Chapter 2: Won't Return

7 3 0
                                    

Hari ini adalah Natal Putih.

Hari dimana para jiwa yang sudah tiada berkumpul kembali bersama keluarganya yang masih hidup. Itu adalah salah satu perayaan yang cukup berharga bagi hampir semua orang sebelum merayakan Natal di daerah tersebut, termasuk Natali dan yang lainnya.

"Kabutnya tebal sekali.." gumam Mikaelis perlahan sambil berjalan menelusuri kabut yang cukup tebal. Dia sedang dalam perjalanan menuju arah pulang, namun karena kondisi lingkungan yang sekarang kurang mendukung dan hari sudah mulai gelap, cukup sulit bagi Mikaelis untuk melihat sekitar.

Lambat laun, matanya melihat sesuatu yang cukup janggal. Kabutnya perlahan lahan bergerak dan berkumpul, seperti mengarahnya menuju ke suatu tempat. Dengan cukup enggan namun penasaran, Mikaelis berjalan mengikuti jejak kabut tersebut. Dia berjalan dan berjalan, setelah beberapa menit, langkahnya terhenti karena melihat sesuatu. Seperti sebuah cahaya kecil yang menyinari tempat didepannya tersebut. Mikaelis mencoba untuk melihatnya dengan teliti, sampai pada akhirnya matanya terbelalak.

Ini tempat berdoa. Tempat yang sebelumnya pernah dia kunjungi.

Dan cahaya itu berasal dari lentera yang dipegang oleh seseorang yang dikenalnya.

Pemuda itu.

Menyadari ada yang datang, pemuda berambut ungu tersebut menoleh kebelakangnya. Mata mereka bertemu satu sama lain, namun mereka hanya melihat dengan diam. Tanpa berbicara sepatah katapun. Cuma diam saja.

Sambil memegang lentera di tangan kanannya, pemuda itu berbalik dan berjalan mendekati Mikaelis. Saat jarak mereka sudah dekat, pemuda itu mengatakan sesuatu didekat Mikaelis.

"Ikut aku." Ucapnya perlahan, lalu dia berjalan pergi dengan lentera ditangannya. Mikaelis yang mendengarnya sontak terdiam, namun diapun akhirnya berbalik dan mengikuti pemuda itu.

Suaranya tetap sama seperti dulu.

Suara Nathan.

Mereka mulai berjalan perlahan menuju ke lokasi yang dimaksud Nathan. Nathan berjalan duluan karena dia membawa lenteranya dan tahu lokasinya, sedangkan Mikaelis hanya mengikuti dalam diam.

"... kita mau kemana?" Tanya Mikaelis.

"Ikut saja aku, kau akan mengetahuinya nanti." Jawab Nathan pelan.

Hening. Suasana pun hening lagi. Entah apa karena tidak ada topik yang bagus untuk dibicarakan oleh mereka, atau memang karena hubungan mereka yang sejujurnya kurang baik, jadi mereka enggan untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"...Natali.." ucap Nathan perlahan yang akhirnya memecah keheningan yang cukup canggung tersebut. "Dia baik baik saja kan?". Lanjutnya lagi. Mikaelis terdiam sejenak mendengarnya, namun perlahan dia menjawabnya dengan anggukan kecil, walau sebenarnya dia tahu kalau Nathan tidak akan melihat anggukan tersebut.

"Ria menemaninya.. jadi dia baik baik saja.." jawab Mikaelis perlahan.

"Kalau si Telur?" Lanjut Nathan bertanya.

"Tetap aktif seperti biasanya." Jawab Mikaelis lagi.

Selama perjalanan, merekapun akhirnya berbincang satu sama lain. Hal itupun membuat Mikaelis merasa aneh sendiri. Entah dari kapan dia dan Nathan berbincang seperti ini. 4 bulan yang lalu? Atau malah setahun yang lalu?

Yang jelas, sudah lama sekali mereka tidak berbincang seperti ini.

.

.

Mikaelis terdiam saat dia melihat kearah depannya.

2 orang didepannya itu tengah berjalan sambil berbincang dengan serunya, tanpa mempedulikan ataupun menyadari sedikitpun Mikaelis yang tengah berjalan mengikuti mereka dari belakang. Dan itu sontak membuat dada Mikaelis merasa sesak dan sakit.

PretendWhere stories live. Discover now