Prolog

228 9 4
                                    


Pernikahan ini..

Sungguhlah indah dan tak terpikirkan sama sekali. Bersama dia yang tak terbayangkan, akan melalui dunia ini sampai waktu yang memisahkan. Sang pujaan hati yang membuat hidup ini terasa lebih berarti.

Terasa aneh ketika pada akhirnya kita bisa berdiri bersamanya. Berjabat tangan dan saling mengumbar senyum satu sama lain. Dengan segala penghalang, di sini jarak semakin mengikis kedekatan dengannya.

Kami menoleh ke arah samping kami, melihat para sahabat jaman putih abu-abu yang selalu setia mendukung kami hingga pada akhirnya aku berdiri di sini. Tertawa bersama melihat mereka yang semakin histeris melihat kedekatan yang kami ciptakan. Dia menoleh kebelakang, seakan meminta persetujuan. Yang dimintai hanya tersenyum – memberikan senyumannya.–

Akhirnya dia menatapku yang tentunya kubalas tatapannya dengan rasa haru. Matanya memancarkan cahaya yang hangat, disertai dengan senyum jahil yang membuat lesung pipinya mengempot semakin dalam namun bisa membuat kenyamanan tersendiri.

Kami saling terdiam. Meneliti wajah lalu tersenyum sejenak. Tanpa sadar kami tertawa mengingat masa yang pernah dilewati bersama-sama. Bayangan semasa putih abu-abu kembali muncul ke permukaan Karena letupan-letupan yang tidak bisa di hindari dan tahan.

Ketika pertama kali bertemu.

Ketika dia dengan sengaja jatuh di bawah kakiku agar bisa mengintip dalaman dari rokku.

Ketika kami bersama sahabat bolos bersama sebelum hari persiapan ujian nasional.

Ketika merayakan kelulusan bersama.

Ketika harus berpisah untuk pertama kalinya.

Ketika saling memberikan kabar satu sama lain.

Ketika kita bertengkar.

Dan..

Sampai kami berdiri di sini. Saling berhadapan di depan banyak orang. Terdiam. Berbicara melalui mata, dari hati ke hati. Seakan mengatakan bahwa mungkin ini adalah akhir.

Atau mungkin juga awal.

Semua ini tercipta atas setiap langkah yang kita ambil, bukan? Sehingga menciptakan sebuah lingkaran pekat yang harus kita lintasi di tengah-tengah diameternya. Melewati jalan takdir yang Tuhan berikan atas pilihan-pilihan yang kami semua putuskan.

Untuk selamanya, aku akan menyimpan namamu di dalam sudut hatiku yang paling dalam. Di ruang tersendiri. Yang orang lain tidak akan sentuh, dan tentu tidak akan tahu.

Karena aku akan selalu mencintaimu.

Dengan caraku sendiri.

*****

Kembali hadir dengan cerita anak remaja.


Wuff wuff!

Semoga suka ya!

Salam manis,
Puspita Maharani


Our GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang