah membaca pesan tersebut Alva tercengang dengan mata membulat dan mulut terbuka.

Anjir nih cewek bego. Batin Alva berteriak.

Alva tidak tau bagaimana perasaan dia setelah sahabatnya sendiri menceritakan semuanya. Alva tidak tau bagaimana rasanya jadi dia, kalau tahu ujungnya akan seperti ini lebih baik Alva tidak usah berbohong.

Alva tidak ingin dia menangis karena sakit hati oleh ulahnya. Alva merasakan sakit hati juga, rasanya ingin sekali menjahit mulut gadis yang sudah membeberkan hubungannya. Semuanya sudah terlambat.

______

TBC..

Jangan lupa Vote dan comment ya.. Aku minta saran buat cerita abal abal ini.. Ini masih acak-acakan jadi tolonh dikasih saran.

JARAKWhere stories live. Discover now