Chapter 11

5.5K 403 8
                                    


Halbert merasa sungguh konyol. Ia kabur seperti seorang prajurit kalah perang hanya karena keinginan Sarita untuk pergi.

Sarita tidak pernah mengatakan ingin pergi sejak mereka tiba di Ririvia. Halbertpun berpikir Sarita sudah terbiasa dengan kehidupan dalam istana.

‘Kabur…,’ pikir Halbert.

Sarita meninggalkan Hauppauge karena ia kabur dari keluarga Riddick. Pasti kemunculan Chris membuat Sarita merasa tidak aman. Tapi untuk apa ia merasa tidak aman? Penjagaan Istana Ririvia tidak mudah diterobos.

Sekarang Sarita juga mempunyai dua prajurit yang selalu mengawalnya ke mana pun ia pergi. Apakah itu tidak cukup? Bila perlu Halbert akan mengatur lebih banyak orang untuk mengawalnya.

“Pangeran! Pangeran!” Halbert terkejut.

“Apakah kita akan tinggal di sini?” Avon bertanya, “Semua orang sudah pergi.”

Halbert melihat wanita cantik itu dengan bingung. Sesaat kemudian ia sadar ia tengah berada di dalam teater. Sudah tidak terdengar lagi suara dari panggung dan ketika Halbert berdiri dari tempat mereka yang tinggi. Ia melihat tempat duduk penonton di bawah sudah kosong.

“Kita bisa pergi sekarang,” Halbert memutuskan.

“Ke mana kita akan pergi?” wanita itu langsung bergelayut manja di tangan Halbert.

“Pulang,” jawab Halbert singkat.

Halbert mendengar keluhan Avon tapi ia tidak berkata apa-apa. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada Sarita.

Halbert ingat ia pernah pergi ke teater bersama Sarita. Halbert tidak ingat pertunjukan apa yang mereka lihat. Halbert hanya ingat Sarita berkata, ‘Selamat sore, Yang Mulia Pangeran,’ ketika Duke Norbert mengantarnya ke villa ia tinggal di Trottanilla. Setelah Duke Norbert pergi, Sarita membisu. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Di akhir pertunjukan pun, Sarita langsung berdiri. Saat itu Halbert tidak bertanya apakah Sarita tidak menyukai penampilan yang mereka tonton. Halbert juga tidak bertanya apakah Sarita tidak suka melihat pertunjukan di gedung teater.

Namun mendengar Avon terus menerus mengulang kekagumannya, Halbert ingin tahu apa pendapat Sarita saat itu.
Biasanya Halbert akan dengan senang hati mendengar teman kencannya berkomentar tentang apa pun yang menjadi pilhannya. Namun kali ini Halbert ingin segera kembali ke Istana. Karena itu Halbert tidak membuang waktu ketika kereta berhenti di depan rumah Avon.

Avon berbeda dengan Sarita. Ia adalah putri sah saudagar kaya di Helsnivia. Ia juga tidak memiliki rambut pucat seperti Sarita, sebaliknya rambutnya merah membara. Avon adalah wanita cantik tetapi kecantikannya masih kalah jauh dari Sarita. Dengan batu permata di gaunnya dan mutiara di rambutnya yang tertata rapi, Halbert merasa Avon lebih terlihat seperti perhiasan berjalan daripada mempesona. Sarita yang tidak mengenakan sebutir batu perhiasanpun sangat mempesona.

Halbert ingin tahu apakah Sarita akan lebih berkilauan dari batu-batu permata ini bila ia berdandan dengan pantas. Satu yang telah ia lihat pagi ini, Sarita tampak semakin mempesona ketika ia berdandan.

Savanah, dengan seluruh keahliannya, berhasil mengeluarkan aura kecantikan Sarita yang terpendam dalam kepuritannya. Kemampuan Savanah sebagai pelayan terbaik Ratu memang tidak perlu diragukan. Bahkan Halbert yakin Savanah pasti dapat mengeluarkan seluruh aura kecantikan Sarita sehingga gadis itu seterang matahari dan semempesona rembulan malam.

“Apakah Anda tidak bergabung bersama kami untuk makan malam?” Avon memecahkan lamunan Halbert lagi.

“Malam ini aku tidak dapat.”

“Sepertinya saya harus mengucapkan selamat malam saat ini juga,” Avon tersenyum kemudian ia memejamkan mata dan mengulurkan wajahnya.

Halbert melihat bibir yang menanti ciumannya itu. Demi kekagetan Halbert sendiri, ia meraih tangan Avon – menciumnya dan berkata, “Selamat malam,” dan langsung masuk kereta.

Kisah CintaWhere stories live. Discover now