Bagian 1

5 0 0
                                    

Gadis itu mengasah belatinya dengan tekun. Jilatan api unggun menari-nari di atas kulitnya yang kuning kecokelatan.

"Buat apa kau asah pisau itu tajam-tajam kalau gunanya hanya untuk menjagal bangkai," Celetuk sebuah suara serak.

Sepasang bola mata hijau zamrud, hampir tenggelam di antara deretan poni panjang berantakan sewarna malam, menengadah kesal.

Urus urusanmu sendiri, tua bangka! Batinnya berseru. Bukan berarti ia tak berani membalas cemoohan seorang kursul, istilah yang digunakan bandit padang pasir untuk menyebut diri mereka. Di masa kecilnya, ia sudah kenyang dengan sabetan kayu atau cambuk karena melawan mereka. Herannya, mereka membiarkannya hidup hingga dewasa. Mungkin karena mereka tak mau kehilangan seorang budak, pikir gadis itu miris.

Tenggorokannya mengeluarkan geraman seperti binatang, dan ia kembali memfokuskan diri mengasah belati kesayangannya itu meskipun Dorgu, si kursul, masih berusaha menyulut amarahnya dengan ejekan dan cemoohan. 

Terdengar derap kaki kuda, menandakan kepulangan rombongan pemburu. Tak lama kemudian, membuncah seruan girang dari arah api unggun para kursul. Gadis itu menoleh penasaran. Penglihatannya mendapati bangkai sepasang anjing liar dengan luka anak panah mengucur, tertambat di salah satu kuda gurun yang dikendarai para pemburu. Tak heran mereka kelihatan senang. Akhir-akhir ini, mereka jarang sekali memperoleh daging yang layak. Tikus gurun dan kalajengking telah mengisi perut mereka selama berbulan-bulan.

Kriiuuuk.

Terdengar bunyi perut nyaring di sebelahnya. Lucca, remaja kurus kering yang telah menjadi babu disini semenjak usia belia seperti dirinya, memandangi anjing-anjing itu dengan mulut menganga. Gadis itu pun akrab dengan perih rasa lapar yang tak terpuaskan. Kadang, ia merasa seperti ada lubang yang tak pernah tertambal di dalam perutnya.

"Aku akan menyisakan untukmu beberapa butir tulang," Ujar Dorgu riang m, sebelum melompat girang untuk merayakan hasil buruan itu bersama teman-temannya. Tak lama kemudian, Dorgu datang kembali untuk melemparkan kedua bangkai anjing itu di depan kaki mereka. Semua budak, termasuk si gadis, bergegas menyiapkan makan malam untuk tuan mereka.

Kira adalah nama gadis itu. Sepanjang hidupnya, ia hanya mengenal kursul dan gurun pasir keemasan sejauh mata memandang, yang kadang diselingi cipratan bebatuan, oasis, serta kilafah-kilafah malang yang bernasib sial berpapasan dengan kursul dalam perjalanan mereka.

Di celah ingatannya yang pendek dan seringkali  buram, kadang ia menemukan sekelumit wajah perempuan dengan sepasang mata biru yang menatap kosong dan raungan kemarahan seorang pria. Ia tahu, kilasan memori itu adalah bagian dari masa lalunya sebelum bertemu para kursul. Tapi tak peduli berapapun keras usaha yang ia kerahkan, ibarat butiran pasir dalam genggaman, kenangan itu selalu lolos melalui celah jemarinya.

Malam telah larut dan para kursul telah tidur dengan perut kenyang serta senyum di wajah nista mereka. Gadis itu memisahkan diri dari rombongan ke balik sebuah batu karang untuk menyendiri, untuk menikmati syahdunya malam di bawah langit bintang benderang. Debu pasir membelai pipinya, mengusik lamunannya.

Sapuan angin itu semakin kencang hingga melambaikan baju dan celana rombeng yang ia kenakan. Anehnya, angin itu hanya berpusar di satu titik beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Perlahan - lahan, debu pasir itu berkumpar membentuk sosok seorang laki - laki muda berambut panjang.

"Revim," Bibir Kira menggumamkan bisikan.

"Aku merasakan sesuatu dalam pergerakan angin malam ini...." Ujar Revim. Suaranya seperti bisikan pasir dan hembusan angin. Kakinya tak menyentuh tanah.

"Bayangan yang keji. Aromanya amis dan menjijikkan..."

"Kau yakin itu bukan bau begundal - begundal di tempat ini?" Timpal Kira penuh sarkasme.

"Bukan waktunya untuk bercanda, Kira. Aku benar - benar merasa ganjil."

"Ayolah, Revim! Santai sedikit. Kau terlalu tegang sepanjang waktu...."

Sebuah bintang jatuh melintas di atas langit, dibuntuti dua pasang mata yang  memandang sibuk dengan pikiran masing - masing.

"Hati - hati," Peringat Revim sebelum beranjak pergi.

Kira memandangi punggungnya hingga menghilang dibalik angin pasir, lalu menggelengkan kepala. Ia tak mengerti apa yang spesial dari dirinya sehingga menjadi alasan makhluk itu sering mendatanginya. Ada banyak anak telantar lain di tempat ini, kalau ia memang mencari teman untuk membunuh kesepian.

Tapi Revim sudah hidup di padang pasir ini sangat lama, mungkin jauh lebih lama dari yang ia kira. Kadang ia merasa Revim hanyalah butiran debu dan pasir, atau pecahan imajinasinya sendiri. Meskipun begitu, ia tak bisa menghiraukan firasat sosok misterius itu. Sesuatu sedang mengintai di luar sana.




Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Jan 06, 2021 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

KiraHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin